Pelaku industri pelayaran mengaku siap menjalankan amanat Peraturan Menteri PerÂdagangan (Permendag) No 82 Tahun 2017 soal kewajiban ekÂspor impor menggunakan kapal lokal. Mereka minta insentif agar implementasinya berjalan lancar.
Ketua Umum Indonesian NaÂtional Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menÂgatakan, aturan tersebut bisa meningkatkan daya saing industri pelayaran nasional. "Kami siap melaksanakan aturan tersebut, tapi bertahap," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Ia mengaku, salah satu tanÂtangan INSA untuk menduÂkung kewajiban tersebut adalah masalah biaya kargo (freight). Biaya freight menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya saing bagi produk ekspor khususnya batu bara dan Crude Palm Oil (CPO) .
"Untuk itu tentunya INSA juga akan mengikuti perkemÂbangan harga
freight yang berÂlaku di pasar internasional untuk angkutan batu bara dan CPO," katanya.
Ia berharap, pemerintah bisa memberikan insentif dan kebiÂjakan yang bersifat equal treatÂment bagi pelayaran nasional. keÂbijakan yang dibutuhkan dari sisi moneter adalah bunga bank yang rendah. Saat ini, bunga bank bagi pelayaran nasional yang masih berkisar 10-12 persen. Selain itu, pengusaha kapal juga berharap bantuan dari sisi fiskal.
Selain menjadi peluang, PerÂmendag 82 juga menjadi tantanÂgan besar bagi anggota INSA. Khususnya, dalam pengadaan dan pengoperasian kapal untuk angkutan ekspor mengingat kebuÂtuhan kapal yang sangat besar.
"Misalnya untuk batu bara saja diperlukan sekitar 416 shipÂment per tahun, maka tentunya diperlukan waktu yang cukup untuk memenuhi ketersediaan kapalnya," ujarnya.
Ia mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) teÂlah memfasilitasi para pelaku usaha untuk menyusun roadÂmap terkait ketersediaan kapal. "INSA, APBI (Asosiasi PenÂgusaha Batu bara Indonesia), Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) akan membuat roadmap," katanya.
Menurut Carmelita, INSA, APBI dan Gapki akan memetaÂkan berapa besar volume cargo batubara dan CPO yang akan diÂangkut setiap bulannya. "Nanti dihitung juga jenis, ukuran dan jumlah kapal yang harus disiapÂkan agar kegiatan ekspor tidak terganggu," ungkapnya.
Nantinya, kata dia, kapal yang disediakan akan berkualitas seÂsuai dengan kebutuhan pemilik barang. Khususnya terkait denÂgan spesifikasi teknis kapal, misÂalnya tipe dan ukuran kapal.
Sebelumnya, pengusaha masih menunggu kesiapan inÂdustri pelayaran terkait dengan kewajiban menggunakan kapal lokal dalam kegiatan ekspor imÂpor. Jika belum siap, pengusaha minta aturan tersebut ditunda.
Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang mengatakan, kesiapan dari industri pelayaran sangat diperlukan jika ingin aturan tersebut berjalan lancar. "Kami dalam posisi menunggu kesiapan mereka, karena kami kan cuma pengguna jasa merÂeka," ujarnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu bara IndoÂnesia (APBI) Hendra Sinadia meminta, Kemendag mengÂkaji kembali kewajiban mengÂgunakan kapal lokal. Hal itu agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan internasional. ***