Dalam beberapa bulan teraÂkhir, Komisi Pemberantasan Korupsi semakin gencar melakuÂkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap sejumlah kepala daerah yang bertindak lancung diduga mengkorupsi duit rakyat. Sepanjang 2017 ini, dari berbaÂgai OTT yang dilakukan KPK, setidaknya sudah lebih dari lima kepala daerah terjaring OTT.
Mereka adalah; Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Walikota Tegal Siti Masitha, Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen, Walikota Batu Eddy Rumpoko, dan yang terbaru adalah Walikota Cilegon Iman Ariyadi.
Pada 2016 ada 10 kepala daerah yang tersandung kasus korupsi. Secara keseluruhan, seÂjak 2004 hingga Juni 2017, data statistik KPK menyebutkan, ada 78 kepala derah yang berurusan dengan KPK. Rinciannya, 18 orang gubernur dan 60 orang wali kota atau bupati dan wakilnya.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tenÂtunya miris melihat data terseÂbut. Berikut penuturan Menteri Tjahjo terkait hal tersebut;
Belakangan ini makin banÂyak kepala daerah terjarÂing Operasi Tangkap Tangan KPK. Bagaimana ini?Ya kita melihatnya dari sisi positifnya, kami terima kasih dan apresiasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang ikut membantu membuat pemerÂintahan yang bersih, sebagaimaÂna arahan Bapak Joko Widodo kepada saya Mendagri bangun tata kelolaan yang bersih dan efisien, taat kepada hukum untuk mempercepat reformasi birokraÂsi dan pelayanan masyarakat sekaligus memperkuat ekonomi daerah.
Bukankah OTT terhadap kepala daerah ini juga meÂmunculkan citra negatif buat Anda sebagai Mendagri? Di sisi negatifnya, ya saya prihatin karena mereka bagian dari saya. Sistemnya sudah ada namun tidak dipatuhi. Ketika mereka menang (pilkada), Kemendagri sudah berikan (diklat) bagaimana menyusun undang-undang, memahami baÂgaimana perencanaan anggaran dan sebagainya. KPK pun turut masuk (memberikan diklat) sebanyak 10 persen.
OTT KPK terbaru terhÂadap Walikota Cilegon Iman Ariyadi, sejatinya seperti apa sih bentuk pengawasannya? Banten itu sudah masuk suÂpervisi oleh KPK sejak tahun kemarin, tapi toh Cilegon masih kebobolan. Bapak Jokowi sejak awal sudah memerintahkan 3-government. Semua sudah. Jadi sumpah janji jabatan sampai integritas itu sudah ada. Terus e-government, e-planning, e-budÂgetin sampai e-permit, itu sudah dicanangkan sejak awal. Tapi semua itu masih bisa dilangÂgar dan masih ada permainan. Saya sejak awal mengingatkan buat saya sendiri dan semua pihak di Kemendagri, (baik) di pusat maupun di daerah untuk memahami area rawan korupsi, perencanaan anggaran, dana hiÂbah bansos, retribusi dan pajak, belanja barang dan jasa, dan yang terakhir lagi adalah jual beli jabatan. Ini yang seharusnya dipahami. Kalau itu dipahami dengan benar, saya rasa tak akan terjadi itu semua.
Kalau segala langkah pengaÂwasan dan pencegahan sudah Anda keluarkan tapi masih juga terjadi perilaku lancung dari kepala daerah, lantas langkah pamungkas apa yang akan Anda keluarkan beriÂkutnya? Setiap (selesai) pilkada serentak nanati kami langsung diklat semmuanya plus istrinya. Kemarin KPK memberikan modul antikorupsi akan ditingÂkatkan 50 persen. Kemudian yang kedua, partai nggak salah. Rekrutmen partai itu sudah bagus.
Ada di psikotesnya, ada latiÂhan calon pilkadanya, sudah dibekali secara ideologis, maka itu kembali lagi ke orangnya. Nah korupsi juga tidak bisa satu orang, ya bisa anak buahÂnya terlibat atau anak buahnya memberi masukan yang salah, atau pihak ketiga atau penguÂsahanya juga salah. Bayangkan selama KPK ada sudah ada 77 OTT. Kemudian sebelumnya ada sekitar 300 orang.
Melihat kondisi yang memÂprihatinkan seperti ini apakah Anda berencana mengumpulÂkan para kepala daerah untuk mengevaluasi semua itu?Saya rasa tidak. Semuanya suÂdah beres semuanya. Sistemnya sudah kita perbaiki, tinggal inspektorat daerah sudah kita bahas dengan KPK untuk bisa lebih mandiri dan dioptimalkan. Semua sistem sudah ada semua, Bapak Presiden di beberapa tempat juga bicara yang sama, hati-hati ini uang negara, sampai dana desa pun harus hati-hati. Ini kan kembali lagi ke individu, kan mereka sudah meneken pakta integritas, sumpah setia.
Lantas apa dong yang akan Anda lakukan untuk menceÂgah agar jangan sampai ada kepala daerah terjaring OTT lagi?Kami selalu mengingatkan tentang area rawan korupsi, bisa lima-enam kali surat. Saya rasa pakta integritas akan kami opÂtimalkan, kemudian tahu detail tanggung jawab terhadap area rawan korupsi itu tadi. Apapun itu, mereka (kepala daerah) itu kan dipilih oleh rakyat, beda kaÂlau menteri yang milih Presiden setiap saat bisa diganti. Beda kalau kepala daerah, mereka diganti kan kalau ada masalah hukum atau dia meninggal. Jadi saya harap ada rasa tangggung jawab.
Terkait program penguaÂtan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) yang ikut Anda rancang itu bagaimana kelanjutannya?Sudah dibahas kemarin denÂgan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), sekarang sudah dibahas BPKP bertahap, kemudian KPK keÂmarin sudah menemui kami berÂdialog, KPK fokus di 22 provinsi dan 350 kota/kabupaten. Jadi untuk fungsi pencegahannya pengawasan melekat bersama-sama dengan Irjen Kemendagri, BPKP, dan di daerah dengan penindakan seiring.
APIP ini jangan hanya meÂlapor kepada kepala daerah, saya pikir harus ada fungsi-fungsi penindakan. Masa urusan Rp 5-10 juta harus KPK yang turun. Tapi sebelum mereka efektif, belum mandiri, jangan salahkan kalau KPK turun. ***