Berita

Nasaruddin Umar/Net

Pancasila & Nasionalisme Indonesia (55)

Mendalami Persatuan Indonesia: Membingkai Pluralitas Budaya

RABU, 27 SEPTEMBER 2017 | 08:00 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

MEMBINGKAI pluralitas bu­daya sesungguhnya tidak gampang, tetapi kenyataan itu terjadi di Indonesia. Para pe­juang budaya di masa lampau berusaha untuk menyatukan yang berbeda dan menghim­pun yang berserakan tanpa menimbulkan ketegangan konseptual. Itulah kearifan nenek moyang kita, rela menenggelamkan kepent­ingan subjektifnya demi mengedepankan keutuhan bangsa dan negara. Selain harus berhadapan dengan birokrasi, batas teritorial,ia juga harus men­embus lapis-lapis kultural yang sudah mapan.

Lebih sulit lagi jika isme-isme itu bersumber dari daerah asing manusia, seperti nilai-nilai transend­ental seperti agama dan kepercayaan, yang dengan sendirinya juga harus dapat menembus otoritas logika manusia. Dari sisih ini, kehadiran Islam dalam tempo relatif singkat di kepulauan Nusantara merupakan suatu keajaiban tersendiri.

Dalam waktu bersamaan Islam mampu menembus batas-batas geografis, lapis-lapis budaya, dan batas otoritas logika masyarakat bangsa Indonesia. Kita tidak bisa menafikan kapasitas Wali Songo, penganjur Islam di masa awal, tetapi sarana dan mobilitas yang dimiliki mereka dalam masa itu masih amat terbatas, dan rasanya sulit dipercaya mampu menjangkau seluruh Tanah Air tanpa sebuah keajaiban lain. G.Evon Grunebaum merasa takjub melihat perkemban­gan Islam di Indonesia, sebagaimana dikutip Taufik Abdullah dalam buku "Islam di Indonesia", bahwa bagaimana mungkin agama yang bersumber dari daerah asing dapat dianggap oleh calon-calon pemeluknya sebagai sesuatu yang telah terkait erat dengan tradisi mereka?


Konsekuensi yang harus dihadapi mereka ialah sebelum memasyarakatkan misi ajaran agama yang dibawa, mereka juga harus mengalami proses adaptasi nilai-nilai lokal setempat. Kekhususan dan sekaligus keistimewaan Islam dalam hal seperti ini, menurut S.H. Nasr dalam Ideal and Realities of Islam ialah terletak pada nilai-nilai dasarnya yang sangat lentur. Nilai-nilai Islam memang bersifat universal tetapi universalitasnya memiliki kekuatan akomodatif yang luar biasa terhadap nilai-nilai lokal. Dengan kata lain, nilai-nilai universal Islam tersusun dari berbagai keunikan lokal yang terintegrasi di dalamnya. Islam bisa beradaptasi dengan nilai-nilai lokal kemanusiaan sepanjang nilai-nilai itu bersum­ber dari keluhuran akal budi manusia.

Islam adalah agama kemanusiaan, sedangkan kemanusiaan itu hanya satu (humanity is only one). Kemanusiaan tidak membedakan jenis kelamin, kewarganegaraan, etnik, dan agama. Yang lebih memudahkan Islam diterima di seluruh wilayah ter­letak pada paham teologinya yang Teomorfis, sebuah paham yang menekankan aspek kesucian Tuhan, bukannya menekankan aspek kemanusiaan Tuhan yang dikenal dengan konsep Antropomorfisme. Teomorfisme Islam memungkinkan diterima di semua lapisan masyarakat, terutama terhadap masyarakat yang sudah memiliki faham ketuhanan Yang Maha Esa, seperti faham yang kebanyakan dianut di dalam masyarakat lokal Indonesia.

Pengakuan sejumlah raja lokal di kepulauan Nusantara yang menerima Islam karena diang­gapnya bukan "barang asing" tetapi sebagaimana dikatakan Taufik Abdullah, "sebagai suatu kelan­jutan dari sesuatu yang telah ada dalam perben­daharaan kultural mereka". Sedemikian banyak persambungannya dengan nilai-nilai ajaran Islam, memungkinkan makin lancarnya proses akulturasi dan enkulturasi nilai-nilai Islam di dalam masyar­akat. Agama yang paling cepat berkembang di kepulauan Nusantara ialah agama Islam.

Agama Hindu yang begitu kuat berpengaruh di dalam masyarakat tetapi memerlukan waktu berabad-abad lamanya untuk dikenal. Islam hanya membutuhkan waktu lebih dari seabad untuk bisa menyebar ke kepulauan Nusantara dan menjadi agama mayoritas di Indonesia. Itu terjadi Karena citra positif penganjurnya yang mengesankan pihak penguasa dan masyarakat lokal.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya