Berita

Rizal Ramli/net

Bisnis

Rizal Ramli: Beda Dengan Zaman Gus Dur, Bulog Sekarang Malas Dan Pasif

JUMAT, 12 JANUARI 2018 | 23:10 WIB | LAPORAN:

Ekonom senior Rizal Ramli mengkritik keras kebijakan impor yang beras yang dilakukan pemerintah di awal tahun 2018.

"Ajaib ada rapat keputusan harus impor dalam dua-tiga hari ini, yang bener saja, sebentar lagi kan mau panen. Ini membuat petani makin sengsara," kata Menteri Koodirnator bidang Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu dalam sebuah acara di televisi swasta, Jumat (12/1).

Menurut Rizal, salah satu pihak yang patut disalahkan dalam kasus ini adalah Bulog.


"Ini jadi masalah yang tidak lucu. Bulog itu sudah 50 tahun pengalaman, tahu hitug-hitungan dan fakta yang bener soal stabilisasi. Tapi dalam dua tahun terakhir Bulog malas dan pasif. Ini antara sengaja atau tidak sengaja saya enggak tahu nih, saya paham kok setiap tahun harus beli berapa," tegas Rizal yang juga pernah menjabat Kepala Bulog itu.

Rizal mempertanyakan fakta bahwa harga beras di Thailand dan Indonesia bedanya terlampau jauh. Seharusnya masalah ini harus cepat ditanggulangi oleh Bulog. Sayangnya, kata Rizal, pada panen tahun 2017 kemarin Bulog tidak agresif untuk membeli beras dari petani.

"Ada yang tidak beres dalam sistem distribusi. Pejabat Bulog malas dia kalau beli langsung ke petani dan pakai tengkulak untuk membeli. Akhirnya harga yang diterima petani hanya 20-30 persen dari harga patokan gabah pemerintah. Target 2 juta ton stok beras tak terpenuhi," beber Rizal.

Rizal juga meminta agar Bulog harus berani lakukan bluffing untuk menghajar spekulator beras. Selama ini kata Rizal, Bulog menentukan aturan jika stok 2 hingga 3 juta ton beras untuk mengendalikan distribusi beras di pasar sebanyak 30 juta ton.

Mantan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya itu pun memaparkan grafik yang menunjukkan harga domestik Indonesia-Thailand untuk kelas medium. Dari tahun ke tahun angka gapnya kata Rizal makin besar. Pada masa pemerintahan Gus Dur kata Rizal, selama dua tahun harga beras stabil dan nyaris tidak naik semasekali.

"Dulu zaman Gus Dur bisa stabil tanpa impor. Nurunin harga beras cuma dengan impor sih pekerjaan paling gampang," ungkap Rizal.

Rizal menjelasan jika caranya saat itu sangat sederhana. Setiap harinya, pada pukul 2 siang, Bulog menerima laporan dari 10 pasar induk. Jika ada laporan terjadi kenaikan sebanyak 50 perak di layar monitor akan ada peringatan warna kuning. Sementara jika sudah di angka 100 perak maka ada peringatan merah. Rizal menanggap saat itu mengurus beras seperti mengurus valuta.

"Kami dulu di Bulog konsisten jaga stok 2 juta ton bisa buat stabil pasar 25 hingga 28 juta ton. Jadi kalau misal di Surabaya naik 100 perak kami kontak Kabulognya. Waktu itu ada laporan yang pedagangan nahan beras. Saya perintahkan ya sudah hantam 150 ribu ton, banjiri dua minggu pengen tahu siapa yang jadi jagoan. Gitu buat spekulator buntung," kenang Rizal.

Untuk itu, Rizal berpesan agar kedepan, Bulog harus menganggap penting stok gudang beras demi stabilisasi. Sehingga jika nanti ada hambatan alam atau cuaca akan tidak berdampak besar. Rizal pun kembali menceritakan saat menjadi kepala Bulog dulu, dia memutuskan untuk tidak membeli beras, tapi gabah.

"Kenapa gabah? Karena gabah lebih panjang umurnya sampai tiga tahun nambah. Jadi pas paceklik gabah kita giling, di desa ada pekerjaan. Saat itu kapasitas penggilingan tinggi, jadi ada excess capacity di penggilingan. Kalau cuma impor ya akhirnya beras di gudang Bulog busuk karena umur mereka hanya 5 tahun. Ironisnya itu malah dijual ke rakyat miskin, padahal itu makanan ternak," pungkas Rizal.

Rizal meminta Bulog harus memastikan stok beras di gudang juga untuk menghindari kepentingan "Rent Seeker" atau pemburu komisi impor dan rente. Sehingga rakyat bisa beli beras kualitas bagus.

"Paling penting harus dihindari impor pada saaat  panen, itu tidak adil untuk petani. Jadi pegawai Bulog langsung beli ke petani sesuai harga yang menguntungkan mereka," kata Rizal.

Terakhir, Rizal mengakui jika Bulog sekarang berbeda dengan Bulog dulu. Pada zaman dulu, Bulog tidak mengenal bunga kredit. Karena mereka mendapatkan fasilitas itu langsung dari kredit likuditas Bank Indonesia (BI).

"Kalau sekarang biaya pengadaan Bulog pakai bunga. menurut Saya itu enggak bener. Enggak usah pakai bunga lah karena ini kan komoditi yang strategis, jadi Bulog bisa meningkatkan pembelian," demikian Rizal.[san]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Slank Siuman dari Jokowi

Selasa, 30 Desember 2025 | 06:02

Setengah Juta Wisatawan Serbu Surabaya

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:30

Pilkada Mau Ditarik, Rakyat Mau Diparkir

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:19

Bukan Jokowi Jika Tak Playing Victim dalam Kasus Ijazah

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:00

Sekolah di Aceh Kembali Aktif 5 Januari

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:50

Buruh Menjerit Minta Gaji Rp6 Juta

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:07

Gegara Minta Duit Tak Diberi, Kekasih Bunuh Remaja Putri

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:01

Jokowi-Gibran Harusnya Malu Dikritik Slank

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:45

Pemprov DKI Hibahkan 14 Mobil Pemadam ke Bekasi hingga Karo

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:05

Rakyat Tak Boleh Terpecah Sikapi Pilkada Lewat DPRD

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:02

Selengkapnya