Di Tengah kontroversi implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 tentang tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia yang telah diubah menjadi Permen KP No 71 tahun 2016, KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tetap memikirÂkan kesejahteraan dan ruang penghidupan jutaan nelayan tradisional.
Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati mengatakan, ada sejumlah respons nelayan terkait proses implementasi dari kebijakan pengaturan alat penÂangkapan ikan ini. Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, misalnya, sampai saat ini belum melakukan program peralihan kebijakan alat tangkap dengan maksimal.
Menurut dia, fakta di lapangan ditemukan kurang lebih 1.360 nelayan Indramayu yang harus mendapatkan penggantian alat tangkap. Ironisnya, baru 320 nelayan yang memperoleh pengÂgantiannya.
"Tak sigapnya DKP Kabupaten Indramayu menyebabkan menumpuknya persoalan pergantian alat angkap pada akhir batas waktu implementasi. Dampaknya, nelayan tak punya pilihan lain selain memakai alat tangkap yang lama," ujar Susan.
Dari sejumlah temuan, Susan menyampaikan, di antara neÂlayan di Kabupaten Kendal Jawa Tengah yang telah mendaftar peralihan alat tangkap merasa, alat tangkap baru tidak sesuai dan tidak dapat digunakan untuk menangkap ikan.
"Dengan alat yang baru nelayan Kendal tidak dapat menghasilkan tangkapan ikan. Pada saat bersaÂmaan, kami melihat pro kontra akan terus bergulir," ujarnya.
Bukan hanya itu, Susan menÂgatakan, nelayan di Kabupaten Jepara, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Serdang Bedagai menunjukkan respons persetuÂjuan adanya peraturan pelaranÂgan alat penangkapan ikan yang diatur dalam peraturan menteri.
Perwakilan Forum Nelayan Jawa Tengah Sugeng Triyanto menyatakan, bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana laut tetap dikelola berkelanjuÂtan. "Karena laut bukan hanya untuk kita yang hidup hari ini, melainkan juga untuk anak cucu kita," ujarnya.
Menurut Sugeng, kebijakan pelarangan alat tangkap seÂharusnya didasari komitmen mengatur pengelolaan kelautan dan perikanan secara berkelanÂjutan. Namun, dalam skema implementasi kebijakan terseÂbut, tercatat beberapa hal yang membuat kebijakan ini masih perlu waktu.
Di antaranya, adanya perÂmasalahan dalam skema banÂtuan peralihan alat tangkap yang belum merata dan tidak sesuai spesifikasi alat tangÂkap yang dibutuhkan nelayan. "Implementasi kebijakan masih belum mengakomodir kebutuhan dan keragaman nelayan dengan kondisi geografis pesisir yang berbeda-beda," ujarnya.
Kedua, kebijakan alat tangkap tidak dimasukan dalam konteks yang lebih luas, dengan kebijakan lainnya. Ekosistem perairan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahÂkan. Karenanya penegakkan dan penindakan hukum di lapangan tidak bisa terbatas hanya kepada nelayan yang yang dilarang oleh kebijakan.
KIARA menilai, ada kesenÂjangan antara semangat dari kebijakan pengelolaan kelautan dan perikanan melalui kebijakan alat penangkapan ikan dengan implementasinya.
"Skema implementasi belum melihat disparitas kebutuhan dan kemampuan serta konteks keragaman dari masyarakat pesiÂsir, baik dalam aspek sosiologis, geografis, maupun ekonomi politik," pungkas Susan. ***