Berita

Mardiyana-Sumaryoto/Net

Politik

Indonesia Bisa Bubar Jika Tidak Bebas Dari Belenggu Korupsi

SABTU, 20 JANUARI 2018 | 17:25 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

. Sejarah mencatat korupsi telah menghancurkan banyak negara dan lembaga. Mesir kuno hancur karena korupsi, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang berdiri pada 1602 gulung tikar pada 1799 karena korupsi, bahkan Kekaisaran Romawi yang perkasa pun binasa karena korupsi.

"Kini, korupsi pun mengancam eksistensi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," kata politikus Sumaryoto Padmodiningrat ketika menyampaikan kuliah umum di hadapan ratusan mahasiswa dan civitas akademika Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Bangsa di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (20/1).

Sumaryoto yang juga pengusaha dan mantan anggota DPR RI ini membawakan makalah berjudul "Korupsi Mengancam Eksistensi NKRI" dalam kuliah umum yang juga dihadiri Ketua Yayasan/STIE Pelita Bangsa HM. Mardiyana.


Indonesia, kata Sumaryoto, bisa menjadi negara gagal dan kemudian bubar bila tidak bisa membebaskan diri dari belenggu korupsi. Dia merujuk contoh negara-negara gagal di zaman modern ini, yang dipicu oleh korupsi yang berkelindan dengan kemiskinan dan konflik bersenjata, antara lain Somalia, Sudan, Sudan Selatan, Afrika Tengah, Yaman, Suriah, Chad, Kongo, Afghanistan dan Haiti.

"Yang terbaru sebagai negara gagal adalah Venezuela," cetusnya.

Indonesia, lanjut Sumaryoto, terus diguncang skandal korupsi pasca-gerakan Reformasi 1998. Selain korupsi raksasa Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el), ada berbagai kasus rasuah yang pelakunya tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertanyaannya, apakah kecemasan kita sebagai anak bangsa terbatas pada lenyapnya uang negara yang dirampas koruptor.

"Jawabnya tidak, episentrum masalah bukan semata kerugian negara. Betul, kerugian finansial menjadi salah satu masalah pokok karena terjadi ketidakadilan, di mana ada satu atau dua orang kuat dan berkuasa kenyang, sementara jutaan rakyat kelaparan. Namun, jika kita serius menyelami, fokus utama yang menjadi keharusan bagi elite bangsa terletak pada relasi sebab-akibat antara korupsi dan eksistensi negara. Muatan utama refleksi tidak lagi semata korupsi dan kerugian negara, tetapi permasalahan korupsi ideologis," papar Sumaryoto yang juga Ketua Dewan Pembina Persatuan Perangkat Desa Republik Indonesia (PPD) RI ini.

Dalam korupsi, ada bahaya terselubung, yakni pembunuhan ideologi negara. Pembunuhan ideologi masuk dari pintu sindikalisme berupa pelaksanaan kebijakan-kebijakan (kotor) negara untuk kepentingan persekongkolan jahat, kendati memakai baju kepentingan umum.

"Dalam sindikalisme korupsi atau sindikat koruptor, empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, yang bersifat koeksistensif digerogoti oleh kepentingan persekongkolan. Ekses yang paling mencelakakan adalah deklinasi tajam kepercayaan publik terhadap ideologi dan simbol-simbol kebangsaan," terang Chief Executive Officer (CEO) Konsultan dan Survei Indonesia (KSI) itu.

Dalam sindikat koruptor, jelas Sumaryoto, jembatan representasi rakyat yang diembankan kepada kelompok kelas perwakilan, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif, mengalami patahan tak tersambungkan. Mengutip pendapat Gaetano Mosca, patahan paling mencolok ada pada kelakuan destruktif lembaga legislatif, yang berbuntut keraguan akan masa depan pemerintahan representatif.

"Guncangan besar eksistensi bangsa ini terletak di sana. Sebab, dari sudut pandang sindikalisme, korupsi tidak lagi sekadar penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan diri atau orang lain. Namun, korupsi merupakan tindakan sekelompok orang yang berkuasa, yang sengaja menghancurkan ideologi negara lewat sindikat korupsi. Dalam sindikalisme korupsi bersemayam pengeroposan ideologi negara," urainya.

Korupsi, masih kata Sumaryoto, juga menghambat pembangunan dan memperparah kemiskinan jutaan orang di Indonesia. Mengutip data Indonesia Corruption Watch (ICW), dalam 15 tahun terakhir, kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 205 triliun.

"Tingginya angka korupsi ternyata berbanding lurus dengan angka kemiskinan," tandas Sumaryoto sambil mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) di mana pada Maret 2017 jumlah penduduk miskin mencapai 27,77 juta (10,64 persen dari jumlah penduduk Indonesia) atau bertambah 6,90 ribu orang dibandingkan September 2016 sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen). [rus]

Populer

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya