Berita

Foto/Net

Bisnis

Neraca Perdagangan Sudah Lampu Kuning

Volume Ekspor RI Stagnan
SENIN, 19 FEBRUARI 2018 | 09:42 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Pemerintah diminta mewaspadai neraca perdagangan Indonesia. Jika dibiarkan defisit terus akan mengancam ekonomi nasional.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, sudah berulang kali mengingatkan pemerintah mengenai neraca perdagangan. Pasalnya, volume ekspor Indonesia boleh dibilang stagnan.

"Surplus perdagangan pada tahun lalu karena dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas. Begitu juga yang menyebab­kan defisit pada 2016 karena anjloknya harga barang," ujarnya kepada Rakyat Merdeka di Ja­karta, kemarin.


Menurut dia, volume ekspor tidak mengalami perbaiki se­jak 2017. Karena itu, dia tidak heran jika neraca perdagangan Indonesia kembali defisit pada Januari 2018.

Selain itu, terjadi pergeseran struktur impor. Jika sebelumnya didominasi oleh bahan baku dan modal, maka belakangan ini impor didominasi oleh barang konsumsi.

"Memang berdasarkan data Bea Cukai, impor yang masih bahan baku. Tapi itu untuk otomotif yang tinggal pasang. Begitu juga bahan baku tekstil yang tinggal pasang," ujarnya.

Dengan kondisi ini, kata Enny, membuat industri dalam negeri terancam. Sebab, industri dalam negeri sulit bersaing dengan ba­rang impor. Selama ini, industri lokal dibebani dengan pajak dan biaya listrik mahal.

"Dengan daya beli yang menu­run, orang akan cari barang yang murah. Akibatnya banyak pro­dusen yang sekarang menjadi trader karena lebih menguntung­kan," kata Enny.

Yang lebih mengerikan, kata dia, barang impor yang masuk ke Indonesia sudah bebas bea masuk alias nol persen. Hal ini membuat penerimaan negara juga berkurang.

Tertekannya neraca perda­gangan juga dipengaruhi oleh perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA). Sejak pemerintah ikut perjan­jian perdagangan bebas dengan ASEAN, China, Jepang, dan lainnya membuat neraca perda­gangan semakin tertekan.

"Perdagangan bebas seharusnya bisa membuat kita mem­perluas perdagangan. Yang ter­jadi malah menjadi objek perdagangan karena basis produksi kita rendah," ujarnya.

Bahkan, dengan pembelakuan bea masuk nol persen membuat perusahaan asing yang mau investasi di Indonesia mengu­rungkan niatnya.

"Mereka lebih memilih in­vestasi di Vietnam yang lebih aman, toh barang mereka tetap bisa masuk ke Indonesia gratis," katanya.

Dia menyayangkan, sikap pemerintah soal neraca perda­gangan ini seperti 'emang gue pikirin.' Pemerintah, kata dia, berpikirnya dengan barang mu­rah akan menekan inflasi, tapi mengancam industri.

"Inflasi boleh rendah, tapi nggak ada penyerapan tenaga kerja. Ini jadi bumerang juga," katanya.

Menurutnya, memang ber­dasarkan BPS jumlah tenaga kerja naik. Tapi yang naik sek­tor informal dan hanya kerja sampai tujuh jam saja. Itu sama saja dengan pengangguran terse­lubung. "Harus hati-hati baca data BPS," katanya.

Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, longgar­nya standar dan kualitas barang impor menyebabkan neraca perdagangan Indonesia menga­lami defisit yang cukup dalam pada saat Indonesia membuka pasarnya ke internasional.

"Regulasi Indonesia sangat kurang, dan karena itu neraca perdagangan perdagangan menjadi korban karena FTA," katanya.

Heri mengatakan, saat ini Indonesia hanya memiliki 289 regulasi tentang impor, sedangkan Australia, India, dan Filipina masing-masing memiliki 909, 704, dan 674. Berdasarkan data trademap.org perdagangan In­donesia setelah mengesahkan FTA dengan ASEAN pada 2012 mengalami penurunan yang drastis.

Hal berbeda dilihat Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menurut dia, impor bahan baku dan bahan modal sepanjang Januari 2018 tercatat melonjak masing-masing sebesar 24,76 persen dan 30,90 persen men­jadi indikator penguatan aktfitas produksi dan investasi industri dalam negeri.

Menurut Ani, peningkatan angka impor yang tajam, di satu sisi merefleksikan tingginya tingkat kebutuhan bahan baku untuk industri dalam negeri. Naiknya impor bahan baku dan barang modal menjadi indika­tor industri dan investasi yang sehat.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, total ekspor Indonesia sepanjang Januari mencapai 14,45 miliar dolar AS. Sedangkan, impornya sebesar 15,13 miliar dolar AS. Alhasil, neraca perdagangan Indonesia defisit 670 juta dolar AS. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya