Pengusaha meramalkan bisnis air minum dalam keÂmasan (AMDK) akan tumbuh 9 persen pada tahun ini. Ini seiring dengan terus meningkatkan konsumsi masyarakat.
Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Rachmat Hidayat mengatakan, target tersebut cuma meningkat 1 persen jika dibandingkan pertumbuhan tahun lalu sebesar 8 persen. Namun, di tengah konÂdisi penurunan daya beli saat ini, peningkatan tersebut disyukuri pelaku usaha.
"Kita bersyukur sudah mulai tumbuh, diprediksikan bisa tumÂbuh sampai 9 persen. Mudah-mudahan," ungkapnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia menyebut, meningkatkan permintaan air minuman daÂlam kemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pertumbuhan penduduk dan pendapatan masyarakat.
"Yang jelas semuanya itu sangat memicu pertumbuhan bisnis," katanya.
Selain itu, faktor kepercayaan terhadap industri air minum keÂmasan juga merangsang minat masyarakat untuk mengkonÂsumsinya. Saat ini, konsumen air minum dalam kemasan adalah rumah tangga, perkantoran, restoran, dan perhotelan. "Peningkatan dari macam-macam, tapi masih kalah dibandingkan penjualan untuk rumah tangga atau individu yang sangat besar kontribusinya," ucap dia.
Menurut dia, daya beli juga sudah mulai membaik. Hal ini terlihat dari catatan kinerja kuarÂtal III yang terdapat peningkatan permintaan. Pada tahun lalu, ada 25 miliar liter air minum dalam kemasan yang berhasil dipasarkan. "Untuk tahun ini kalau target tercapai bisa sampai 27 miliar liter, mudah-mudahan segitu ya," ucapnya.
Dia mengakui, adanya penuÂtupan berbagai ritel karena daya beli turut memukul industri air minum kemasan. Apalagi ritel merupakan tempat strategis diÂmana produk beragam merek air kemasan dipasarkan.
"Penurunan daya beli juga pengaruh ke kita, sempat kan kita stagnan tidak tumbuh dalam beberapa waktu," ungkapnya.
Dia mengatakan perusaÂhaan air minum dalam keÂmasan sangat tergantung pada infrastruktur. Apalagi transporÂtasi yang digunakan kebanyakan adalah kendaraan logistik yang mengangkut air dari pabrik ke konsumen.
"Infrastruktur bisa menjadi tenaga pendorong tambahan. Kita berharap dampak ke kita jadi lebih efisien," tuturnya.
Pertumbuhan bisnis air minum dalam kemasan akan makin moncer pada tahun depan jika tidak ada atiran yang menghamÂbat. Apalagi, pada tahun depan daya beli akan lebih baik.
Namun masih ada yang menjadi momok bagi penguÂsaha, yaitu Rancangan Undang- Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA). Dia meminta pemerintah dan DPR mengkaji lagi isi draf tersebut karena banyak kekeliÂruan yang mengancam pelaku usaha air minum kemasan.
"Nah ini jadi fokus, kita mencermati RUU SDA dan daÂlam draf itu antara air kemasan dengan air pipa akan disamakan bagi kami ini adalah kekeliruan yang sangat fatal," terangnya.
Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, persaingan industri air minum dalam keÂmasan di Indonesia relatif sehat karena ada lebih dari 700 proÂdusen dengan berbagai merek yang bersaing secara sehat untuk memperebutkan ceruk pasar AMDK yang masih sangat luas. "Tingkat persaingan cukup tinggi, namun hambatan usahanya tergolong rendah," ungkap Faisal. ***