Insentif pajak yang ditawarkan pemerintah kepada investor, sepi peminat. Sepanjang 2017, tidak ada sama sekali pemodal yang memanfaatkan tax holiday (libur pajak) dan tax allowance (pengurangan pajak). Hal tersebut disinyalir terjadi karena persyaratan mendapatkannya masih memberatkan.
Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mendukung langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang ingin mengevaluasi insentif pajak. MenurutÂnya, jika tawaran insentif tidak diminati, tentu ada persoalan.
Dia melihat, insentif tidak laku karena aturan terkait masih memberatkan calon investor.
"Kalau sampai tidak dilirik berarti ada ketentuan yang tidak sesuai harapan pelaku usaha. Misalnya, aturan dianggap susah direalisasikan atau syarat yang memberatkan," kata DarusÂsalam kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Dia menuturkan, evaluasi insentif harus menyentuh aturan yang dianggap memberatkan dari sudut pandang pelaku usaha. Pelaksanaan dan persyaratannya harus lebih memudahkan.
"Beginilah, jangan terlalu kaku lah buat aturan. Otoritas pajak dan wajib pajak mesti sinkron," sarannya.
Pengamat perpajakan dari UniÂversitas Pelita Harapan (UPH) Roni Bako menilai, salah satu penyebab insentif tersebut tak diminati karena otoritas pajak kurang gencar melakukan soÂsialisasi.
"Saya melihatnya banyak inÂvestor atau wajib pajak yang belum paham tax holiday dan
tax allowance. Pemerintah harusnya gencar melakukan sosialisasi," kata Roni.
Roni tidak mempermasalahkan langkah pemerintah melakukan evaluasi. Menurutnya, langkah tersebut baik-baik saja. Evaluasi bisa dijadikan kesempatan untuk memperbaiki kelemahan insentif agar bisa lebih menarik.
"Insentif baru harus dipastikan lebih detail. Kriterianya siapa saja yang berhak dapat insentif dan harus dipastikan insenÂtif menawarkan keuntungan," ungkap Roni.
Rencana evaluasi insentif paÂjak disampaikan Ani, panggilan akrab Sri Mulyani, Senin (8/1) malam. Dia mengungkapkan, formulasi
tax holiday dan
tax allowance yang saat ini diterÂapkan sudah dirancang sejak 10 tahun lalu.
"Selama 10 tahun sudah banyak sekali perubahan yang terjadi dalam dunia usaha dan inÂvestasi. Karenanya, pemerintah akan mengevaluasi
tax holiday dan
tax allowance," ujar Ani.
Ani menuturkan, insentif tidak diminati ada kemungkinan diÂanggap kurang menarik. Bisa juga sektor industri lebih memÂbutuhkan jenis insentif lain.
Ani mengaku, telah menginstruksikan kepada Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat JenÂderal Bea dan Cukai, dan Badan Kebijakan Fiskal untuk mengkaji kebijakan fiskal yang tepat agar sektor produksi bisa didorong.
Sebab, menurutnya, insentif ini sangat penting untuk menjaga momentum investasi. Di mana pertumbuhannya mencapai 7,1 persen pada kuartal III-2017.
Pada tahun ini, lanjut Ani, pemerintah berharap investasi yang tercermin dalam komponen Pembentuk Modal Tetap Bruto (PMTB) terhadap Produk DoÂmestik Bruto (PDB) bisa kemÂbali tumbuh 7 persen, atau lebih baik dibanding pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang ditarget 5 persen.
"Kami ingin pajak bisa menÂjadi insentif produksi, namun penerimaan pajak pun ke depan bisa tetap terjaga," harapnya.
Sekadar informasi, aturan terbaru mengenai
tax holiday dimuat di dalam Peraturan MenÂteri Keuangan (PMK) Nomor 159 Tahun 2015 sebagai pengÂganti ketentuan sebelumnya, yakni PMK 130 Tahun 2011. Sementara itu, aturan mengenai
tax allowance tercantum di daÂlam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2016 sebagai pengganti PP Nomor 18 Tahun 2015. ***