Bekas Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda, Yus Kusniadi Usmany diperiksa dalam kasus suap di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla), Kementerian Perhubungan.
Yus menjadi saksi untuk perkara Adiputra Kurniawan, Komisaris PT Adhiguna Keruktama, terÂsangka penyuap Dirjen Hubla, Antonius Tony Budiono.
Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha mengungkapkan, peÂmeriksaan terhadap Yus berÂhubungan dengan dugaan suap proyek pengerukan pelabuhan Samarinda.
Proyek di bawah Satuan Kerja KSOP Kelas II Samarinda itu memiliki pagu anggaran Rp 67,2 miliar. Proyek ini dikerjakan PT Bina Muda Adhi Swakarsa (BMAS).
Perusahaan yang berdomisili di Pekalongan, Jawa Tengah itu ditetapkan sebagai pemenang tender dengan nilai teknis 89. PT BMA Smengajukan harga penawaran Rp 66,853 miliar.
Kemarin, pimpinan PT BMAS, Iwan Setiono juga diÂpanggil KPK untuk menjalani pemeriksaan. Sebelumnya, Iwan pernah diperiksa pada pertengaÂhan September lalu.
Pemeriksaan terhadap Yus dan Iwan juga untuk mengkonfirmasi sejumlah dokumen yang diperoleh KPK terkait proyek pengerukan pelabuhan Samarinda. Dokumen itu diperÂoleh dari hasil penggeledahan kantor KSOP Kelas II Samarinda pekan lalu.
Untuk melengkapi berkas perkara tersangka Adiputra, penyidik memeriksasejumlah saksi. Yakni Sugiyanto (Manager Keuangan PT Adhiguna Keruktama), David Gunawan (Direktur PT Adhiguna Keruktama) dan Dewi Setiyawati.
Sugiyanto dan David Gunawan ikut diciduk KPK ketika melakukanoperasi tangkap tanÂgan (OTT) pada 23-24 Agustus 2017. Keduanya lalu dilepas. Sedangkan Adiputra dan Tony ditahan karena dianggap pelaku suap.
Kemarin, penyidik KPK juga memeriksa Tonny sebagai saksi Adiputra. Sedangkan Adiputra diperiksa sebagai tersangka.
Menurut Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah, pemerikÂsaan terhadap Tony dan Adiputra untuk mengungkap hubungan mereka. "Bagaimana hubungan keduanya sehingga terjadi tindak pidana penyuapan," katanya.
Usai diperiksa, Tonny memÂbantah menerima suap terkait proyek-proyek di Ditjen Hubla. Ia menyebutkan uang yang ia terima dan kemudian disita KPK hanyalah gratifikasi. "Saya bukan suap, kalau suap kan ada transaksi, saya hanya terima uang gratifikasi," dalihnya.
Begitu juga penerimaan nonÂtunai disebutnya gratifikasi. "ATM itu juga gratifikasi, tanya penyidik saja," katanya.
KPK masih menelusuri uang suap yang diterima Tony terkait proyek-proyek di Ditjen Hubla. Diduga, Tony tak hanya meneriÂma suap dari Adiputra. Pasalnya, ketika OTT dari tangan Tonny disita uang mencapai Rp 20,74 miliar.
Uang Rp 18,9 miliar disimÂpan di 33 tas. Terdiri dari uang rupiah, dolar Amerika, poundÂsterling, euro, hingga ringgit Malaysia. Sedangkan Rp 1,174 miliar dalam bentuk saldo di rekening bank. Jumlah uang ini merupakan terbesar dalam sejarah OTT KPK.
Uang-uang itu disimpan di dalam salah satu ruangan kamar di mess perwira Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat yang ditempati Tonny.
"Uang-uang itu diduga dari pihak-pihak yang terkait dengan jabatan dan kewenangan pihak penerima (Tonny) dalam proses perizinan atau proyek-proyek yang pernah dikerjakan di Ditjen Hubla," kata Febri.
Kilas Balik
PT Adhiguna Keruktama Selalu Dapat Proyek Besar Ditjen Hubla PT Adhiguna Keruktama tercatat kerap memenangkan tender atau lelang proyek di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan.
Setiap tahun 2012-2017, perusahaan itu selalu menangproyek. Jika ditotal, PT Adhiguna Keruktama telah mendapat proyek dengan nilai mencapai Rp 433 miliar.
PT Adhiguna Keruktama merÂupakan perusahaan kontraktor nasional yang bergerak di bidang sarana dan prasarana kelautan, khususnya pengerukan, reklaÂmasi dan marine engineering. Perusahaan swasta nasional ini sejak 2008 telah terlibat dalam sejumlah proyek infrastruktur di tanah air.
Berdasarkan catatan sistem layanan pengadaan secara elekÂtronik (LPSE), PT Adhiguna Keruktama sering mengikuti lelang proyek yang digelar Kementerian Perhubungan. Meskipun tak selalu menang, hampir setiap tahun, perusahaan ini mendapatkan proyek dari Kementerian Perhubungan. Nilai proyeknya besar-besar.
Pada 2012 misalnya, perusaÂhaan ini memenangkan proyek pengerukan alur pelayaran/kolam Pelabuhan Tanjung Emas dengan harga penawaran Rp 10,43 miliar.
Tahun berikut, 2013, perusaÂhaan ini memenangkan pekerÂjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Emas 2013 Rp 44,58 miliar.
Lalu, pekerjaan pengeruÂkan alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Emas Rp 66,61 miliar dan Pelabuhan Kumai Rp 66,66 miliar pada 2014.
Adapun pada 2015, PT Adhiguna Keruktama memeÂnangkan lelang pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Emas Rp 45,87 miliar.
Pada 2016, memenangkan lelang pengerukan pelabuhan Samarinda Rp 81,5 miliar dan Pelabuhan Pulau Pisang Rp 61,2 miliar. Kemudian pada tahun ini, proyek pengerukan alur pelaÂyaran pelabuhan Tanjung Emas Rp 44,52 miliar.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan pihaknya menetapkan dua tersangka duÂgaan tindak pidana korupsi terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Tahun Anggaran 2016-2017.
"Setelah pemeriksaan awal yang dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tinÂdak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek barang dan jasa di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2016-2017 yang diduga dilakukan oleh Dirjen Perhubungan Laut ATB (Antonius Tonny Budiono)," katanya.
KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyÂidikan sejalan dengan penetaÂpan dua orang tersangka, yaitu Antonius Tonny Budiono (ATB) dan Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adiputra Kurniawan (APK). ***