Polri dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan membentuk satuan tugas terpadu untuk mengawasi distribusi BBM (bahan bakar minyak) satu harga dan gas elpiji 3 kg.
"Kami akan bertugas mulai dari pencegahan sampai penegakan hukum," ungkap Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.
Tito mengungkapkan, untuk permulaan, pihaknya akan membentuk tim kecil untuk merumuskan teknis serta Mou dengan BPH Migas terkait pembentukan Satgas.
Tito memastikan, untuk penindakan di lapangan nanti, pihaknya akan mengikuti aturan yang berlaku. Antara lain mengacu pada Undang-undang tentang distribusi Migas.
Sementara itu, Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menÂjelaskan, pembentukan Satgas ini dalam rangka untuk peningÂkatan kerja sama dan koordinasi sebagai bagian pelaksanÂaan tugas BPH Migas.
Fanshurullah menyebutÂkan ada lima poin terkait pengawasan, penyediaan, dan pendistribusian BBM. Pertama, pemerintah menunjuk PertamÂina sebagai badan usahanya. Kedua, mengatur kuota BBM baik subsidi maupun non-subsidi. Ketiga, melaksanakan pengawasan sejauh mana BBM satu harga berjalan baik sehingga terwujud bukan hanya keadilan harga tetapi keadilan dalam ketersediaan dan keadiÂlan dalam distribusi. Keempat melaksanakan verifikasi secara kritis objektif. Dan, kelima memberikan sanksi kepada badan usaha yang tidak lakÂsanakan BBM satu harga denÂgan baik.
Menurutnya, dari lima tugas tersebut, ada beberapa kendala saat melakukan pendistribusian dan pengawasan BBM. "Kami berharap dengan bekerja sama dengan Polri, poses pengaÂwasan saat pendistribusian Migas ke daerah pelosok daÂpat berjalan aman dan lancar," imbuhnya.
Seperti diketahui, program BBM satu harga tidak berjalan mulus. Saat Presiden Jokowi mengunjungi Papua, ada Tokoh agama di Papua, Pastor John Djonga, ngadu ke Presiden. Menurutnya, harga BBM, hanya turun seperti di Jawa, hanya saat Presiden melakukan blusukan ke Papua. Setelah Presiden pulang, paling lama dua minggu, kemÂbali melambung.
John mengaku, telah meÂmantau langsung kondisi tersebut di Yahukimo, Papua. Menurut Jhon, perlu ada yang mengawasi pelaksanaannya. ***