Pemerintah sempat mengevaluasi target program megaproyek listrik 35 ribu megawatt (MW) pada akhir taÂhun lalu. Karena, hitungan PeÂrusahaan Listrik Negara (PLN) dan pemerintah sendiri sulit merealisasikan target tersebut. Paling mentok hanya tercapai 26 ribu MW. Tapi, evaluasi tersebut dibatalkan dan target dikembalikan lagi menjadi 35 ribu MW.
Kini, pemerintah berencana mengevaluasi lagi setelah surat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meÂminta Kementerian ESDM dan PLN mengevaluasi target proyek prioritas tersebut, bocor ke ruang publik. Dalam surat itu, Ani-panggilan akrab Sri Mulyani-mengkhawatirkan keuangan PLN yang memiliki utang cukup besar.
Menteri Koordinator BiÂdang Kemaritiman Luhut BinÂsar Pandjaitan menilai, proyek 35 ribu MW memang perlu dievaluasi. Hal itu merujuk pada pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya akan tumÂbuh 5-6 persen. Sementara target target 35 ribu MW itu merupakan target dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 6-7 persen.
"Saya pikir sudah sesuai rencana, hanya kita perlu adakan penyesuaian. Kalau kita bikin 7 persen asumsi 35 ribu MW, nanti kita jadikan 35 ribu MW akan jadi beban. Jadi kita perlambat beberapa proyek," kata Luhut di sela-sela rapat koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Bank Indonesia (Rakorpusda) di Bandung, kemarin.
Direktur Eksektutif
Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa meÂnyarankan PLN tidak perlu ngoyo membangun proyek 35 ribu MW. Selain karena utang, kebutuhan proyek tersebut melonjak drastis.
Fabby mengamini kekhawatiran Menkeu soal konÂdisi keuagan PLN. Memang diakuinya, PLN mendapat tugas membangun 35 ribu MW sekaligus transmisi dan distribusinya. Namun tarÂget tersebut disusun dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 7 persen.
Sayang beribu sayang, perÂtumbuhan ekonomi dan perÂtumbuhan energi saat ini belum mencerminkan target yang digodok tiga tahun silam. Dengan capaian 5,01 persen di semester I-2017, maka diperÂlukan revisi program 35 ribu MW.
"Dengan adanya perbaikan asumsi 35 ribu MW, sebeÂnarnya kebutuhan untuk inÂvestasi 35 ribu MW itu yang harus dideliver sampai 2019 kan tidak sebesar yang diperÂkirakan semula," tutur Fabby di Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan, dari proÂgram 35 ribu MW, 10 ribu MW dibangun PLN dan sisanya dikerjakan swasta (
IndepenÂdent Power Producer/IPP). Dengan kondisi keuangan saat ini, porsi PLN dan IPP harus dikurangi agar tidak kelebihan suplai.
Menukil halaman resmi PLN,
https://www.pln.co.id, terpampang laporan keuangan triwulan II-2017 untuk utang jangka panjang Rp 299,364 triliun. Jika dirinci, kewajiban pajak tangguhan bersih Rp 116,912 miliar, utang jangka panjang (setelah dikurangi bagian jatuh tempo dalam satu tahun penerusan pinjaman) Rp 29,995 triliun, utang keÂpada pemerintah dan lembaga keuangan pemerintah nonbank Rp 6,785 triliun.
Terhitung utang sewa pembiayaan Rp 17,309 triliun, utang bank Rp 101,231 triliun, utang obligasi dan sukuk ijaÂrah Rp 94,675 triliun, utang listrik swasta Rp 7,081 triliun. Utang pihak berelasi Rp 2,712 miliar, kewajiban imbalan kerja Rp 42,049 triliun, dan utang lain-lain Rp 115,728 miliar.
Jumlah utang jangka panÂjang di triwulan II-2017 itu naik Rp 40,025 triliun jika dibandingkan triwulan II-2016, Rp 259,339 triliun. Rinciannya, liabilitas pajak tangguhan-bersih Rp 488,856 miliar, utang jangka panjang (setelah dikurangi bagian jatuh tempo dalam satu taÂhun penerusan pinjaman) Rp 30,502 triliun, utang keÂpada pemerintah dan lembaga keuangan pemerintah nonbank Rp 7,766 triliun.
Utang sewa pembiayaan Rp 22,091 triliun, utang bank Rp 79,049 triliun, utang obligasi dan sukuk ijarah Rp 69,395 triliun, utang listrik swasta Rp 7,339 triliun. Selanjutnya, utang pihak berelasi Rp 502 juta, kewajiban imbalan kerja Rp 42,555 triliun, dan utang lain-lain sebesar Rp 149,380 miliar. ***