Diawal tahun 2018, ada sejumÂlah perusahaan asuransi yang melakukan pemisahan unit usaÂhanya (spin-off). Salah satunya adalah PT Asuransi Bangun Askrida yang melakukan spin-off Askrida Syariah. Selain itu, ada PT Asuransi Simas Jiwa dan FIF Group.
Askrida Syariah resmi berpiÂsah dengan sang induk, melalui regulasi yang diterbitkan OtoÂritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun pertimbangan Askrida Syariah spin-off lebih awal, karena perusahaan tersebut melihat masih banyak potensi pasar.
Direktur Utama Askrida SyaÂriah Abdul Mulki mengatakan, besarnya potensi pasar tersebut dilihat dari rata-rata penduduk Indonesia 80 persen muslim. Sementara, market share peruÂsahaannya baru enam persen. Hal itu jadi peluang besar bagi Askrida Syariah.
Pasca
spin-off, lanjut Abdul, Askrida Syariah langsung menarÂgetkan pertumbuhan premi yang signifikan, yakni 50 persen dibandÂing 2017. Di tahun 2017 sebelumÂnya, pendapatan premi Askrida Syariah mencapai Rp 367 miliar atau total target Rp 560 miiliar.
Sebelumnya, komposisi terbeÂsar berasal dari seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yakni 60 persen dengan total BPD yang aktif 33. Di tahun ini, Askrida Syariah mau melakukan kerja sama dengan bank syariah lainnya, yakni Mandiri Syariah, BNI Syariah, BRI Syariah.
"Adapun target share yang diharapkan terhadap bank syaÂriah yang disebutkan itu yakni sebesar 10 persen dari share. Di tahun ini, Askrida Syariah juga sudah menyiapkan beberapa produk baru. Di antaranya asuransi travel insurance yang akan difokuskan pada perjalanan umroh dan asuransi medical malpraktik," tuturnya.
Ia berharap travel umroh bisa memberikan kontribusi premi sebesar Rp 10-20 miliar. Di segmen ini, penetrasi pasar akan mengganÂdeng Asosiasi Muslim PenyelengÂgara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI).
Sementara pada asuransi medical malpraktik, Askrida SyaÂriah melihat ada potensi sebesar Rp 200 miliar dengan dokter seÂbagai nasabahnya. "Ada 1.200- an rumah sakit, atau provider penyedia kesehatan. Asumsi satu rumah sakit, ada 40 dokter, premi Rp 300 juta," ujarnya.
Selain itu, PT Asuransi Simas Jiwa akan melepaskan UUS dan memberi nama PT Asuransi Simas Jiwa Syariah. Sedangkan FIF Group akan melepas unit usaha Amitra dan mengubahnya menjadi PT Syariah MultifiÂnance Astra.
Direktur Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah OJK, Mochammad Muchlasin mengaÂtakan, kedua UUS asuransi itu sudah mengurus perizinan
spin-off sejak akhir tahun kemarin. Namun, hasil akhirnya diperkiraÂkan baru selesai diproses OJK pada kuartal pertama tahun ini.
"Kalau melihat (prosesnya) tiga bulanan. Kira-kira kami cukup optimis sebelum Maret ini bisa selesai. Asal mereka juga cepat melengkapi (prosesnya)," ucap Muchlasin.
Berdasarkan prosesnya, Muchlasin mengatakan, satu UUS sudah memasuki tahap uji keÂlayakan dan kepatutan (
fit and proper test) dari OJK. Sedangkan, lainnya masih tahap melengkapi dokumen sesuai persyaratan.
Di sisi lain, ada satu peruÂsahaan asuransi konvensional yang akan memiliki anak usaha syariah tanpa membentuk unit usaha syariah (UUS) terlebih dahulu, yaitu PT Pacific Life Insurance. Sama seperti kedua USS yang disebutkan sebelumÂnya, aksi korporasi Pacific Life juga diperkirakan akan rampung pada kuartal pertama tahun ini.
"Mereka mau bentuk juga PaÂcific Life Syariah. Ini modelnya seperti Capital Life (perusahaan asuransi), mereka tidak punya UUS, tapi langsung bentuk asuransi syariah," katanya.
Berdasarkan catatan dari OJK, setidaknya ada sekitar 43 peruÂsahaan asuransi syariah berstatus UUS dan harus
spin-off sebelum 2023 mendatang. Ia melihat, kenÂdala utama aksi
spin-off UUS ialah faktor kecukupan modal. Pasalnya, perusahaan asuransi syariah harus memenuhi syarat kecukupan modÂal setidaknya Rp 100 miliar.
Pertama, ada kendala dialami perusahaan yang bukan berasal dari grup besar. Kedua, mungkin sumber daya manusia. "Mereka harus siapkan direksinya. Lalu, ada soal gedungnya, dan lainÂnya. Ujungnya tetap kembali ke masalah modal," jelasnya.
Ia menyebut, otoritas keuanÂgan akan mempercepat perizinan
spin-off UUS. Hal itu dilakukan sebagai bentuk dukungan lemÂbaga pengawas kepada asuransi konvensional dan asuransi syaÂriah dalam yang baru mengudara di industri ini.
Syaratnya, perusahaan harus benar-benar memenuhi seluruh syarat dari OJK, mulai dari administrasi, rencana bisnis yang maÂtang, hingga berbagai produk yang akan dipasarkan kepada nasabah.
"Ketika ada yang mau
spin-off, kami langsung lihat kesiapannya, melakukan uji kelayakan dan kepatutan kepada calon direksi, dan sebagainya. Itu tawaran yang kami lakukan," tuturnya.
Tak berhenti sampai proses
spin-off, OJK juga akan menduÂkung perusahaan syariah melakuÂkan promosi kepada nasabah secara lebih luas lagi. ***