Sudah sebulan ini, harga beras mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Berbagai faktor jadi penyebab tingginya harga makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia ini.
Harga beras yang tinggi, tidak membuat perdagangan beras sepi. Di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, aktivitas berlangsung seperti biasa. Bongkar muat beras yang baru datang dari daerah, maupun beras yang akan diantar ke peÂlanggan, tetap berjalan.
Kemarin siang, truk-truk beruÂkuran besar hingga medium serta mobil pick up berukuran kecil, lalu lalang di pusat perdaganÂgan beras terbesar di Ibu Kota. Kegiatan seperti itu, berlangsung hingga hari menjelang sore.
Hari itu A, pedagang beras yang menolak ditulis namanya, sedang serius mengamati ponselnya. Sesekali, pemilik toko beras di Blok HB PIBC itu, mencatatÂkan beberapa hal yang dilihatnya di layar ponsel pintarnya ke buku catatan di meja kecil, persis di depan tokonya.
Sementara Amengamati ponseldan menulis di buku catatan, beberapa anak buahnya sibuk menyusun dan mengatur berkarung-karung beras yang berada di toko tersebut. Di toko seluas sekitar 50 meter persegi itu, beras-beras yang telah ada di karung, ditumpuk hingga mencapai plafon toko. Lebih dari 20 tumpukan.
Beras-beras berkualitas bagus dengan ukuran 10 dan 20 kiloÂgram (kg), ditumpuk di muka toko. Sementara yang kualitas di bawahnya, ditumpuk berjejer hingga ke bagian belakang toko. Tumpukan-tumpukan beras itu membuat sebuah ruangan kecil dalam toko, yang dipakai sebaÂgai kantor, tampak terjepit.
Dari pengamatan selama beÂberapa saat di toko milik A, hanya ada satu pembeli yang datang.Dengan akrab, Amelayani pemÂbeli, yang katanya sudah menjadi langganannya sejak lama. Setelah tawar menawar, kesepakatan pun dicapai. Tak lama pembeli itu berada di toko milik A.
Amenjelaskan, sebelum membeli, pelanggannya ingin meminta kepastian harga beberapa waktu ke depan. "Soalnya, saat ini harga paling murah Rp 10.500, untuk beras Bulog. Sedangkan palÂing mahal 13 ribu, untuk beras lokal," terangnya, saat ngobrol dengan Rakyat Merdeka.
Hingga kemarin, Amengaku masih terus memantau perkemÂbangan harga beras di daerah. Saat disambangi, dia mengaku sedang melihat informasi yang disampaikan rekannya melalui aplikasi Whatsapp mengenai harga beras di Jawa Tengah.
"Info terakhir yang diterima hari ini, harga sudah Rp 11.500 per kg. Tanggal 17 Januari lalu masih Rp 12.300 per kg. Ini artinya ada penurunan sekitar Rp 800," ujarnya, kemarin.
Katanya lagi, penurunan itu terjadi karena saat ini sudah meÂmasuki awal musim panen. Masa panen mencapai puncaknya pada Februari nanti. "Belum semuanya panen, Februari nanti puncak. Terakhir gabah juga sudah Rp 5.800 per kg. Pokoknya, masih saya lihat perkembangannya dari Jateng," tutur A.
Tak hanya Jateng, Ajuga kerap mendapatkan pasokan dari wilayah Sumatera Utara. Makanya, dia pun selalu mendapatkan informasi dari wilayah itu. Saat ini, kata dia, untuk berasa kualitas sama dengan informasi yang didapatnya di Jateng, harganya berada di Rp 11.500 per kg. "Dari Sulawesi juga saya pantau," tambahnya.
Dia mengaku tak ambil pusing dengan rencana pemerintah yang akan mengimpor beras. Soalnya, menurut A, hal itu tidak terlalu berpengaruh kepadanya. Yang dia takutkan malah ada gejolak di kalangan petani, karena akan memasuki masa panen.
"Kalau jadi impor dan ada gejolak di petani, menurut saya, beras yang diimpor bakalan disimpan dulu di gudang. Bisa buat stok itu," sarannya.
Apun tidak mengetahui secara pasti, kapan beras bisa kembali ke HET yang telah ditetapkan pemerintah. Lagipula, menurut A, sebenarnya pedagang cukup kesulitan dengan aturan HET. "Baru kali ini saja pemerintah menentukan HET untuk beras," herannya.
Lebih lanjut, lanjut dia, tingÂginya harga tidak berpengaruh terhadap penjualan pedagang. Dari sisi penjualan, katanya, sama saja seperti saat harga beÂras tidak seperti sekarang.
"Saya sudah sering ketemu ibu-ibu yang bilang, harga berasmaÂhal, tapi saya bilang sebenarnya itu nggak mahal," ucapnya.
Mahalnya harga beras di PIBC pun terlihat di pasar yang lebih kecil. Harga beras di tingÂkat pengecer atau pasar tradisional masih terpantau tinggi. Salah satu pedagang di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Ade menyatakan, harga beras dengan merek Petruk kini dijual seharga Rp 11 ribu per liter. Biasanya, beras merek tersebut dijual seharga Rp 8 ribu hingga Rp 9 ribu per liter.
Dia mengaku, kenaikan terseÂbut terjadi selama dua bulan terakhir secara bertahap. Ade menerangkan, pedagang biasa menjual beras dengan satuan liter. Untuk per kg, dia menyebut mesti menambah Rp 2 ribu per kg. Artinya, beras merek Petruk sekarang sekitar Rp 13 ribu per kg. "Sebelum panen nggak akan turun. Kalau beras nggak panen kan habis," tutur Ade.
Ia menambahkan, beras Petruk sekarang dipatok seharga Rp 620 ribu per karung atau 50 kg. Sebelumnya, beras ini dipasok dengan harga Rp 490 ribu per karung. Selain itu, dia menyebutkan, beras merek Jeruk dijual seharga Rp 12 ribu per liter.
Sebelumnya, beras tersebut diÂjual seharga Rp 9 ribu sampai Rp 10 ribu per liter. Dengan begitu, beras paling mahal di lapaknya ini sekarang seharga Rp 14 ribu per kg. "Jeruk per karung modalnya Rp 650 ribu. Jeruk dulunya Rp 551 ribu," jelasnya.
Sementara, beras paling murah ialah merek Tomat. Biasanya, ia menjual seharga Rp 8 ribu per liter. Sekarang, merek Tomat dijual seharga Rp 9.500 per liter. Artinya, per kg dijual seharga Rp 11.500. "Konsumen komplain ya komplain, tapi ya namanya makanan pokok," ucapnya.
Pedagang lain, Arif mengeluhÂkan hal yang sama. Beras yang biasa dijual seharga Rp 9 ribu per liter, kini Rp 12 ribu per liter. Dia juga menyebutkan, untuk beras merek Jeruk dijual seharga Rp 12.500 per liter hingga Rp 13 ribh per liter. Padahal, sebelumÂnya dia menjual seharga Rp 10 ribu-Rp 10.500 per liter. "Beras paling murah sekarang Rp 10 ribu per liter. Dulunya Rp 7-8 ribu per liter," ujar Arif. ***