Berita

Foto/Net

Bisnis

RI Dapat Dukungan Asosiasi Sawit Eropa

Lawan Diskriminasi Parlemen Benua Biru
RABU, 14 FEBRUARI 2018 | 11:14 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Indonesia tak sendiri lagi dalam upaya melawan resolusi minyak sawit oleh Parlemen Uni Eropa. Asosiasi industri sawit Eropa yang tergabung dalam European Palm Oil Alliance (EPOA) menyatakan siap membela produk minyak sawit Indonesia melawan diskriminasi.

Ketua EPOA Frans Claas­sen mengatakan, alasan mem­bantu minyak sawit Indonesia melawan diskriminasi parlemen Eropa karena adanya rasa saling membutuhkan.

"Kami adalah kawan Indone­sia di Eropa. Kawan yang ses­ungguhnya adalah kawan yang saling membutuhkan," ujarnya dalam pertemuan dengan para pemangku kepentingan sektor kelapa sawit Indonesia di Ja­karta, kemarin.


Hadir dalam pertemuan terse­but antara lain Ketua Komisi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) Aziz Hidayat, Ketua Harian Asosiasi Produsen Bio­fuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan, dan Direktur Ek­sekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Danang Girindrawardana.

Menurutnya, masih banyak kesalahpahaman tentang minyak sawit di Eropa. Ini dibuktikan dengan masih banyak kebijakan yang diskriminatif termasuk implementasi food labeling.

"Kami ingin memberikan pan­dangan yang seimbang dan objek­tif tentang kelapa sawit. Kami juga memfasilitasi dan mendukung aliansi industri nasional pada komitmen minyak sawit berkelan­jutan di Eropa," katanya.

Menurut Claassen, EPOA hadir bukan untuk mempromo­sikan minyak sawit Indonesia di Eropa saja, tapi untuk menun­jukkan fakta yang sesungguhnya tentang kelapa sawit Indonesia. Baik terkait dengan manfaat minyak sawit maupun terkait isu-isu keberlanjutan.

"Anda tidak bisa sendiri mela­wan Uni Eropa. Ada 28 negara anggota Eropa yang berbicara da­lam berbagai bahasa. Dan, setiap negara itu, harus didekati dengan cara yang berbeda," tuturnya.

Untuk mengurangi tekanan terhadap produk minyak sawit Indonesia, EPOA melakukan komunikasi dengan sejumlah LSM di Eropa yang selama ini kritis terhadap industri kelapa sawit. EPOA sendiri menolak diskriminasi dan penolakan terhadap minyak sawit oleh Parlemen Uni Eropa.

Menurutnya, produk minyak sawit yang masuk ke Eropa 69 persen adalah produk minyak sawit berkelanjutan. Dan, tren penggunaan minyak sawit di Uni Eropa terus meningkat seiring peningkatan produksi minyak sawit berkelanjutan dari Indo­nesia dan Malaysia.

Dia menambahkan, sektor kelapa sawit Indonesia sudah berkelanjutan dan mendukung pencapaian tujuh kriteria Sus­tainable Development Goals (SDGs). Antara lain pengen­tasan kemiskinan, pengemban­gan ekonomi wilayah, serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. "Karena kami berkomitmen untuk mencapai 100 persen sawit yang masuk ke Uni Eropa adalah sawit yang berkelanjutan," katanya.

Ketua Komisi ISPO Aziz Hi­dayat mengatakan, keberadaan EPOA sangat membantu kam­panye positif minyak sawit Indonesia di Eropa. Termasuk terkait perkembangan sertifikasi ISPO. EPOA juga memberikan informasi yang objektif tentang kriteria-kriteria di dalam ISPO.

"Kami senang karena EPOA adalah mitra yang tepat untuk menjelaskan fakta obyektif tentang perkembangan isu ke­berlanjutan minyak sawit di Indonesia dalam rangka me­menuhi Amsterdam Declaration fully implemented pada 2020," kata Aziz.

Duta Besar RI untuk Italia Esti Andayani mengatakan, Negeri Pizza mendukung Indonesia da­lam penggunaan minyak kelapa sawit sebagai salah satu biofuel di pasar kawasan Uni Eropa.

"Dari awal Italia itu pendu­kung kita, di mana pun, mau di WTO (World Trade Organi­zation) atau di Uni Eropa dan di Parlemen Eropa. Untuk isu kelapa sawit, Italia juga mendu­kung kita," ujarnya.

Menurut Esti, pemerintah Italia mendukung penggunaan minyak kelapa sawit di kawasan Uni Eropa karena negara terse­but membutuhkan minyak sawit untuk bahan produk-produknya. Mulai dari produk makanan hingga kecantikan.

"Saya bertemu dengan Presi­den Ferrero Rocher, produk cokelat dan Nutela mereka se­gala macam, pakai minyak ke­lapa sawit. Karena minyak sawit dibandingkan minyak-minyak yang lain lebih tahan lama dan tidak berubah menjadi basi. Masa kedaluwarsa produknya menjadi lebih panjang," ungkap Esti. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya