Baru-baru ini Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat melontarkan wacana agar ke depannya Gubernur Jakarta dipilih oleh DPRD saja, tak perlu dipilih langsung.
Alasannya, menurut Djarot, jika Gubernur Jakarta dipilih langsung banyak menimbulkan kerawanan-kerawanan sosial dan politik.
Berikut pernyataan Mahfud MD, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, kepada Rakyat Merdeka, menanggapi usulan Djarot itu:
Bagaimana pandangan Anda menanggapi usulan Gubernur DKI Jakarta yang menginginkan agar ke depanÂnya gubernur Jakarta dipilih oleh DPRD saja, bukan melaÂlui pemilihan langsung?Oh bisa saja itu kalau undang-undangnya itu diubah. Itu kan hanya keputusan politik saja untuk dijadikan keputusan huÂkum.
Kalau alasannya dikarenaÂkan melihat pemilihan guberÂnur yang dinilai banyak terjadi keributan dan kegaduhan?Ya itu kan putusan politik ya, tapi kalau misalnya itu dijadikan alasan dan diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ya bisa sajalah. Keputusan politik saja, kalau misalnya undang-undangnya mau diubah lalu para politisinya memang mau mengubahnya, ya maka jadi aturan tersebut. Begitu saja, kan hukum hanya begitu saja.
Memang selain dari penilaian politik, apa alasan lainnya sehingÂga pemilihan gubernur Jakarta bisa dipilih oleh DPRD?Faktor lain itu tetap meliÂhat faktor politik juga. Faktor agama, faktor antropologi, fakÂtor sosial, faktor budaya, itu keÂtika akan menentukan perubahan undang-undang yang mengubah cara pemilihan, maka itu diubah dengan politik kan, yaitu pemÂbuat undang-undang. Silakan saja kalau mau.
Tapi kan selama ini pemiliÂhan gubernur Jakarta sudah menerapkan sistem pemilihan langsung oleh rakyat, apa itu tidak akan menghilangkan sistem demokrasi yang sudah berjalan selama ini?Kalau saya sih secara sosiÂologis, secara umum kalau di Indonesia itu saya lebih setuju kalau dipilih oleh DPRD.
Alasan Anda lebih setuju semua daerah dipilih oleh DPRD apa?Ya karena untuk menghindari money politic yang masif. Ya kan selama ini pemilihan itu kan biayanya mahal, pemilihan langsung apalagi. Bayar ke rakyat pakai amplop, membayar partai, membayar juru kampaÂnye. Kalau misalnya pemimpin dipilih oleh DPRD, maka yang terlibat itu hanya sedikit kan. Misalnya juga kalau ada yang memakai uang atau money poliÂtic, itu kan masih bisa diawasi. Misalnya saja itu DPRD tingkat II, kira-kira ada 50 orang, itu kan bisa diawasi.
Kalaupun seumpamanya bobÂol, itu kan jumlahnya sedikit dibandingkan dengan pemiliÂhan langsung oleh rakyat yang money politic-nya langsung ke rakyat. Tapi kan kalau sekarang simbol-simbol masyarakatÂnya juga massif terlibat dalam money politic juga, sudah terliÂbat semua. Itu secara sosiologis menurut saya, tapi kan banyak orang yang tidak setuju.
Sehingga waktu itu undang-undang yang telah ditetapkan itu dibatalkan oleh Pak SBY oleh Perppu.
Tapi menurut saya kalau untuk Jakarta justru bagus jika diterapkan pemilihan langsung oleh rakyat dibandingkan denÂgan dipilih oleh DPRD.
Kenapa Jakarta lebih baik diterapkan pemilihan secara langsung?Ya karena kan masyarakat Jakarta itu hampir semua sudah melek informasi, kelas menenÂgahnya banyak, jadi ya kalau ada pihak yang ingin main-main denÂgan cara money politic ya nggak mempan. Lebih demokratislah kalau untuk Jakarta, Surabaya, Medan.
Kalau di kota-kota besar itu pemilihan walikota bisa saja dengan cara langsung. Tapi kaÂlau untuk kabupaten-kabupaten terpencil ya menurut saya lebih baik dipilih oleh DPRD saja. Jadi pemilihannya itu asimetris. Artinya dibeda-bedakan pemiÂlihannya disesuaikan dengan kondisi sosiologisnya.
Tetapi tetap itu semua terganÂtung kepada politiklah. Kalau Jakarta kan sudah terdidik, jadi agak sulitlah kalau ada
money politic.Bagaimana jika alasannya itu karena melihat jalannya pilgub Jakarta dinilai hanya menimbulkan kegaduhan?Itu kan bukan Jakartanya, tapi karena media sosialnya dari mana saja. Medsosnya itu dari Australia, dari Amerika, dari Timur Tengah, itu ikut semua dalam pilgub, tapi bukan karena Jakartanya.
Pasukan media sosialnya itu kan dari seluruh Indonesia, dari berbagai daerah. Jadi bukan masalah kegaduhan yang terjadi di Pilgub DKI Jakartanya. ***