Berita

Rita Widyasari/Net

X-Files

Bupati Kukar Terima Transfer Dari Bos PT SGP Urusan Jual-Beli Emas

Kasus Dugaan Gratifikasi Penerbitan Izin Sawit
KAMIS, 05 OKTOBER 2017 | 10:43 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairuddin, mangkir dari pemeriksaan perdana sebagai tersangka korupsi.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengungkap­kan, penyidik sudah menerima pemberitahuan dari pihak Rita mengenai ketidakhadiran me­menuhi panggilan pemeriksaan. "Tersangka KHR juga belum bisa memenuhi panggilan hari ini (kemarinóred)," sebutnya

Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha menambahkan, penyidik bakal memanggil ulang kedua ter­sangka. "Sudah dijadwalkan untuk dipanggil ulang," katanya.

Kapan? "Tentu secepatnya," tandas Priharsa.

KPK menetapkan Rita sebagai tersangka karena diduga men­erima gratifikasi hingga Rp6,97 miliar. Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, mengatakan penetapan Rita itu berdasarkan pengembangan atas bukti per­mulaan yang cukup atas dugaan tindakan pidana korupsi.

Basaria mengatakan selain Rita, pihaknya pun menetapkan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, dan Heri Susanto Gun yang merupakan Direktur Utama PT Sawit Golden Prima (SGP) sebagai tersangka.

"Indikasi peran ketiga tersangka tersebut, HSG memberikan se­jumlah Rp6 miliar terkait dengan pemberian izin operasi untuk kep­erluan inti dan plasma perkebunan kelapa Sawit di desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT SGP," ujar Basaria da­lam jumpa pers di Gedung KPK, 28 September 2017.

"Suap diduga diterima sekitar bulan Juli dan Agustus tahun 2010, dan diindikasikan dituju­kan untuk memuluskan proses perizinan lokasi terhadap PT SGP," ungkap Basaria.

Selain itu, Rita diduga menyalah­gunakan jabatannya sebagai bu­pati bersama Khairudin menerima gratifikasi pada sejumlah proyek di Kutai Kartanegara hingga sebesar US$775 ribu atau Rp 6,97 miliar

Rita disangka melanggar Pasal 12 huruf a, atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang Undang Tipikor.

Sedangkan Hari sebagai pem­beri suap dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a, atau Pasal 5 ayat 1 huruf b, atau Pasal 13 UU Tipikor. Sementara, Khairudin dalam dugaan penerimaan suap bersama Rita diduga melanggar Pasal 12 huruf B UU Tipikor.

Ditetapkan sebagai tersangka, Heri alias Abun akhirnya angkat bicara. Abun menjelaskan pem­berian uang kepada Rita murni urusan jual beli emas, bukan gratifikasi seperti yang dituduh­kan KPK.

"Itu hanya jual beli emas. Hal ini juga sebenarnya sudah pernah diperiksa KPK, yang saat itu pimpinan KPK sebelumnya. Semua saksi juga sudah diperik­sa," ujar Abun di Kota Samarinda, Kaltim, Selasa (3/10).

Ia menjelaskan pada 2010, Abun membeli emas 15 kg milik Rita seharga Rp 6 miliar lebih. Jual beli itu dilakukan legal, dan ditransfer lewat bank. "Makanya, hal ini juga sudah saya jelaskan ke pimpinan KPK lama. Hasil pemeriksaannya juga masih ada. Saat itu ada pemeriksaan dari Dinas Perkebunan hingga Dinas Pertanahan," katanya.

Heri menjelaskan perusahaan­nya PT SGP sudah lama tak menghasilkan untung. "PT SGP itu perusahaan merugi. Tak bisa diapa-apakan. Masih menunggu izin, dari awal hingga sekarang. Izinnya sama sekali belum sele­sai," bebernya.

Penjelasan Heri dibenarkan Rita. Ia menegaskan transferan uang dari Heri bukan gratifikasi. Tapi untuk pembayaran jual-beli emas. "Atas nama keadilan dan kebenaran yang semoga masih ada di negeri ini. Saya berani sumpah apapun, bahwa ini jual beli emas," tulis Rita dalam akun Facebook Rita Widyasari, Rabu 4 Oktober 2017.

"Saya dituduh menerima uang dari Bapak Abun ini tanggal 22 Juli 2010 melalui transfer dan 5 Agustus. Saya tanda tangan izin Abun 8 Juli, seminggu pasca menjadi Bupati (periode) pertama," paparnya.

Rita mengungkapkan, Abun pada saat pilkada adalah pendu­kung calon lain. Jadi Rita tidak mau menerima apapun dari yang bersangkutan. "Karena (ini) jual beli emas saya minta ditransfer, dan itulah saya dikatakan terima gratifikasi," tandasnya lagi.

Mengenai PT Citra Gading yang disebut-sebut memberikan uang ke Khairudin untuk dirinya, Rita meminta hal itu dibuktikan. "Jangan hanya katanya, katanya, hukum itu harus adil. Saya hanya mengelus dada atas pemberitaan yang ada," ujarnya.

Rita yakin, tuduhan korupsi yang dialamatkan kepada di­rinya tidak akan terbukti. "Saya katakan sekali lagi, penetapan saya sebagai tersangka terlalu terburu-buru. Saya akan sam­paikan pada dunia saya tidak bersalah, saya tidak korupsi," tegasnya.

Kilas Balik
Sakit Permanen, Syaukani Dapat Grasi


Rita Widyasari ditetapkan se­bagai tersangka kasus korupsi. Status ini bakal mengganjalnya mengikuti pemilihan gubernur (pilgub) Kalimantan Timur. Padahal, Partai Golkar telah resmi mengusungnya menjadi calon gubernur untuk perhelatan 2018 nanti.

