Bekas Panglima ABRI ini melihat ancaman perang ke depan bukan lagi perang militer, tapi perang dunia maya alias perang siber. Untuk mengahalau ancaman seranÂgan siber, pemerintah sudah membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Selain bicara soal pembenÂtukan BSSN, Wiranto juga meÂnyampaikan hasil pertemuannya dengan Dubes Australia untuk Indonesia Paul Grigson di kanÂtornya, kemarin. Berikut penuÂturan lengkap Wiranto:
Rapat koordinasi yang keÂmarin Anda lakukan dengan beberapa menteri membicaraÂkan soal apa saja?
Sekalian menunggu untuk kita melakukan rapat koordinasi mengenai masalah senjata. Tapi kali ini pembahasan kita bukan (tentang) senjata api, tapi senjata kita melawan kejahatan siber atau cyber attack. Ancaman siber itu ada dan jelas terasa. Karena saat ini seluruh kehiduÂpan masyarakat sudah masuk dalam kegiatan siber. Dan hasil koordinasi saya dengan berbagai pihak dalam tiga bulan teraÂkhir, termasuk dengan beberapa negara baik saya waktu ke Arab Saudi, Singapura, Turki, Rusia dan Filipina maka menyadarÂkan kita semua negara saat ini sudah bergerak dan masuk unÂtuk mengembangkan kegiatan sibernya.
Sekalian menunggu untuk kita melakukan rapat koordinasi mengenai masalah senjata. Tapi kali ini pembahasan kita bukan (tentang) senjata api, tapi senjata kita melawan kejahatan siber atau
cyber attack. Ancaman siber itu ada dan jelas terasa. Karena saat ini seluruh kehiduÂpan masyarakat sudah masuk dalam kegiatan siber. Dan hasil koordinasi saya dengan berbagai pihak dalam tiga bulan teraÂkhir, termasuk dengan beberapa negara baik saya waktu ke Arab Saudi, Singapura, Turki, Rusia dan Filipina maka menyadarÂkan kita semua negara saat ini sudah bergerak dan masuk unÂtuk mengembangkan kegiatan sibernya.
Lantas untuk menghalau ancaman siber itu apa yang suÂdah dilakukan pemerintah? Kita perlu senjata, senjatanya itu kegiatan siber yang terkoorÂdinir. Oleh karena itu, rapat hari ini kita menuntaskan pembenÂtukan organisasi siber nasional, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). BSSN ini sudah kita bentuk, sudah lama kita garap, sudah lama kita lakukan berbaÂgai pendekatan, dan sudah lama Presiden mengingatkan untuk segara dibentuk, karena ini berÂpengaruh terhadap bagaimana cara kita menanggulangi ancaÂman baru itu.
Ancaman baru ini bukan terkait ancaman militer, perang dengan senjata api, tapi perang baru, perang dunia maya, yang ancamannya beragam. Sekarang ini ancaman perang militer baÂrangkali sudah usang, tak lagi diminati banyak negara, karena mahal dan akan dikutuk oleh negara lain. Perang ke depan itu adalah perang dunia maya. Oleh karena itu perlu kita melakukan pengorganisasian, mengorganÂisasikan kegiatan siber yang sudah ada di Indonesia.
Lho memang sebelumnya institusi yang menangani anÂcaman siber ini terpecah di dalam beberapa institusi ya? Ya memang sudah ada kegÂaitan siber di Badan Intelijen Negara yakni siber intel, di Kementerian Pertahanan itu ada
cyber deffence, ada di kepolisian
cyber security, ada di TNI siber yang menyangkut masalah-masalah perang militer, ada juga siÂber di para pebisnis komersial.
Tapi kita belum punya satu badan siber nasional yang memayungi itu semua, yang memÂproteksi, mensinkronkan, mengharmonisasikan berbagai kegiaÂtan siber menjadi suatu kegiatan siber yang secara menyeluruh dapat di organisir, sehingga dapat menjadi kekuatan yang luar biasa.
Sehingga jika siber-siber itu kemudian kita lepaskan masing-masing, akan terjadi overlapÂping cross, yang kemudian tidak menguntungkan kepentingan nasional. Oleh karena itu pada hari ini (kemarin, red), kita bersyukur, lembaga-lembaga terkait siber nasional telah sepakat untuk diajukan dalam Perpres (peraturan presiden) yang baru. Yaitu pembentukan Badan Siber dan Sandi Negara, hari ini sudah selesai, dan seÂgara akan diundangkan melalui Perpres.
Untuk pimpinan atau kepala dari BSNN-nya siapa? Kepalanya akan disusun, tapi meyusun kepalannya itu sudah ada panduannya di Perpres ini, kita tunggu saja, tentu Presiden akan menunjuk personel yang punya kualifikasi, dan kemamÂpuan. Rapat ini bukan menunjuk pimpinan siapa, deputi itu nanti, tapi rapat koordinasi ini untuk memastikan keluarnya Perpres.
Rencananya kapan seleÂsainya pembahasan ini? Secepat mungkin, saya mengÂharapkan bulan ini tuntas.
Lalu bagaimana langkah pemerintah agar BSSN ini tidak tumpang tindih dengan lembaga yang sudah ada? Makanya dibentuk BSSN. Ini kan satu sistem dan prosedur, bagaimana mereduksi tumpang tindih itu karena kita mengkÂoordinir, tugasnya memproteksi seluruh kegiatan siber secara nasional. Tapi kalau tidak ada badan ini akan terjadi (overlapÂing) itu menghabiskan energi kita, dan akan mudah ada ruang-ruang yang disusupi siber attack itu.
Berarti BSSN ini berada langsung di bawah Presiden begitu? Kalau semua di bawah Presiden, Presiden sudah banÂyak tugasnya, tanggunga jawab beliau, maka untuk mengkoorÂdinasi, di bawah koordinasi Menko.
Untuk personelnya apakah berasal dari profesional atau dari Kominfo? Nanti dulu saja, tunggu saja. Belum bicara.
Polisi kan sudah punya badan siber sendiri, apakah nanti polisi juga harus meÂlapor ke BSSN juga? Sudah, bukan lapor, dikordiÂnasikan, itu beda ya.
Oh ya, dalam pertemuan Anda dengan Dubes Australia untuk Indonesia, apa saja yang dibahas? Memang ada pemikiran untuk kita lebih luas lagi. Mengajak negara-negara lain untuk berÂsama-sama menyelesaikan atau ikut membantu penyelesaian masalah di Myanmar dengan suatu pertemuan-pertemuan regional.
Nah ini tadi kita bicarakan dengan pihak Australia. Dalam waktu dekat kita melakukan suatu kerja sama regional, berÂsama-sama untuk memberikan suatu bantuan langsung. Apakah bantuan-bantuan kemanusiaan, apakah penyelesaian politik. Sehingga bisa membantu secara lebih cepat lagi.
Lalu siapa saja yang nanti akan diikutsertakan? Tentu ASEAN class ya, buÂkan ASEAN keseluruhan. Tapi, kita melihat negara-negara mana yang cukup dominan untuk bisa langsung masuk ke permasalaÂhan ini. Masalah politik, Menlu kita kan sudah bekerja keras untuk bagaimana dengan seÂmangat bebas-aktif melakukan langkah-langkah yang konstrukÂtif. Agar kejadian-kejadian yang menyengsarakan masyarakat itu dapat dihentikan, dan juga agar stabilitas (politik) Myanmar segera dapat dipulihkan. ***