Berita

Djoko Edhi Abdurrahman

Politik

Dikotomi Tentara Pretorian Vs Tentara Profesional, Kritik Untuk Connie

RABU, 06 DESEMBER 2017 | 03:29 WIB | OLEH: DJOKO EDHI ABDURRAHMAN

AMOS Perlmutter dan Valerie Plave Bennett menulis buku "The Political Influence of the Military: A Comparative Reader", Yale University Press, New Haven, 1980, yang berkisah dikhotomi "Militer Profesional" versus "Tentara Pretorian'.

Mestinya Connie bicara itu dari pada cari muka kepada Marsekal Hadi Tjahjanto yang dari Curriculum Vitae-nya diketahui naik berkat asyobiyah (nepotisme) dan karbitan. Sudah jauh-jauh sekolah ke Hawaii segala.

Misalnya, calon Panglima dari AU itu tipe "profesional" atau "pretorian". Selain paras yang elok dan suara sopranonya, dapat dinikmati kewarasan dan kecerdasan sist Connie.


Studi Perlmutter dan Bennett lebih dalam dari pada kerangka teoritik Hungtinton. Kasus-kasus Dunia Ketiga diikuti Edward Shild, Lucian Pye, Morris Janowitz, Feit, etc. Perlmutter menambahkan dua teorema, yaitu dikotomi tadi dan militer profesional revolusioner.

Tampaknya memang sudah tak ada tugas suci Huntington itu pada tentara profesional kini. Secara empirik, tak mungkin ada tentara Saptamargais pada tentara profesional. Sebab, tugas suci yang namanya Saptamargais hanya dimiliki tentara pretorian. Yang ditemui adalah the militer minds atas nation state tentara profesional.

Wujud nyatanya adalah pengabdian kepada kekuasaan, tanpa reserve kalau tidak apa yang disebut Huntington sebagai political decay (pembusukan politik).

Di TV, pernyataan Presiden Jokowi mengoplos, "...saya harapkan Marsekal Hadi Tjahjanto bisa membawa TNI menjadi tentara pejuang, tentara rakyat, dan tentara profesional".

Tiga jenis tentara yang berbeda dioplos jadi satu. Koyok opo?

Tentara pejuang, adalah tentara yang terlibat fase perjuangan kemerdekaan. Sudah jadi veteran semua.

Tentara rakyat. Sejak Gestapu PKI sudah tak ada tentara rakyat. Yaitu, sejak Angkatan ke V dibubarkan. Tadinya, Angkatan ke V dipersenjatai. Belakangan terlibat anasir Gestapu. Sejak peristiwa itu, kita tak mengenal tentara rakyat.

Tentara profesional. Tentara yang didoktrin oleh UU. Bukan lagi doktrin Sapta Marga. [***]

Penulis adalah mantan Anggota Komisi Hukum DPR, Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdmatul Ulama, PBNU

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya