Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
ADA fenomena deindonesianisasi pemahaman ajaran agama di dalam masyarakat dengan isu pemurnian agama. Namun yang dimaksud pemurnian agama itu lebih kepada penafsiran teks ajaÂran agama berdasarkan traÂdisi lokal tempat turunnya atau berkembangnya ajaran itu. Yang terjadi sesungguhnya ialah Arabisasi, Iranisasi, Pakistanisasi, pemahaman agama. Jika kultur setempat memiliki hak untuk menafÂsirkan teks ajaran agama sewajarnya juga IndoÂnesia memiliki hak budaya (cultural right) untuk menafsirkan teks ajaran tersebut. Demi persatÂuan dan kesatuan bangsa Indonesia, kita juga bisa memformulasikan penafsiran ajaran dalam bentuk 'Islam Nusantara' seperti yang digagas ulama NU atau 'Fikih Kebhinnekaan' seperti yang digagas ilmuan Muhammadiyah.
Sungguh sangat bijak dan patut dicontoh sikap dan kearifan the founding fathers bangsa IndoneÂsia, mengakomodir pluralitas masyarakat di dalam merumuskan dasar-dasar dan ideologi berbangsa dan bernegara, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip Islam sebagai agama mayoritas dianut di republik ini. Para penganjur agama sejak masa Proto-IndoÂnesia sampai kemerdekaan berhasil diraih, tokoh-tokoh bangsa ini selalu menekankan arti penting persatuan dan kesatuan bangsanya. Mereka sanÂgat sadar bahwa tanpa persatuan dan kesatuan, tidak mungkin bangsa ini terwujud seperti sekaÂrang ini. Kehadiran bangsa Indonesia harus disyuÂkuri oleh seluruh umat dan warga bangsa. Tidak mungkin kita bisa melakukan fungsi kita sebagai hamba ('abid) dan representasi Tuhan sebagai pemimpin jagat raya (khalifah) tanpa sebuah waÂdah (baca: Negara) yang ideal.
anyak contoh yang sangat memprihatinkan, umat beragama sulit menjalankan ibadahnya yang sangat asasi itu karena negara tempat tinggalnya porak-poranda, mereka sulit mempelajari dan menÂdalami kitab sucinya karena tidak memiliki lembaga pendidikan yang ideal. Mereka tidak bisa bermimpi menunaikan rukun Islam kelima, haji, karena yang mau dimakan saja sulit. Mereka tidak bisa memÂbayar zakat karena dirinya masih termasuk musÂtahiq, sasaran pemberian zakat. Mereka sulit meÂnyelenggarakan salat Jum'at karena mungkin tidak punya masjid, imam atau khatib, atau mungkin karÂena merasa tidak aman keluar rumah.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
Senin, 08 Desember 2025 | 12:15
UPDATE
Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01
Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58
Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48