Pemerintah Jokowi-JK disarankan untuk mempertajam program pengentasan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Karena, saat ini capaiannya masih belum sesuai harapan.
Kepala Badan Pusat StatisÂtik (BPS) Kecuk Suhariyanto menilai, masalah kemiskinan dan ketimpangan masih menÂjadi pekerjaan rumah yang perlu dibenahi pemerintah Jokowi JK di sisa masa tugasnya yang tingÂgal dua tahun lagi.
"Kalau melihat capaiannya bagus. Tapi harus diakui, belum sesuai harapan, makanya masih banyak yang perlu dibenahi," kata Kecuk di Jakarta, kemarin.
Kecuk memaparkan, dari sisi pertumbuhan ekonomi lebih baik dibandingkan 2014. Kemiskinan mengalami penurunan secara perlahan-lahan meskipun masih di bawah yang ditargetkan.
Untuk ketimpangan ekonomi, lanjut Kecuk, masih menjadi tanÂtangan besar. Tidak hanya ketimÂpangan ekonomi antarmasyarakat, tetapi juga antardaerah. "Saya kira diperlukan penajaman untuk penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan agar hasilnya lebih optimal," imbuhnya.
Kecuk memuji upaya pemerinÂtah dalam melakukan pemerataan pembangunan. Menurutnya, pemÂbangunan infrastruktur di wilayah timur Indonesia dapat mendorong pembangunan ekonomi lebih baik ke depan, termasuk untuk meneÂkan ketimpangan.
Pada kesempatan ini, Kecuk memberikan pesan khusus terÂhadap Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno yang baru dilantik sebagai GuÂbernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, kemarin.
Dia meminta, Anies-Sandi memberikan perhatian khusus terhadap masalah ketimpangan. "Ketimpangan di Jakarta tinggi. Ini masih menjadi masalah utama di Jakarta yang harus menÂjadi perhatian," pintanya.
Berdasarkan catatan BPS, pada Maret 2017, tingkat ketÂimpangan pendapatan penduduk DKI Jakarta yang diukur oleh Gini Ratio tercatat sebesar 0,41. Angka ini meningkat tipis sebeÂsar 0,01 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,40. SeÂmentara itu jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2016 yang sebesar 0,41, Gini Ratio Maret 2017 tidak mengalami perubahan signifikan.
Selain itu, jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada Maret 2017 sebesar 389,69 ribu orang (3,77 persen). DibandÂingkan dengan September 2016 (385,84 ribu orang atau 3,75 persen), jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,85 ribu atau meningkat 0,02 poin.
September Surplus Neraca perdagangan Indonesia pada bulan September mencatat surplus 1,76 miliar dolar AS. Nilai tersebut berasal dari selisih antara ekspor yang mencapai 14,54 miliar dolar AS, sedangkan impor hanya 12,78 miliar dolar AS. "Surplus ini lebih tinggi dibandingkan bulan lalu sebesar 1,71 miliar dolar AS," katanya di Jakarta, kemarin.
Kecuk mengatakan, nilai ekÂspor pada September 2017 sebeÂnarnya turun 4,51 persen dibandÂing ekspor bulan sebelumnya. Namun masih tercatat naik 15,60 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu. Ekspor non migas pada September 2017 mencapai 13,10 miliar dolar AS. Juga mengalami penurunan 6,09 persen dibanding Agustus 2017, sementara dibandingkan ekspor pada periode yang sama tahun lalu naik 13,76 persen.
Kecuk mengatakan, secara kumulatif, neraca perdagangan Januari-September surplus 10,87 miliar dolar AS, atau selisih dari ekspor 123,35 miliar dolar AS dan impor 112,48 miliar dolar AS. Bahkan surplus September tahun ini lebih tinggi dibandÂingkan periode yang sama tahun lalu 6,41 miliar dolar AS.
China masih menjadi primaÂdona ekspor nonmigas periÂode September 2017, tercatat Indonesia dengan 1,89 miliar dolar AS. Bahkan secara kumuÂlatif, periode Januari-September 2017, nilai ekspor ke China mencapai 14,57 miliar dollar AS. Disusul Amerika Serikat 1,46 miliar dolar AS, dan Jepang 1,31 miliar dolar AS.
Sedangkan negara pemasok barang impor terbesar selain China, Jepang 10,90 miliar dolar AS, dan Thailand dengan nilai impor 6,89 miliar dolar AS.
Kecuk mencatat defisit neraca perdagangan terjadi dengan China sebesar 10,23 miliar dolar AS, Thailand 2,84 miliar dolar AS dan Australia 2 miliar dolar AS.
Sementara itu, Menko PerekoÂnomian Darmin Nasution mengaÂtakan, data tersebut menunjukkan perkembangan ekonomi membaik. "Pertumbuhan investasi dan ekspor itu baik secara tahunan, tapi kalau Month to Month (MoM) mungÂkin pertumbuhannya tidak terlalu tinggi," ujarnya.
Darmin yakin dengan capaian itu seÂmua, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berkisar di angka 5,2 sampai 5,4 persen di 2017. ***