Berita

Gatot-Hadi/net

Pertahanan

Jangan-Jangan Bangsa Ini Sudah Militeristis Sejak Dalam Pikiran

MINGGU, 24 DESEMBER 2017 | 04:20 WIB | LAPORAN:

Sebelum posisinya diganti sebagai Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan tidak akan menggelar pelantikan atau serah terima jabatan bagi perwira-perwira yang dimutasi. Alasannya, agar panglima baru nantinya memiliki kesempatan untuk mengevaluasi keputusan tentang pemberhentian dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan TNI yang ia buat sebelumnya.

Pengamat militer asal Institute For Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan itu artinya tak ada aturan yang melarang seorang Panglima TNI mengambil keputusan dan mengeluarkan perintah pada jajarannya, bahkan hingga pada menit-menit terakhir menjabat.

"Artinya, anggap saja keputusan Panglima TNI hari ini adalah hasil koreksi dan evaluasi atas keputusan sebelumnya. Biasa saja itu, lha wong yang sudah di-SK sejak juli, baru dilantik November juga ada kok. Ada perwira yang sudah dipromosi sejak Februari tapi baru dinaikkan pangkatnya bulan November ya ada juga. Gaduh? Tidak," kata Khairul kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (23/12).
 
Menurut Fahmi, pernah ada juga perwira tinggi yang meski berulangkali terjadi proses mutasi atau promosi, tetap saja berstatus perwira tinggi di Mabes TNI atau Mabes Angkatan alias non job. Atau, imbuh Fahmi ada yang menjabat Staf Khusus yang kekhususannya tak jelas, entah karena apa, padahal pangkatnya hanya di bawah Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan.

Publik harus ingat, jika ada perwira yang mengalami dua kali mutasi dalam kurun waktu 18 jam. Dia adalah Ryamizard Ryacudu. Presiden Megawati menjelang akhir masa jabatan mengajukan namanya ke DPR RI untuk menjadi Panglima TNI menggantikan Endriartono Soetarto.

"Pengajuan itu dibatalkan begitu saja oleh Presiden berikutnya, SBY. Problem? Tidak," tegas Fahmi.

Begitu juga sekarang, kata Fahmi, ketika Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto kemudian memperbaiki keputusan atau perintah panglima sebelumnya, sebetulnya sah-sah saja. Pasalnya, tidak ada aturan yang ketat soal itu. TNI pun sudah sangat paham doktrin "perintah terakhir".

Menurut Fahmi, sebetulnya juga tidak ada kebingungan, karena dalam situasi dan kondisi apapun, perintah yang berlaku adalah perintah yang terakhir, dan harus dilaksanakan hingga ada perintah lain. Setiap perintah dikeluarkan, selalu dibarengi penegasan yang kurang lebih kalimatnya adalah "untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab".

Fahmi berharap, sudah waktunya bangsa Indonesia membangun persepsi yang lebih masuk akal bahwa promosi atau mutasi dan seputarnya, di TNI itu bukan hal yang sangat istimewa.

"Enggak perlu didramatisasi. Isu ini tidak setara dengan isu reshuffle kabinet," ujar Fahmi.

Jabatan-jabatan yang mengalami pergeseran itu, imbuh Fahmi, cuma setara eselon 1 ke bawah di kementerian. Selain menyangkut sosok bermasalah, koruptor atau pelanggar HAM misalnya, tak bisakah bangsa ini cukupkan dengan menyimak dan mengucapkan selamat dan terimakasih pada mereka yang mengalami pergeseran jabatan?.

"Saya khawatir, jangan-jangan bangsa ini sudah militeristis sejak dalam pikiran. Sehingga antusiasme kita terkait dinamika di tubuh TNI, kadang tampak berlebihan," kata Fahmi.

Menurut dia, jikapun harus ada yang dipersoalkan, itu adalah terkait nasib Pangkonstrad Jenderal Edy Rahmayadi. Yang bersangkutan diketahui sudah mengajukan permohonan pensiun dini sejak beberapa waktu lalu. Permohonan itu terkait rencananya mengikuti kontestasi pilkada di Sumatera Utara. Sesuai aturan, seorang perwira TNI harus berhenti dari dinas aktif ketika mendaftar sebagai bakal calon kepala daerah ke KPU. Namun, masalah itu sudah tampak menemui titik terang karena Panglima TNI mengizinkan Edy untuk pensiun dini dan bertarung di Pilkada Sumatera Utara.
 
"Jadi kembali lagi soal mutasi, sama seperti dulu saat zaman Endriartono Soetarto. Di ujung masa jabatan presiden Megawati ingin menggantinya dengan Ryamizard. Namun Presiden SBY pilih membatalkan penggantian itu. Endriartono dipertahankan hingga calon pengganti lainnya siap. Yaitu Marsekal Djoko Suyanto.  Lagipula saat itu, Pak Endriartono juga masih punya waktu cukup panjang sebelum pensiun. Beda dengan yg kemarin ini, kurang 3 bulan lagi pensiun. Beda juga dengan Edy, yang pilih pensiun sebelum waktunya," demikian Fahmi. [san]

Populer

Jokowi Kumpulkan Kapolda Hingga Kapolres Jelang Apel Akbar Pasukan Berani Mati, Ada Apa?

Kamis, 12 September 2024 | 11:08

Diamnya 4 Institusi Negara Jadi Tanda Akun Fufufafa Milik Gibran

Minggu, 15 September 2024 | 08:14

Soal Video Winson Reynaldi, Pemuda Katolik: Maafkan Saja, Dia Tidak Tahu Apa yang Dia Perbuat!

Senin, 09 September 2024 | 22:18

Petunjuk Fufufafa Mengarah ke Gibran Makin Bertebaran

Kamis, 12 September 2024 | 19:48

Prabowo Bisa Ajukan Penghentian Wapres Gibran Setelah 20 Oktober

Minggu, 15 September 2024 | 10:26

KAHMI Kumpulan Intelektual Banci?

Sabtu, 14 September 2024 | 14:45

Jagoan PDIP di Pilkada 2024 Berpeluang Batal, Jika….

Minggu, 08 September 2024 | 09:30

UPDATE

Tagar #FufufafaAdalahGibran Trending di X

Selasa, 17 September 2024 | 10:06

Heru Budi Bersyukur Tidak Diusulkan jadi Pj Gubernur Jakarta

Selasa, 17 September 2024 | 10:01

Trump Pantang Mundur Meski Hampir Dua Kali Terbunuh

Selasa, 17 September 2024 | 09:57

Berkat Jeruk Bali dan Durian Ekspor Buah Vietnam Hasilkan Rp71,2 Triliun

Selasa, 17 September 2024 | 09:56

Jurusan Sains Data Tawarkan Peluang Karier Luas di Bidang Industri

Selasa, 17 September 2024 | 09:49

Meta akan Gunakan Postingan Publik untuk Melatih Model AI

Selasa, 17 September 2024 | 09:39

Israel Rekrut 30.000 Migran Afrika Jadi Tentara

Selasa, 17 September 2024 | 09:38

Potensi Kerugian Penambangan Pasir Laut Lebih Gede

Selasa, 17 September 2024 | 09:30

Gerakan Coblos Semua Paslon Kerjaan Segelintir Oknum Relawan Anies

Selasa, 17 September 2024 | 09:20

Makin Moncer, ADHI Sukses Kantongi Kontrak Baru hingga Rp13,6 Triliun

Selasa, 17 September 2024 | 09:17

Selengkapnya