Merembesnya gula rafinasi ke pasar disinyalir akibat kelebihan pasokan. Kementerian Perdagangan (Kemendag) diminta mengevaluasi kuota impor komoditas tersebut untuk memperkecil terjadinya pelanggaran tersebut.
Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (Aptri) Soemitro Samadikoen mengapresiasi Kemendag yang berhasil membongkar kasus merembes gula rafinasi (gula khusus untuk industri) ke pasar. Namun dia menilai, langkah itu belum cukup untuk mengerem pelanggaran tersebut. Dia mengusulkan kuota impor gula rafinasi dikurangi untuk memiÂnimalisir rembesan.
"Kebutuhan untuk industri sudah lebih dari cukup. Makanya gula rafinasi merembes ke pasar umum. Menurut saya, impornya harus dikurangi, disesuaikan dengan kebutuhan industri saja," kata Soemitro kepada Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.
Dia menuturkan, pembenahan tata niaga harus dilakukan terus menerus. Tak hanya kuota impor gula rafinasi, evaluasi juga harus menyasar kepada impor gula konsumsi. Karena, pada tahun ini diproyeksinya ada kelebihan pasokan gula sebanyak 1,2 juta ton.
"Kebutuhan gula tahun 2016 tercatat 2,7 juta ton. Produksi dalam negeri 2,3 juta ton, artiÂnya kekurangan hanya 400 ribu ton. Sementara tahun lalu impor mencapai 1,6 juta sehingga ada kelebihan pasokan sebanyak 1,2 juta ton," paparnya.
Soemitro menyambut baik rencana Kemendag melelang gula rafinasi. Menurutnya, langÂkah ini akan memperkuat pengawasan. Karena, sistem yang ditarapkan memudahkan pemerintah menelusuri pelakunya jika terjadi rembesan gula rafinasi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendag Karyanto Suprih tidak mau buru-buru mengevaluasi impor gula. MenuÂrutnya, dalam kasus rembesan gula rafinasi yang baru-baru ini terungkap, pihaknya tidak meÂnemukan keterlibatan importir. "Sejauh ini kami tidak menemuÂkan keterlibatan (kongkalikong) dengan importir. Itu pelakunya industri makanan dan minuman (mamin)," ungkapnya.
Untuk menekan merembesnya gula rafinasi ke pasar, lanjut Karyanto, pihaknya akan terus meningkatkan pengawasan terutama saat pendistribusiannya.
Karyanto mengakui, gula raÂfinasi yang merembes ke pasar cukup tinggi. Oleh karena itu, pihaknya meningkatkan pengaÂwasan dengan akan menerapkan lelang gula.
Dalam sistem lelang, lanjut Karyanto, setiap karung gula rafinasi yang akan dilelang akan dilengkapi dengan
QR Code atau
Quick Response Code. Jika kode tersebut dipindai maka akan diperoleh data-data idenÂtitas produsen gula rafinasi dan pembelinya.
"Dengan sistem ini akan meÂmudahkan pemerintah mengetaÂhui alur distribusi jika ada gula rafinasi rembes ke pasar umum," pungkasnya.
Seperti diketahui, baru-baru ini Kemendag memusnahkan 2,1 ton gula rafinasi hasil peÂnyitaan dari toko dan pedagang di pasar umum selama semesÂter I-2017. Dari pengawasan tersebut, Kemendag mendapati tiga perusahaan mamin sebagai pelakunya. Kemendag mengaku telah memberikan sanksi terhadap ketiga perusahaan tersebut dengan tidak memberikan pasoÂkan gula rafinasi lagi.
Sekadar informasi, di IndoneÂsia, ada dua jenis gula pasir yang beredar. Pertama, gula rafinasi yakni gula yang hanya diperunÂtukkan untuk industri mamin. Kebutuhan gula ini diperkirakan 3 juta ton per tahun. Hampir seluruh bahan baku gula rafinasi dari impor. Harganya pun relatif murah yakni kisaran Rp 8.000-9.500 per kilo gram (kg).
Kedua, gula kristal putih untuk dijual di pasar umum atau konÂsumsi masyarakat. Gula ini rata-rata diproduksi pabrik gula dalam negeri. Kemendag telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) gula kristal Rp 12.500 per kg. ***