Berita

Demi Swasembada Pangan, Kementan Fokus Manfaatkan Lahan Rawa

KAMIS, 19 OKTOBER 2017 | 09:12 WIB | LAPORAN:

Lahan rawa berpotensi menjadi lumbung pangan masa depan. Sebab, ketersediaan air dan sinar matahari yang berlimpah berpotensi menghasilkan produksi yang cukup tinggi.

Namun demikian, Tenaga Ahli Mentan Bidang Infrastruktur Budi Indra Setiawan mengatakan bahwa banyak hal tentang rawa ini harus diselesaikan. Misalnya, infrastrukturnya, alat dan mesin pertanian (alsintan), hingga aspek sosial ekonomi dan lainnya.

"Namun, yang penting juga dibenahi adalah infrastruktur data lahan rawa," ujarnya di Jakarta, Rabu (18/10).


Hal tersebut menjadi dasar Balitbangtan mengadakan Diskusi Kelompok Terfokus "Peta Lahan Gambut dan Peta Tipologi Lahan Rawa" di kantornya, Bogor, Jawa Barat, 16-17 Oktober kemarin.

Pertimbangannya, kedua peta tersebut merupakan informasi geospasial dasar yang krusial untuk identifikasi areal potensial lahan pertanian dalam rangka ekstensifikasi dan kunci formulasi teknologi pertanian guna meningkatkan produksi pertanian.

Peta lahan gambut, kata Budi, menyajikan informasi lahan gambut dan ketebalannya dan ada satu peta lagi yakni peta tipologi lahan rawa. Keduanya merupakan masukan penting bagi perencanaan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya lahan.

"Kita harus bedah dan dibahas kedua peta ini, peta lahan gambut skala 1:250.000 dan peta tipologi lahan rawa skala 1:50.000," ucapnya.

Sementara, Yiyi Sulaeman Kepala Bidang Kerja Sama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) Balitbangtan mengatakan, Diskusi dilakukan untuk menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 150.000.

Dalam regulasi itu, menetapkan Balitbangtan Kementan sebagai wali data peta tanah dan peta lahan gambut. Balitbangtan terus membenahi di tiga aspek dalam menjalankan amanat Perpres tersebut. Pertama, pengelolaan data peta dan tabular yang ada, seperti revitalisasi geodatabase dan sistem informasi, investasi hardware dan software, serta peningkatan kemampuan SDM.

Kedua, akselerasi kegiatan inventarisasi dan pemetaan lahan gambut dan tanah pada skala besar dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta kerja sama.

"Dan ketiga, perbaikan metodologi disesuaikan dengan kemajuan teknologi informasi, kekayaan data, dan SDM," tambah yiyi.

Namun, masih ada tantangan yang dihadapi. Contohnya, upaya terus mengembangkan public-private guna mewujudkan satu data dan pengayaan data. Artinya, menciptakan kondisi agar swasta atau lembaga penelitian di kementerian dan instansi, maupun perguruan tinggi, dapat berbagi pakai data lahan gambut dan lahan rawa untuk perbaikan data guna kemajuan bersama.

kemudian Yiyi menerangkan perkembangan peta lahan gambut nasional. Mula-mula, Wetland Internasional Indonesia membuat peta lahan gambut skala 1:250.000 untuk Sumatera, Kalimantan, dan Papua pada tahun 2000. Yang mengerjakannya adalah peneliti Balitbangtan dengan data dasar seperti Peta LREP I, LREP II, Kegiatan Tinjau, PLG, dan yang lainnya.

Data dasar itu, diperoleh sebelum 2000, utamanya tahun '70-an hingga '90-an. Tujuan pengembangannya untuk perencanaan strategis pemanfaatan dan pengelolaan gambut. Sayangnya, masih berpolemik terkait akurasi informasi dan pemanfaatannya.

Karenanya, verifikasi Tim Balitbangtan menyarankan perbaikan peta lahan gambut 2000 dan disempirnakan dengan penambahan informasi terbaru. Peta perbaikan dirilis 2011 dan diterbitkan Balitbangtan sekaligus menjadi informasi geospasial dasar untuk menyusun seri peta PIPIB bersama Kementerian LHK.

Lalu, penyusunan lahan gambut terdegrasi dalam rangka ICCTF dengan Bappenas, kawasan hidrologi gambut dengan Kementerian LHK dan BRG, serta penyusunan seri petan lainnya. "Peta lahan gambut tahun 2011 masih fokus di Sumatera, Kalimantan, dan Papua," katanya.

Balitbangtan selanjutnya merevitalisasi data sejak 2013. Tahun berikutnya, mulai memetakan tanah semi detail. Alhasil, medio 2016-2017 menyelesaikan pemetaan tanah semi detail skala 1:50.000. Banyak data baru yang dihasilkan dan digunakan untuk perbaikan Peta Lahan Gambut versi 2011.

Pemetaan tipologi pada 2013  memakai skala 1:50.000 di Kabupaten yang teridentifikasi memiliki rawa paling luas di Pulau Sumatera, Kalimantan (2014), Papua (2015), Papua Barat (2016), dan Sulawesi (2017). Pemetaan mengadopsi banyak pendekatan dan sistem pengelompokkan.

Tetapi, lebih fokus ke dinamika air dan bahan substratum yang dibuat berdasarkan informasi peta tanah skala 1:50.000 dan citra satelit resolusi tinggi terbaru, di mana merekam kala musim kemarau maupun hujan. Karenanya, peta tipologi lahan rawa 2013 menjadi informasi geospasial dasar untuk penyusunan peta tipologi lebih detail, skala 1: 10.000 atau 1:5.000.

"Kemudian pada diskusi kelompok ini, membahas peta lahan gambut tahun 2017 yang sebaran fokus ke empat pulau, yaitu Sumatera, Kalimantan, Papua dan Sulawesi. Pokok pembahasan mencakup pendefinisian, metode, penyebab perubahan lahan gambut, dan informasi akurasi lahan gambut versi 2017," bebernya. Hal tersebut dilakukan, mengingat informasi lahan rawa masih kasar, sementara pengelolaannya perlu informasi super detail.

Lahan gambut dan lahan rawa nasional perlu akurasi dan detail, karena sangat luas dan beberapa lokasi aksesibilitasnya cenderung terbatas. Menyiasati persoalan ini, Balitbangtan melakukan lima pendekatan. Pertama, membuat peta berseri atau ber-versi. Dengan demikian, peta bersifat dinamik dan terus diperbarui ketika data tersedia, meski tak langsung dipublikasi,

Kedua, pendekatan stepwise mapping. Artinya memetakan lokasi-lokasi berkesesuaian dengan prioritas pemerintah dan pembiayaan. Ketiga, pendekatan community mapping atau melibatkan masyarakat, baik swasta, konsultan, maupun lembaga penelitian perguruan tinggi dan pemerintah daerah, dalam pemetaan rawa dan gambut.

"Keempat, mendayagunakan data yang tersedia dengan teknologi data mining dan ekplorasi data spasial. Kelima, membangun dan memelihara geo database lahan basah (InaWetSoils)," tutup Yiyi. [ian/***]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya