Berita

Nasaruddin Umar/Net

Pancasila & Nasionalisme Indonesia (146)

Mendalami Sila Kelima: Menghayati Konsep Moh Limo Walisongo

SELASA, 09 JANUARI 2018 | 09:07 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

TERWUJUDNYA keadilan sosial tidak ditentukan oleh hanya factor eksternal, mis­alnya melalui kebijakan pe­merintah dan memperbaiki sistem sosial ekonomi di dalam masyarakat, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor internal berupa kesadaran moral dan spiri­tual. Untuk mewujudkan tatanan sosial ke­masyarakatan yang adil dan beradab menarik untuk diperhatikan konsep Moh Limo (lima pan­tangan) yang digagas oleh Walisongo ketika menyebarkan misi ajaran agama yang dibawan­ya. Walisongo memperkenalkan Moh Limo se­bagai singkatan dari bahasa lokal Jawa: Moh main, Moh ngombe, Moh maling, Moh madat, dan Moh madon.

Pertama, moh main, artinya tidak main judi. Judi sesuatu yang sangat dilarang da­lam agama karena selain merusak pikiran juga menimbulkan masalah di dalam anggota keluar­ga dan masyarakat. Judi terlarang karena ses­uatu yang bersifat spekulatif, tidak rasional, dan destruktif. Moh limo merupakan upaya mencari rizki melalui jalan pintas, penuh spekulasi, ter­masuk mengadu nasib dengan mengandalkan mistik. Termasuk dalam hal ini produk yang menjanjikan hadiah-hadiah fantastik tetapi pe­luang untuk memenangkannya teramat kecil kemungkinannya. Judi dalam Islam jelas di­larang di dalam banyak ayat, antara lain Q.S. al-Maidah/5:90 dan sejumlah hadis. Walisongo tidak langsung menggunakan teks ayat dan hadis tetapi dipadatkan dengan menggunakan istilah simbolik yang lebih gampang diingat dan dipedomani komunits setempat.

Kedua, moh ngombe, artinya tidak mengon­sumsi minuman keras, atau makanan dan mi­numan yang memabukkan. Banyak sekali mu­darat yang bisa ditimbulkan dengan makanan atau minuman yang memabukkan, karena itu banyak ayat dan hadis menegaskan larangan tersebut. Walisongo tidak menyebutkan ayat atau hadis yang mungkin masih sulit dipahami oleh masyarakat tetapi menggunakan bahasa lokal dengan istilah singkat moh ngombe. Minu­man keras dalam masyarakat Jawa ketika itu masih merupakan sesuatu yang biasa, karena agama-agama sebelumnya juga tidak tegas melarangnya. Hanya saja waktu itu, minuman yang keras banyak jenisnya, termasuk maka­nan tape yang dibikin kualitas khusus. Seka­rangpun tape masih makanan khas walaupun kadar alkoholnya tinggi.


Ketiga, moh maling, artinya tidak mencuri, mengambil hak orang lain, seperti menipu, ko­rupsi, merampok, mengorbankan orang lain demi untuk memperoleh keuntungan. Mencuri sangat keji karena mengakibatkan ketidakadi­lan di dalam masyarakat. Ayat dan hadisnya banyak tetapi tetap menggunakan logika keari­fan lokal. Hukuman pencurian bertingkat-ting­kat sesuai dengan besar dan kecil skala pen­curiannya. Mulai dari penyaliban, pemotongan tangan, sampai pada kurungan dan denda.

Keempat, moh madat, artinya tidak meng­gunakan narkotik, artinya sesuatu yang dikon­sumsi tetapi menimbulkan pelemahan otak dan pikiran. Dalam bahasa sekarang adalah narkoba. Narkoba ini boleh jadi lebih berbaha­ya dari pada minuman keras. Narkoba, selain mahal juga daya rusaknya sangat hebat kare­na mempengaruhi pusat saraf manusia, suatu wilayah yang sangat sensitif dan amat sulit un­tuk disembuhkan.

Kelima, moh madon, artinya tidak berzina, yaitu perbuatan hubungan khusus laki-laki dan perempuan tanpa melalui proses nikah yang sah, sebagaimana disebutkan dalam artikel terdahulu. Walisongo sangat pintar memilih strategi dalam memperkenalkan ajaran Islam. Ia menggunakan simbol-simbol yang hidup di dalam masyarakat lokal di dalam memperke­nalkan ajaran Islam, termasuk perintah dan larangan agama. Ternyata penggunaan simbol dan kearifan lokal, termasuk metodologi den­gan menggunakan tradisi yang hidup di dalam masyarakat, mengingatkan kita pada presta­si dan kehebatan Nabi Muhammad di dalam memperkenalkan ajaran Islam di Mekah dan Madinah. Walaupun beberapa di antara keluar­ga Walisongo berdarah Timur Tengah, namun mereka tidak doyan menggunakan istilah-isti­lah Arab. Mereka lebih suka menggunakan is­tilah yang hidup di dalam masyarakat lokal, ter­masuk Konsep Moh Limo ini.

Populer

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Polres Tangsel Diduga Gelapkan Barbuk Sabu 20 Kg

Minggu, 21 Desember 2025 | 02:07

Pemberhentian Ijeck Demi Amankan Bobby Nasution

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:42

Indonesia, Negeri Dalam Nalar Korupsi

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:05

GAMKI Dukung Toba Pulp Lestari Ditutup

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:00

Bergelantungan Demi Listrik Nyala

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:45

Komisi Percepatan Reformasi Polri Usul Polwan Dikasih Jabatan Strategis

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:19

Putin Tak Serang Negara Lain Asal Rusia Dihormati

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:05

Ditemani Kepala BIN, Presiden Prabowo Pastikan Percepatan Pemulihan Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:38

Pemecatan Ijeck Pesanan Jokowi

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:21

Kartel, Babat Saja

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:03

Selengkapnya