Berita

Nasaruddin Umar/Net

Pancasila & Nasionalisme Indonesia (91)

Mendalami Sila Keempat: Antara Negara Islam dan Negara Islami

SENIN, 06 NOVEMBER 2017 | 09:04 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

MASIH banyak kalangan yang belum bisa membe­dakan antara negara Islam dan negara Islami. Kriteria apa yang digunakan un­tuk mengukur sebuah neg­ara disebut negara Islam, Negara Islami, dan negara non-muslim, masih dipaha­mi secara rancu di dalam masyarakat kita. Apakah yang akan diukur pop­ulasi penduduknya, eksistensi pemimpinnya, atau kekuatan pengaruh muslim di negeri itu? Apakah yang secara tekstual dalam konstitus­inya menyatakan Islam sebagai Agama Nega­ra, Negara Islam, atau hak-hak istimewa yang diberikan kepadanya? Lebih tidak jelas lagi jika populasi muslim di sebuah negara berimbang dengan kelompok agama lain. Apakah priori­tas ukurannya simbol atau substansi? Banyak negara secara simbolik sebagai Negara Is­lam (atau muslim) tetapi eksistensi syari'ahnya masih jauh dari maqashid al-syari'ah. Seba­liknya ada negara tidak mengeksplisitkan Islam sebagai agama negara atau hak-hak istimewa lainnya, tetapi substansi ajaran dan syari'ah dengan bebas dilakukan di sana.

Secara sederhana dapat dikemukakan krite­ria sebuah Negara Islam ialah manakala kriteria formal sebuah negara terikat dengan syari'ah Islam. Misalnya syarat sebuah negara harus ada wilayah sebagai wadah untuk menggodok segenap warga, harus ada rakyat atau pen­duduk yang akan menjadi warga negara, harus ada hukum dasar atau konstitusi yang disepak­ati di negeri tersebut, dan perlu mendapatkan pengakuan resmi dari negara-negara lain. Dap­at disebut negara Islam jika seluruh komponen negara tadi sudah terikat dengan ketentuan Is­lam secara formal.

Sedangkan negara islami ialah sebuah neg­ara yang tidak mementingkan kriteria formal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang penting semangat dan tujuan umum ke­hidupan berbangsa dan bernegara sesuai den­gan tujuan umum Syari'ah. Di dalam negeri semua umat bebas menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing tanpa saling mengusik satu sama lain. Inilah hakekat Lakum dinukum wa al-yadin (Bagimu agamamu dan bagi kami agama kami).


Dalam kitab Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, karya monumental Al-Mawardi menyatakan bahwa Kepala Negara itu sebagai: Khalifah al-nubu­wwah fi hirasah al-din wa siyasah al-dunya (Kepala Negara ialah seorang pewaris Nabi un­tuk menjaga keutuhan agama dan kehidupan dunia). Sikap yang sama juga ditunjukkan Ibn Qayyim al-Jauziyah di dalam Igatsah Allahfan, yang menganggap urusan keberadaan Kepala Negara dalam suatu Negara tidak masuk wilayah akidah dan ibadah, tetapi masuk di da­lam wilayah ijtihadi manusia.

Kelompok moderat mengidealkan kiranya se­genap warga NKRI tidak terjebak kepada sim­bol dan atribut agama secara formal, tetapi lebih mengacu kepada kenyataan bahwa sekiranya di dalam suatu kondisi ada seorang yang lebih me­menuhi syarat jauh melebihi kriteria ideal yang dimiliki calon muslim, maka sebaiknya sang calon ideal secara substansial itu lebih berhak. Namun kendalanya ialah di dalam Fikih Siyasah ada ma­zhab yang berpendapat bahwa Kepala Negara itu representase dari Ulil Amr. Sedangkan fungsi Ulil Amr dalam Fikih Siyasah amat penting karena juga merangkap sebagai Wali Hakim, yang akan berfungsi sebagai wali perkawinan bagi seorang gadis muslimah yang akan kawin tetapi tidak memiliki wali nasab (genealogis). Sementara Fikih Islam mensyaratkan seorang yang akan berfung­si sebagai Wali hakim harus muslim, sebagai per­syaratan wali dalam Hukum Perkawinan Islam. Jika syarat ini dilanggar maka berakibat fasakh atau rusaknya perkawinan. Perkawinan yang fa­sakh akan berakibat perzinahan jika hubungan tetap dilanjutkan. 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya