Berita

Setya Novanto/Net

Politik

KPK Sengaja Lepas Setnov

SABTU, 30 SEPTEMBER 2017 | 18:59 WIB | OLEH: DJOKO EDHI ABDURRAHMAN

INDIKATORNYA, KPK sengaja lepas Setya Novanto (Setnov). Ngeri rupanya para komisioner KPK berhadapan dengan Setnov, maka Majelis Praperadilan mulus membebaskan Setnov dari sangkaan KPK berkorupsi EKTP, pekan lalu. Nyali Komisioner sejak awal memang sudah defisit. Ditambah blunder "mens rhea" yang hilang di kasus RS Sumber Waras. Dosa sudah ditanam, seperti menabur angin, komisioner menuai badainya.

Dua Kali KPK Lepas Setnov

Ini sudah kedua kalinya KPK melepas Setnov. Sebelumnya, putusan majelis yang menghukum dua Dukcapil Irman dan Sugiharto, lima dan tujuh tahun penjara. Majelis malah menghapus semua nama Anggota DPR yang dituduh terlibat di BAP, karena tak terbukti menerima dana korupsi E-KTP, kecuali Miryam, Akom (Ade Komarudin), dan Markus Nari.


Alasan majelis, yang terbukti hanya tiga orang itu yang menerima duit korupsi EKTP. Bahkan nama Setnov pun yang dinyatakan aktor intelektual, raib. Padahal, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK sudah hingar bingar, 43 anggota DPR menerima aliran. Geger nasional.

Saya tak punya keraguan kecanggihan teknik yuridis KPK. Itu cuma seputar hukum pembuktian. Tak lebih. Cukup ilmu hukum sarjana hukum, Strata satu. Tapi toh, KPK tak lulus. Tak ada bukti anggota DPR terima duit korupsi, disebutnya di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) menerima aliran. Maksudnya apa?

Sekarang terulang lagi. Praperadilan Setnov dikabulkan Hakim Cepi Iskandar. Pertimbangannya: bukti yang diajukan KPK sebagai bukti permulaan, bukan bukti atas kejahatan Setnov yang dituduhkan KPK, melainkan bukti kejahatan orang lain.

Lho, piye toh? Artinya, materi bukti permulaan saja, KPK tak paham.
Jatuhnya bukti palsu! Ya jelas ditolak. Bahkan oleh sarjana hukum yang paling bego, niscaya ditolak. Mentersangkakan Setnov dengan bukti kejahatan orang lain. Apa maksudnya?

KPK ceroboh? Ya enggaklah. Ceroboh untuk kasus Rp 5,3 triliun? Sebab, Setnov pertaruhan segalanya. Setnov lolos, anggota DPR lain yang sudah masuk BAP, lolos. Setnov kena, ruling party kena. Perma No 13 tahun 2016 tentang tata cara penanganan korporasi sudah menunggu. Parpol adalah korporasi yang dalam BAP, PDIP dan Golkar dinyatakan menerima aliran dana. Gawat, tutup saja itu kasus!

Masih ada kesempatan bagi KPK untuk menerbitkan Sprindik baru untuk Setnov. Tapi hasilnya akan sama saja. Pertama, KPK tak punya bukti permulaan. Kedua, ini yang seru, penyidik KPK tak mampu mengenali mana bukti mana bukan. Ketiga, KPK sudah capek digoyang Hak Angket KPK. Keempat, KPK sejak awal subtansinya membuka kasus EKTP untuk memulihkan nama baiknya yang tercemar tersandung Ahok.

Kelima, rezim Jokowi tak menguntungkan untuk dilawan, sementara yang terbanyak terlibat EKTP adalah tokoh terkemuka Golkar dan PDIP, bisa rontok keduanya dan merembet ke Bina Graha. Keenam, niscaya fatal bagi komisioner ke depan jika deal dengan rezim Jokowi diingkari, Agus bisa lengket sungguhan di bui.

Ketujuh, jika Setnov tak bisa diselamatkan, Golkar akan jalankan senjata pamungkasnya, yaitu JITIBEH (mati siji mati kabeh), Papa Minta Saham yang menyeret Presiden Jokowi dan LBP untuk memaksa kekuasaan menggunakan power. Jika tak bisa cara itu, bubarkan saja KPK. Toh, sudah sembilan KPK dibubarkan, dua dibikin mati suri.

Penulis adalah mantan Anggota Komisi III DPR


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya