Harijanto: Kami Khawatir, Kenaikan Upah 2018 Membuat Gelombang PHK Makin Besar

Keputusan pemerintah meÂnaikan upah minimum provinsi (UMP) 2018 sebesar 8,71 persen mendapat penolakan dari dunia usaha. Disaat ekonomi sedang lesu, dikhawatirkan upah buruh yang terus naik akan menyebabÂkan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.

"Sekarang dengan upah yang makin tinggi orang (pengusaha) enggak bisa merekrut (tenaga kerja baru)," kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Harijanto saat ditemui di Jakarta, kemarin.

Sebenarnya apa yang dikeluhÂkan pengusaha saat ini? Berikut wawancara selengkapnya?

Pemerintah sudah putuskan, UMP 2018 naik 8,71 persen. Tanggapan Anda?
Bila sudah menjadi keputusan pemerintah, tentunya pengusaha mau tidak mau harus menerima keputusan tersebut. Meskipun bagi kami kenaikan UMP 2018 itu sangat memberatkan pelaku usaha. Cuman, yang kita takutkan adalah PHK(pemutusan hubunÂgan kerja) semakin banyak.

Kenapa Anda bisa bilang begitu?
Saat ini, beberapa sektor inÂdustri yang terancam melakukan PHK akibat kenaikan UMP adalah industri ritel dan padat karya, yang tenaga kerjanya kian tergerus perkembangan teknologi daring dan otomatisasi mesin.

Mereka (pelaku industri) suÂdah bilang terpaksa harus menÂgurangi orang. Paling tidak diprediksi akan terdapat 15-20 persen dari jumlah tenaga kerja di industri retail dan paÂdat karya, yang akan terkena dampak efisiensi akibat adanya kenaikan UMP tersebut.

Hal itu dilakukan karena inÂdustri akan lebih mengandalkan teknologi dari otomatisasi mesin akibat upah tenaga kerja yang dinilai kurang sesuai dengan produktivitas pekerja. Industri di Indonesia kini kian tergerus perkembangan teknologi, yang mulai mengandalkan otomatiÂsasi mesin sebagai pengganti tenaga manusia. Jumlah tenaga kerja yang terancam mencapai 56 persen.

Masalahnya, kebutuhan hidup layak memang setiap tahunnya selalu meningkat. Makanya UMP selalu meningkat?
Kalau semuanya maunya tinggi, tinggi lagi lebih baik semua jadi wiraswasta saja. Nanti bisa merasakan mau apa nggak kalau mereka menggajinya sebesar itu.

Pemerintah itu bertanggungÂjawab terhadap pencari kerja. Untuk itu perlu memikirkan upah yang adil terhadap pemberi kerja pekerja maupun pencari kerja. Sekarang, dengan upah yang makin tinggi, perusahaan tidak bisa lagu merekrut peÂgawai. Tidak hanya itu, ancaman otomatisasi juga sudah semakin banyak. Sekarang banyak indusÂtri yang diam-diam sudah menÂetapkan pengurangan-penguranÂgan ini. Ini kan suatu hal yang harus kita pikirkan bersama.

Pemerintah mendorong adanÂya pendidikan vokasi guna menÂingkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM). Namun jika lapangan pekerjaannya saja tida ada, maka akan percuma. Menaikkan upah kalau ngÂgak ada pekerjaannya sebetulnya kannggak ada gunanya.

Meskipun sudah diputusÂkan, kepala daerah sendiri misalnya di DKI belum memuÂtuskan nilai yang tepat untuk UMP 2018?
Menurut saya kenaikan upah tidak bisa digeneralisir. Untuk beberapa sektor memang kita harus memikirkan, ke depan seÂtiap sektor tak bisa digeneralisir. Kami menyarankan agar pemerÂintah atau Gubernur menetapkan kenaikan upah cukup dengan formulasi inflasi saja. Sisanya biar diukur dengan produktivitas masing-masing sektor. Misalnya inflasi 3 koma sekian persen ya sudah pemerintah menetapkan itu saja selebihnya per sektor.

Dia pun mencontohkan sekÂtor ritel yang saat ini tengah lesu. Mengingat sektor tersebut lagi kurang bergairah, maka keÂnaikan upah karyawannya bisa disesuaikan, tidak semata-mata hanya mengacu inflasi saja. Ritel sedang turun. Nah siapa yang me-review sektor itu? ada satu lembaga independen yang tidak terlibat poliÂtik, bukan orang partai, sehingga itu independen seperti di Jepang, Singapura, Malaysia sehingga upah kita itu bisa turun.

Memang seharusnya gimana perhitungan kenaikan kerja agar pengusaha tidak merasa keberatan?
Konteks dari upah adalah harus bekerja dengan kebutuÂhan dan produktivitas. Selama melupakan satu faktor yaitu produktivitas sehingga tida ada titik temu antara pengusaha dan serikat kerja yang bahkan seolah selalu bertolak belakang.

Banyaknya bisnis ritel yang bangkrut, apa salah satu alasan kenapa pengusaha keberatan dengan kenaikan UMP 2018?
Industri ritel saat ini memang dalam kondisi lesu sehingga beÂrakibat pada tutupnya berbagai gerai ritel. Ditambah tutupnya berbagai toko di Glodok dan Mangga Dua. Sebenarnya semua tergantung dari ketahanan para pengusaha. Jika tidak mampu bertahan pada kondisi lesu ditamÂbah harus membayar UMP yang cukup tinggi, ia khawatir gelomÂbang PHKakan semakin besar. Ini kita jangan terjebak dalam retorika politik, buruhnya ikut oposisi, pinginnya upah tinggi, akhirnya banyak PHK. ***

Berita

Wawancara

WAWANCARA

Harijanto: Kami Khawatir, Kenaikan Upah 2018 Membuat Gelombang PHK Makin Besar

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara