Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
SAMA dengan arogansi mayoritas; tirani minoritas juga tidak sejalan dengan spirit Pancasila dan jiwa agama. Tirani minoritas terjadi manakala kelompok minoritas memaksakan kehendaknya secara berÂlebihan, melampaui porsi yang sewajarnya dalam arti luas. Dalam linÂtasan sejarah bangsa Indonesia anarkisme mayoritas dan tirani minoritas pernah terÂjadi. Almarhum Prof Deliar Noor dalam beÂberapa pernyataannya sering mensinyalir kenyataan ini. Anarkisme mayoritas ialah keÂsewenang-wenangan yang dilakukan kelomÂpok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Hanya karena kelompok minoritas tidak berÂdaya menghadapi kelompok mayoritas maka perasaan terdhalimi jarang terungkap ke perÂmukaan.
Dalam lintasan sejarah, Indonesia juga memiliki pengalaman dengan konsep tirani minoritas, dalam arti sekelompok kecil angÂgota masyarakat dari kalangan minoritas meÂmaksakan kehendaknya dengan mengusung isu Hak Asasi Manusia (HAM). Kelompok minoritas yang demikian ini dapat dikategoÂrikan tirani minorits. Sekalipun mereka beÂrasal dari kelompok minoritas tetapi meminta hak-hak yang setara dengan yang diperoleh kelompok mayoritas dengan alasan sama-sama sebagai warga bangsa, sama-sama umat beragama, sama-sama dari kelompok agama yang mendapatkan pengakuan resÂmi dari pemerintah, dan sama-sama sebaÂgai warga negara yang dilindungi hak-hak kedaulatannya di dalam wilayah NKRI.
Tirani minoritas dapat memicu persoalan jika ada di antara mereka yang meneriakkan yel-yel atau ujaran membakar semangat keÂbencian dan permusuhan kepada kelompok mayoritas. Peristiwa tirani minoritas terjadi manakala tuntutan-tuntutan kelompok miÂnoritas dikabulkan pemerintah tanpa memÂperhatikan keberadaan kelompok mayoritas. Hanya lantaran kekuatan penguasa yang mem-back-up maka keinginan-keiinginannya dipenuhi. Sementara suara dan reaksi kelÂompok mayoritas tidak diakui keberadaanÂnya karena masih sedang bergejolak. SerÂing dikesankan bahwa umat Islam Indonesia lebih banyak menjadi penonton daripada sebagai pemain di negerinya sendiri. Ibarat sebuah keluarga, umat Islam dikesankan seagai "anak pertama" yang sering berebuÂtan mainan dengan adiknya. Bapak/ibu serÂing melerai pertengkaran itu dengan menÂgorbankan "sang kakak" dan memenangkan "sang adik". Mungkin pendekatan seperti ini efektif mewujudkan ketenangan tetapi lakÂsana api dalam sekam, sewaktu-waktu bisa meledak.
Populer
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
UPDATE
Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10
Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07
Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54
Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31
Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10