Ada beberapa alasan orang meneruskan informasi hoax atau berita bohong.
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menyebut ada empat alasan. Pertama, karena diperoleh dari orang dipercaya.
"Kedua, mengira bermanfaat. Informasi banyak hal bisa dianggap bermanfaat semisal mengenai kesehatan," kata Setyo mengawali sesi III pararel Konvensi Nasional Media Massa Hoax, Literasi Media dan Demokrasi Kita dalam rangka Hari Pers Nasional 2018 di Hotel Grand Inna, Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis (8/2).
Selanjutnya informasi itu dikira benar. Setyo mengaku pihaknya kerap mendapat pengaduan seperti kabar penculikan anak atas nama Divisi Humas Mabes Polri.
"Saya menyatakan itu hoax. Divisi Humas Polri itu ada pernyataan pers, ada kronologinya begini. Tak pernah kami tulis di media sosial," jelasnya.
Alasan keempat meneruskan informasi hoax karena ingin menjadi orang pertama yang tahu.
"Hoax sudah ada dulu. Ingat April Mop. Belum ada sosial media, belum ada internet tidak terlalu mempengaruhi. Sekarang ada internet, media sosial menyebar ke mana-mana dan sangat mempengaruhi kehidupan kita," tuturnya.
Setyo pun memaparkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menunjukkan 130 juta pengguna internet di Indonesia. Namun hanya 30 persen menggunakan medsos dengan baik.
"Agar dipahami jejak digital tidak bisa hilang walaupun sudah dihapus, tetap saja ada," katanya mewanti-wanti.
Forensik Polri bisa memunculkan kembali jejak digital yang terhapus. Untuk itulah dibentuk Direktorat Siber Bareskrim, Direktorat Keamanan Khusus di Baintelkam dan Biro Multimedia di Divisi Humas yang bertugas mengawasi konten negatif dan hoax di media sosial.
Beberapa kasus hoax yang pernah ditangani Polri antara lain Saracen yang heboh tahun lalu juga akun anonim Ringgo Abdillah yang menjelek-jelekkan Presiden Joko Widodo, menteri hingga artis.
Ketika pihaknya mendapatkan konten-konten negatif yang dianggap menyerang seseorang maka langsung dilakukan profiling atau penyelidikan. Setelah diketahui penyebar konten tersebut barulah pendekatan secara persuasif. Langkah lain dengan memberi cap hoax jika persuasif tidak ampuh.
"Kami capture dan cap hoax kemudian disebarluaskan di media sosial resmi Divisi Humas Polri," terang Setyo.
Namun, lanjutnya, jika hal tersebut tak juga diindahkan dan penyebar konten sudah tidak bisa dibina lagi, maka pihaknya tak segan-segan menindak tegas sesuai undang-undang yang berlaku.
"Kalau tidak bisa dibina lagi, dibinasakan," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Setyo mengajak masyarakat menggunakan internet sehat dengan memperhatikan tiga hal yakni logika tentang benar dan salah, etika berbicara baik dan buruk, serta estetika atau keindahan.
[wah]