Rencana Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjaho Kumolo mengangkat dua jenderal Polri jadi pejabat sementara (Pj) Gubernur terus berpolemik. Banyak pihak menolak rencana itu karena menabrak undang-undang. Jika dipaksakan, surat keputusan (SK) pengangkatan Pj Gubernur itu bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Diketahui, ada dua nama perwira tinggi (pati) Polri diusulkan jadi Pj Gubernur selama pilkada berÂlangsung. Yakni Asisten Operasi (Asops) Kapolri Irjen Mochamad Iriawan untuk posisi Pj Gubernur Jawa Barat (Jabar) dan Kepala Divisi Propam Polri Irjen Martuani Sormin untuk posisi Pj Gubernur Sumatera Utara (Sumut).
Pengamat politik dari Indonesian Publik Institute (IPI) Karyono Wibowo meÂnilai, jika rencana pengangkatan anggota Polri jadi Plt Gubernur direalisasikan, maka Surat Keputsusan (SK) itu berpotensi di PTUN-kan dengan alasan menabrak undang-undang. "Kalau ada peraturan dilanggar, kemudian dikeluarkan SK penÂgangkatannya, tentu berpotensi bisa di-PTUN-kan atau dibawa ke ranah pengadilan," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Selain menabrak Undang-undang Pilkada dan Aparatur Sipil Negara (ASN), rencana mengangkat pati polri jadi Pj Gubernur itu berpotensi meÂlanggar Peraturan Mendagri (Permendagri) Nomor 74 Tahun 2016, Pasal 4 (2) bahwa Pelaksana Tugas Gubernur harÂus berasal dari pejabat pimpiÂnan tinggi madya Kementerian Dalam Negeri atau Pemerintah Provinsi (Pemprov).
Diharapkan, Kemendagri mengkaji lagi rencana pengangkatakan pati Polri menÂjadi Pj Gubernur. "Saya kira Kemendagri harus mengkaji ulanglah," tandasnya.
Senada diungkapkan pakar hukum tata negara, Irman Putra Sidin. Irman menilai, pengisian Pj Gubernur dari unsur Polri jelas bertentangan dengan UU Pilkada serta UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang ASN.
Irman menjelaskan, Pasal 201 Ayat 10 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sudah dijelaskan, untuk mengisi kekoÂsongan jabatan Gubernur selama berlangsungnya pilkada, maka diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpiÂnan tinggi madya sampai sampai selesai pelantikan Gubernur terpilih.
Adapun pemimpinan madya dimaksud telah didefinisikan dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yakni sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah.
"Jadi (Pj Gubernur) ini tidak boleh (diberikan) kepada orang yang menduduki jabatan setÂingkat karena hal ini justru bisa menyeret institusi Polri dan TNImenyalahi konstitusi. Konstitusi sudah memberikan batasan tegas peran dan otoritas institusi Polri dan TNI yakni menjaga kedaulaÂtan negara, keamanan, ketertiban serta penegakan hukum," ujar Irman, kemarin.
Sesuai aturan, lanjut dia, Polri atau TNI hanya diperbolehkan mengisi jabatan untuk instansi pusat bukan pemerintahan daerah. Amanat ini sudah sampaikan pada PP Nomor 11 Tahun 2017 khususÂnya Pasal 147 serta 148 (2).
"Perlu dicermati, jikalau keÂmudian Kemendagri memuÂdahkan anggota Polri untuk dijadikan personel pemerintahan maka hal ini jangan sampai akan menjadi eskalasi metamorfosa. Polri akan dijadikan institusi di bawah Kemendagri, tentunya ini bertentangan dengan konstitusi," tukasnya.
Sementara, Mendagri Tjaho Kumolo mengklaim rencana pengangkatan dua Pj Gubernur itu sudah diketahui Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Jokowi disebut tak memperÂmasalahkan usulan itu lantaran penunjukan perwira TNI sebagai gubernur itu dikarenakan alasan keamanan. ***