Berita

Nasaruddin Umar/Net

Pancasila & Nasionalisme Indonesia (57)

Mendalami Persatuan Indonesia: Mengindonesiakan Umat Beragama

SENIN, 02 OKTOBER 2017 | 10:24 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

KONSEKUENSI hidup memilih tinggal di Indonesia, maka kita harus menerima dan atau menyesuaikan diri den­gan sistem kehidupan keneg­aran NKRI. Sebaliknya NKRI juga harus mengakomodir secara adil seluruh warg­anya tanpa membedakan agama, ras, dan suku. Sejak awal juga sudah secara ekslusif menerima ke­nyataan kehadiran penganut agama-agama lain, termasuk Islam, Yahudi, Nashrani, dll.

Sejak awal berdirinya NKRI, semua agama dan kepercayaan bebas hidup di dalamnya. Keduan­ya saling mengokohkan satu sama lain. Agama memberikan pengutan terhadap negara dan neg­ara memberikan penguatan terhadap agama. Agama dan NKRI bagaikan satu mata uang yang memiliki sisi yang berbeda. Jika di kemudian hari terdapat pertentangan antara keduanya, maka itu perlu segera diatasi.

Akhir-akhir ini isu agama seringkali tampil ber­hadap-hadapan dengan tatanan negara. Gera­kan puritanisme atau pemurnian agama tampak­nya melahirkan benturan-benturan baru antara tatanan kenegaraan dan apa yang diklaim se­bagian orang sebagai ajaran Islam. Lahirnya gerakan salafiah jihadi yang berusaha member­sihkan khurafat dan bid'ah di dalam masyarakat seringkali berhadapan dengan tradisi keagamaan yang sudah mapan dan mendapatkan legitimasi negara. Misalnya hadirnya kelompok anti Per­ayaan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, peringatan tang­gal 1 Muharram, dll dianggap sebagai kegiatan bid’ah yang tidak berdasar. Padahal acara-acara tersebut sudah menjadi tradisi keagamaan rutin dan di antaranya sudah dilembagakan dalam ac­ara negara, seperti Peringatan Maulid Nabi, Per­ingatan Isra' Mi’raj, dan Nuzulul Qur'an setiap ta­hun diacarakan sebagai acara kenegaraan. Jika itu dibid’ahkan, apalagi diharamkan, bukan saja menimbulkan masalah internal umat Islam tetapi juga berdampak pada acara kenegaraan.


Sesuatu yang dianggap positif dan sudah diter­ima baik di dalam masyarakat luas, apalagi sudah diakomodasi oleh negara sebagai acara kenega­raan yang diperingati secara nasional, sebaiknya tidak perlu diusik lagi. Pemurnian ajaran tidak mesti harus mengorbankan kearifan dan kreatifi­kas lokal sepanjang hal itu tidak terang-terangan bertentangan dengan ajaran dasar agama. Apa yang ditawarkan sebagai standar ajaran pemur­nian sesungguhnya belum tentu murni. Apalagi kalau yang dijadikan standar ajaran untuk me­nilai lebih kental budaya Timur Tengahnya ketim­bang ajaran Islamnya. Contohnya adanya gera­kan atau seruan penggunaan cadar atau niqab, yaitu pakaian perempuan yang menutupi seluruh anggota badan kecuali kedua bola mata, peng­gunaan celana di atas tumit, dan kemestian me­meliharat jenggot, dan atribut fisik keagamaan lainnya.

Menjadi seorang muslim yang baik tidak mes­ti harus menyerupakan diri dengan orang-orang Arab. Kita bisa menjadi The Best Muslim tetapi pada saat bersamaan kita tetap menjadi The Best Indonesian. Beberapa contoh seruan sudah mir­ip dengan "ancaman" karena bagi mereka yang tidak mengindahkan ajaran da'wah mereka dita­kut-takuti dengan neraka. Kalangan masyarakat sudah mulai bingung, mana sesungguhnya yang benar. Peran Majlis Ulama Indonesia juga se­baiknya lebih pro-aktif melindungi kepercayaan umat yang sudah mapan. MUI harus berani bi­cara bahwa suasana keberagamaan dan tradisi keagamaan (Islam) di Indonesia sudah di atas jalan yang benar. Apalagi dengan kebebasan umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa saat ini sudah sedemikian dilindungi oleh HAM. Semua orang dan golongan bebas mengekspresikan ajaran agama dan ke­percayaannya. Lebaran berkali-kali, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, sudah lumrah di Indonesia, meskipun pengalaman seperti ini aneh di mata umat Islam negara lain. Kemendag Diminta Pangkas.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya