Berita

Nasaruddin Umar/Net

Pancasila & Nasionalisme Indonesia (100)

Mendalami Sila Keempat: Pembelajaran Dari Fathu Makkah

KAMIS, 16 NOVEMBER 2017 | 09:22 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

PERISTIWA perebutan kem­bali kota suci Makkah (Fathu Makkah/FM) sebuah pembe­lajaran (lesson learning) be­sar bagi umat Islam, khusus­nya warga bangsa Indonesia. FM sebuah revolusi besar tanpa setetes darah mengu­cur. FM dalam sejarah mer­upakan salah satu prestasi kecerdasan Nabi di dalam menyelesaikan prob­lem kemasyarakatan dan sekaligus contoh buat negara bangsa manapun. Berawal ketika tekanan dan siksaan kaum kafir Quraisy Makkah semakin meningkat dan mereka sudah merencanakan mengeksekusi Nabi di tengah malam. Kediaman Nabi dipagar betis pasukan elite kafir Quraisy. Un­tung Nabi beserta Abu Bakar lolos dari pagar be­tis tersebut. Akhirnya Nabi dan komunitas muslim lainnya di Makkah mengungsi besar-besaran ke Yatsrib, kemudian diganti nama ini menjadi Madi­nah oleh Nabi Muhammad Saw. Di Madinah Nabi membangun kekuatan umat di samping meng­galakkan syiar ke kabilah dan suku bangsa secara luas, sampai ke negeri tetangga.

Setelah merasa cukup kuat, Nabi mengatur strategi untuk merebut Kota Makkah. Nabi memilih penyerangan malam hari Ramadhan. Ia membagi tiga pasukannya sebagai taktik. Satu kelompok le­wat bukit, satu kelompok lewat lembah, dan kel­ompok lain di jalur normal. Abi Sufyan, pimpinan kaum Kafir Quraisy, tidak menyangka pasukan Ra­sulullah berjumlah besar dan dengan taktik yang canggih. Ia mengira pasukan Rasulullah hanya yang lewat jalan normal. Ternyata saat yang tepat pasukan bukit dan pasukan lembah berjumpa di perbatasan Kota Makkah.

Kaum kafir Quraisy Makkah sangat ketaku­tan. Mereka menunggu diri mereka dieksekusi sebagaimana layaknya tradisi perang kabilah, yang kalah laki-lakinya dibunuh dan perempuan­nya dijadikan budak bersama anak-anaknya. Alangkah kagetnya mereka setelah Nabi men­eriakkan 'Antum thulaqa' (kalian semua sudah bebas!). "Siapa yang masuk ke dalam pekeran­gan Ka'bah aman, masuk ke rumah Abi Sufyan aman, dan masuk ke dalam rumah dan mengun­ci rumah juga aman." Akhirnya Abi Sufyan bersa­ma pembesar Quraisy menyerah dan bersedia mengikuti petunjuk Nabi. Selanjutnya Nabi mem­inta para pimpinan pasukannya untuk menyata­kan: "Al-yaum yaum al-marhamah" (Hari ini hari kasih sayang). Salah seorang sahabat Nabi ber­teriak: Al-yaum yaumul malhamah (hari ini ada­lah hari pertumpahan darah).


Penduduk Makkah kembali ketakutan, lalu Abi Sufyan protes, kenapa menjadi hari pertumpa­han darah padahal tadi diumumkan hari kasih sayang dan hari pengampunan. Nabi menjawab, tidak begitu maksudnya. Sahabat itu cadal, tidak bisa menyebut huruf ra, sehingga huruf ra diu­capkan dengan la. Maka jadinya al-yaum yaul al-marhamah (hari ini hari kasih sayang) diu­capkan al-yaum yaum al-malhamah (hari ini hari pertumpahan darah). Setelah itu Nabi me­minta sahabat tadi berhenti bicara dan mengi­kuti persepakatan. Penyelesaian Fathu Makkah sangat manusiawi dan menyalahi tradisi perang Arab. Hari itu betul-betul tidak ada balas den­dam. Revolusi tanpa setetes darah. Revolusi tanpa balas dendam. Revolusi dengan biaya murah, dan revolusi yang melahirkan keutuhan dan kedamaian monumental. Itulah revolusi Nabi. Dunia tercengang menyaksikan kearifan seorang Nabi Muhammad. Rekonsiliasi yang di­lakukan Nabi patut dicontoh oleh siapapun juga. Inilah revolusi tanpa setetes darah.

Penyelesaian Fathu Makkah sangat manu­siawi dan menyalahi tradisi perang Arab, bahwa negeri yang ditaklukkan laki-lakinya dibunuh dan perempuannya dijadikan budak. Hari itu betul-betul tidak ada balas dendam. Revolusi tanpa pertumpahan darah. Revolusi tanpa balas den­dam. Revolusi dengan biaya murah, dan rev­olusi yang melahirkan keutuhan dan kedamaian monumental. Revolusi sosial yang sukses selalu ada tokoh berwibawa dan rakyat yang solid di dalamnya. Itulah FMyang brhasil membangun konsep kerakyatan masyarakat yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan kearifan di da­lam masyarakat.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya