PT Dirgantara Indonesia/PTDI (Persero) menargetkan pangsa pasar potensial pesawat N 219 mencapai 276 unit selama 10 tahun mendatang. Meski, secara global kebutuhan pesawat sejenis ini bisa mencapai 2.000 unit.
Kepala Divisi Penjualan Direktorat Niaga PTDI, Ade Yuyu Wahyuna mengatakan, peÂsawat N 219 dirancang untuk meÂmenuhi kebutuhan penerbangan, khususnya pada wilayah-wilayah dengan geografis pegunungan ataupun perbukitan.
Karenanya, melihat sambuÂtan pasar yang cukup positif, pihaknya optimis bisa menarik pangsa pasar yang ada.
"Dari kebutuhan global yang ada, tentu kami harus menenÂtukan target kami. Kita targetÂkan 276 unit pesawat (N 219) dengan proyeksi 10 tahun ke depan," ujarnya, di Bandung, Jumat (2/2).
Menurutnya, selain mengincar pasar domestik, pesawat bernama Nurtanio ini juga memiliki potensi pasar ke beberapa negara lain yang memiliki karakteristik geografis seperti di Indonesia. Misalnya, sebagian besar ada di wilayah Afrika dan Amerika Latin.
"Dari 276 unit itu, hanya 96 unit yang berasal dari pasar lokal. Misalnya pemerintahan seperti Papua dan Kalimantan," katanya.
Saat ini, pihaknya masih melakukan serangkaian uji coba terbang pesawat N 219 sebagai syarat mendapatkan sertifikasi layak terbang. Sebab, pesawat tersebut baru membukukan 17 jam terbang dari 300 jam syarat sertifikasi tersebut.
Terakhir, uji coba terbang ke 15 kalinya selama satu jam baru saja dilakukan di Landasan Bandara Husein Sastranegara, Bandung, pada pukul 09.00 WIB. Di mana, Ester Gayatri Saleh menjadi pilot pesawat.
"Ya, ini uji coba ke 15 untuk pesawat N 219 dengan jam terÂbang total 17 jam," kata Tenaga Ahli PTDI, Andi Alisjahbana.
Sebelumnya, Direktur UtaÂma PTDI, Elfien Goentoro menerangkan, untuk memperÂcepat pemenuhan sertifikasi laik terbang dari KementeÂrian Perhubungan (Kemenhub), pihaknya akan kemabali merilis purwarupa N219 kedua pada akhir Februari nanti.
Rencananya, purwarupa pesaÂwat kedua N219 Nurtanio akan digunakan untuk pengujian sysÂtem test, seperti avionic system, electrical system dan flight conÂtrol. Sehingga, dua purwarupa pesawat tersebut bisa menjalani serangkaian tes yang berbeda.
"Jadi, untuk uji terbang kita bagi menjadi dua, 50:50, tidak hanya dengan satu product deÂvelopment, ini untuk mengejar target jam terbang menjadi 350 jam, jadi proses sertifikasi bisa dipercepat," katanya.
Dengan begitu, serangkaian test penerbangan ini bisa selesai sesuai target yakni pada akhir Tahun 2018.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) beberapa waktu lalu baru saja mengembangkan bandara Wiriadinata TasikmaÂlaya dan telah dikerjasamakan dengan TNI Angkatan Udara (AU) untuk penerbangan sipil.
Menurut Kepala Bandara Wiriadinata Cirebon, Mark Ferdinan, dengan pengembanÂgan yang dilakukan tahun ini, mulai dari perpanjangan runway (landasan pacu) hingga memÂperbesar kapasitas penumpang, diharapkan mampu menarik lebih banyak pengguna jasa penerbangan.
Termasuk, jenis pesawat yang bisa mendarat di bandara. Ia mencontohkan, pesawat N 219 bisa memanfaatkan penerbanÂgan menuju Tasikmalaya. Hal ini, sekaligus guna mendukung produk buatan dalam negeri.
"Ya, harapannya dengan perÂluasan ini, kapal sejenis N 219 juga bisa terbang dan mendarat di sini. Sekarang kan yang bisa juga baru pesawat jenis ATR," harapnya saat berbincang denÂgan
Rakyat Merdeka.
Seperti diketahui, bandara Wiriadinata menjadi salah satu faktor penghubung jalur Selatan Jawa. Apalagi, Presiden RI Joko Widodo juga telah menginstrukÂsikan perpanjangan runway menjadi 1.600 meter dari sebeÂlumnya hanya sepanjang 1.400 meter. ***