Senayan bereaksi keras dengan rencana Kementerian Keuangan memberikan perlakuan pajak khusus untuk PT Freeport Indonesia (PTFI). Pemerintah diminta tidak manjakan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno meminta pemerintah konsisten dalam mengenakan aturan pajak kepada seluruh perusahaan tambang.
"Ini harus dicermati. Jangan sampai kita memberi fasilitas yang sedemikian rupa. Sehingga ada semacam kesan Freeport diÂmanjakan," kata Hendrawan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Hendrawan mengatakan, banÂyak orang curiga dan khawatir, Freeport bersedia melakukan divestasi karena ditukar dengan kompensasi pemberian keringanan pajak. "Kami tidak mau berburuk sangka. Tapi kami harap tidak ada pemanjaan khusus," cetusnya.
Hendrawan mengatakan, seÂbagai perusahaan tambang yang sudah lama beroperasi di Papua, Freeport selama ini sudah banÂyak mendapatkan keuntungan besar. Menurutnya, perusahaan asal Amerika Serikat tersebut tidak semestinya mendapatkan keringanan-keringanan pajak.
Selain Hendrawan, Anggota Komisi XI DPR lain, Misbakhun juga mengkritik rencana KemenÂkeu menyiapkan fasilitas pajak khusus untuk Freeport.
Dia menuturkan, saat ini suÂdah ada beberapa regulasi yang mengatur secara jelas fasilitas perpajakan untuk perusahaan asing maupun nasional di biÂdang pertambangan. Seperti Undang-Undang (UU) Mineral dan Bahan Tambang (Minerba), UU Pajak Penghasilan (PPH), substansi kontrak karya, dan sebagainya.
"Jangan sampai kemudian hanya Freeport yang mendapatkan fasilitas melalui aturan baru yang dikeluarkan," kata Misbakhun.
Misbakhun menyatakan siap mendukung Sri Mulyani mengÂhadapi Freeport. Dia tidak rela, harga diri Menkeu sebagai wakil negara jatuh karena hanya bikin aturan menguntungkan peruÂsahaan tambang asal Amerika Serikat.
Rencana pemerintah menyiapkan fasilitas pajak untuk Freeport disampaikan langsung Menteri Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI, DPR, Rabu (4/10).
Sri Mulyani membantah memanjakan Freeport. MenurutÂnya, aturan yang dibuatnya akan dimasukkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) mengenai stabiÂlisasi investasi. Artinya, nanti tidak hanya berlaku khusus Freeport.
Menkeu memastikan, keÂbijakan yang mau dibuatnya tersebut tidak akan menggerus perolehan pajak. Dia menegaskan, pemerintah memiliki prinÂsip penerimaan pajak harus lebih besar dari sebelumnya. "Penerimaan Pajak bukan hanya dari Pajak Penghasilan (PPh) saja. Tapi juga, bisa dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), royalti, dan pajak daerah," kata Ani-panggilan akrabnya.
Ani mengatakan, dalam menyÂusun formulasi tersebut, pihaknya tetap mengacu pada pasal 169 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara yang menyebutkan bahwa harus ada upaya peningÂkatan penerimaan negara.
Adapun peningkatan penÂerimaan itu disumbang dari pos yang tercantum dalam pasal 128 UU Minerba, yakni pajak sesuai aturan perpajakan yang berlaku (prevailing), bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak yang terdiri dari iuran tetap, iuran eksplorasi, iuran produksi, dan kompensasi data informasi. "Semua akan kami masukkan di dalam peraturan perundang-undangan yang konÂsisten dengan pasal 128 dan 169 dari Undang-Undang Minerba dan kami sedang memformuÂlasikan itu," imbuhnya.
Sekadar informasi, masalah sistem pajak merupakan salah satu yang masuk poin negoÂsiasi antara Freeport dengan pemerintah. Freeport menolak ketentuan pajak dalam aturan IUPK. ***