Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum sependapat soal holding tambang. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakin holding bermanfaat besar bagi negara khususnya holding tambang. SemenÂtara DPR menilai holding tambang tidak sesuai amanat konstitusi.
Deputi Bidang Usaha PerÂtambangan, lndustri Strategis, dan Media, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Fajar Harry SamÂpurno mengklaim keberhasiÂlan divestasi 10 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) pada Jumat (12/1) berkat holdÂing tambang.
"Betul, kalau tidak dilakuÂkan holding tambang kekuaÂtannya tak besar, karena MenÂteri Keuangan (Sri Mulyani) bilang ini tidak menggunakan APBN (Anggaran PendapaÂtan dan Belanja Negara) atau pun daerah," kata Harry saat dihubungi Rakyat Merdeka, Sabtu (13/1) malam.
Dijelaskannya, holding BUMN ini bermanfaat beÂsar bagi negara. Selain adanya efisiensi, tentu menurut dia perusahaan BUMN jadi makin kuat. Salah satu conÂtoh dampak positif holding tambang yaitu, mampu mendorong PTFI lakukan divestasi saham 10 persen bahkan nanti 51 persen.
"Target 51 persen jangankan tahun ini, kita pastiÂkan beberapa bulan lagi," katanya.
Siapnya PT Inalum mengakuisisi PT Rio Tinto juga disebabkan oleh kekuatan holding. "Kalau PT Inalum sendiri tak bisa makanya perlu penyatuan untuk mengamÂbil alih saham freeport," tuÂturnya.
Harry juga sepakat dengan pernyataan yang menyebut sektor strategis mesti diatur secara langsung bukan melalui badan usaha walau persero. "Ya kita maunya begitu tapi sejak reformasi sudah berubah caranya tapi tetap tujuannya untuk menjalankan amanat Undang-undang Dasar juga," jelasnya.
Jangan Tabrak KonstitusiAnggota Komisi VI DPR Nasril Bahar mengingatkan, sektor strategis harus dikelola langsung jangan malah diatur oleh badan usaha walaupun berstatus persero. Holding jangan sampai menabrak konÂstitusi, pasal 33 UUD 1945.
"Sektor strategis seperti minyak, gas juga pertamÂbangan pengelolaannya oleh negara, dilakukan melalui BUMN dimana terdapat peÂnyertaan secara langsung dari negara," jelasnya.
Lewat konsep holding BUMN dengan skema inÂbreng maka BUMN di sekÂtor strategis seperti antam, bukit asam, juga perusahaan gas negara tak lagi berstatus BUMN. "Ini akan melanggar konsep konstitusi."
Holding BUMN Tambang diharapkan bisa menciptakan kemampuan keuangan yang besar sehingga dapat memÂbeli saham Freeport sampai minimum 51 persen. "Tapi nyatanya divestasi tidak sesÂederhana itu dan akhirnya gagal pada Tahun 2017," kata Nasril.
Menurutnya, Holding peruÂsahaan pelat merah sulit memÂbenahi permasalahan yang ada di tubuh BUMN. "Pemerintah tak perlu melanjutkan dan memaksakan kehendak pemÂbentukan holding. Pemerintah juga diharapkan bersedia mau belajar dari kekeliruan dan kegagalan," ujar Nasril.
Dia menegaskan, ada hal fundamental yang harus diperÂhatikan dari pembentukan holding BUMN ini dan harus benar terkonfirmasi. Yaitu dari aspek hukum, yakni kesesuaÂian dengan konstitusi. Selain itu, mekanisme pembentuÂkan holding ini pun masih disinyalir bermasalah karena diawalnya PP No 72 Tahun 2016 sudah dimasukan ke Mahkamah Agung (MA) unÂtuk di
Judicial Review.
Ini menurutnya berpotensi inkonstitusional, apa lagi PP No 47 Tahun 2017 tentang pembentukan Holding BUMN Tambang sudah digugat ke MA. ***