Nasib serupa pernah diala­mi ayahnya, Syaukani Hasan Rais. Pria yang akrab disapa Pak Kaning sudah dua periode men­jabat Bupati Kutai Kartanegara dan ingin ìnaik kelasî menjadi gubernur. Partai Golkar pula yang mengusungnya menjadi calon gu­bernur di Pilgub Kaltim 2008.

Karier politik Syaukani ter­jerembap lantaran dia dijerat KPK. Syaukani ditetapkan se­bagai tersangka kasus korupsi. Sempat mangkir dari pang­gil KPK dengan dalih tengah menjalani perawatan, Syaukani dijemput paksa untuk menjalani pemeriksaan.

Kasusnya bergulir sampai ke pengadilan. Syaukani didakwa melakukan perbuatan yang berten­tangan dengan peraturan yaitu men­etapkan dan menandatangani Surat Keputusan (SK) tentang Penetapan Pembagian Uang Perangsang atas Penerimaan daerah terhadap min­yak bumi dan gas bumi sejumlah Rp 27,843 miliar.

Tindakan ini memperkaya diri sendiri dan juga orang lain orang lain sebanyak Rp 65,360 miliar. Dalam kasus ini, negara dirugikan mencapai Rp 93,204 miliar.

Tak hanya itu, Syaukani didak­wa melakukan penunjukan lang­sung pekerjaan studi kelayakan pembangunan bandar udara Loa Kulu. Dalam pelaksanaannya Syaukani mengambil dan meng­gunakan dana pembangunan ban­dar udara yang berasal dari APBD Kutai Kartanegara tahun 2004.

Syaukani dianggap mem­perkaya dirinya sebanyak Rp15,250 miliar dan Vonnie APanambunan, Direktur PT Mahakam Diastar Internasional sebanyak Rp 4,047 miliar dari proyek tersebut.

Terakhir, Syaukani didak­wa menggunakan dana kes­ejahteraan rakyat/bantuan sosial yang berasal dari APBD Kutai Kartanegara 2005 sehingga memperkaya dirinya sebanyak Rp7,750 miliar.

Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perbuatan Syaukani telah me­nyebabkan kerugian negara den­gan total Rp120,251 miliar.

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut Syaukani di­jatuhi hukuman penjara se­lama 8 tahun, denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp35.593.988.279,95 subsider satu tahun penjara.

Namun Pengadilan Tipikor Jakarta dalam putusan perkara nomor 11/PID.B/TPK/2007/ PN.JKT.PST, tanggal 14 Desember 2007 hanya menghu­kum Syaukani dihukum pen­jara 2,5 tahun, denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp34.117.938.279,95 subsider satu tahun penjara.

Di tingkat banding, vonis penjara yang dijatuhkan kepada Syaukani. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam putusan perkara nomor hanya mengubah denda yang harus dibayarkan Syaukani. Jadi Rp250 juta sub­sider 5 bulan kurungan.

Kalah di tingkat banding, Syaukani mengajukan kasasi. Mahkamah Agung (MA) malah memperberat hukuman Syaukani menjadi 6 tahun penjara. Uang pengganti yang harus dibayar­kan Syaukani juga ditambah menjadi Rp 49.367.938.279,95 subsider tiga tahun penjara. Putusan perkara nomor 868 K/ Pid.Sus/2008 itu diketuk pada 28 Juli 2008. Upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK) juga ditolak.

Syaukani dikeluarkan dari Lapas Cipinang setelah menda­pat grasi. Presiden SBY mem­berikan diberikan grasi dengan pertimbangan kemanusiaan. Syaukani menderita sakit per­manen. Terhitung sejak 18 Agustus 2010, Syaukani bebas.

Sempat dirawat di Singapura, kesehatan Syaukani tak kunjung pulih. Syaukani mengembuskan napas terakhir pada 27 Juli 2016 dalam usia 67 tahun. ***

Populer

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Usia Pensiun TNI Bakal Diperpanjang, Ketum PEPABRI: Kalau 58 Tahun Kan Masih Lucu-Lucunya

Senin, 10 Maret 2025 | 19:58

UPDATE

Soal Olok-olok Partai Gelora, MKD Sudah Periksa Pelapor Mardani

Jumat, 14 Maret 2025 | 05:38

Ronaldo Mundur dari Pencalonan Presiden CBF, Ini Alasannya

Jumat, 14 Maret 2025 | 05:20

12.104 Personel dan 167 Pos Disiapkan Polda Sumut untuk Pengamanan Idulfitri

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:59

Soal Penggeledahan Kantor bank bjb, Dedi Mulyadi: Ini Hikmah untuk Berbenah

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:46

Redam Keresahan Masyarakat Soal MinyaKita, Polres Tegal Lakukan Sidak

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:35

Polemik Pendaftaran Cabup Pengganti, Ini yang Dilakukan KPU Pesawaran

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:17

PHK Jelang Lebaran Modus Perusahaan Curang Hindari THR

Jumat, 14 Maret 2025 | 03:59

Dapat Tawaran Main di Luar Negeri, Shafira Ika Pilih Fokus Bela Garuda

Jumat, 14 Maret 2025 | 03:39

Mendagri Soroti Jalan Rusak dan Begal saat Rakor Kesiapan Lebaran di Lampung

Jumat, 14 Maret 2025 | 03:26

Siapkan Bantuan Hukum, Golkar Jabar Masih Sulit Komunikasi dengan Ridwan Kamil

Jumat, 14 Maret 2025 | 02:33

Selengkapnya