MALAYSIA adalah negeri multiras atau multietnik. Ada tiga puak utama di Malaysia yaitu Melayu, Cina dan India. Dalam sejarahnya relasi tiga puak ini pasang surut; peristiwa yang sangat traumatik terkait dengan relasi tiga puak ini ialah yang terjadi pada tahun 1969 dimana a blody clash terjadi dengan korban jiwa yang cukup banyak.
Pengaruh Tragedi 1969 ini sangatlah besar bagi Malaysia. Banyak analis yang berkeyakinan bahwa feeling of insecurity secara sosial dan ekonomi terutama di kalangan Puak Melayu menjadi sumbu. Gelombang imigrasi Cina dan India yang telah berlangsung cukup lama jauh sebelum kemerdekaan untuk penyediaan tenaga kerja murah menimbulkan gesekan sosial dengan pribumi Melayu. Tidak jarang konflik berdarah terjadi. Bahkan sepanjang dua Perdana Menteri pertama sejak kemerdekaan, nasib sosial ekonomi dan bahkan politik Puak Melayu tidak mengalami kemajuan yang sangat berarti. Mereka tersisih dan miskin di negerinya sendiri. Potret buram Melayu ini digambarkan dalam buku pertama dan kontroversial Mahathir yaitu Malay Dilemma yang menyebabkan Mahathir kemudian dipenjara.
Sebagai politisi muda dari UMNO ketika itu, Mahathir melancarkan kritik keras kepada pemerintah yang menetapkan kebijakan pembangunan/modernisasi yang justru meminggirkan atau tidak membela kepentingan Puak Melayu. Modernisasi yang diskriminatif ini tidak saja menguntungkan bagi kelompok borjuis Melayu, tapi juga melanggengkan kemiskinan, kemunduran dan ketertinggalan pribumi Melayu. Tingkat pendidikan mereka tidak meningkat dan dengan demikian mobilitas sosial dan politik mereka juga rendah. Orang Melayu tetap menjadi petani miskin di desa. Sementara puak Cina dan India banyak memperoleh ruang yang cukup jembar untuk menguasai sektor perdagangan dan jasa apalagi jika mereka memperoleh akses untuk bersahabat ria dengan penguasa politik.
Inilah yang mendorong Mahathir membangkitkan spirit nasionalisme melalui bukunya
Malay Dilemma yang menggemparkan itu.
Politik DiskriminasiSejak bebas dan bahkan kemudian berhasil menjadi Perdana Menteri ketiga awal tahun 1980, Mahathir menetapkan sebuah model modernisasi yang sangat bersesuaian dan benar-benar dibutuhkan oleh Malaysia. Mengikuti jejak Jepang tentang "look east policy" modernisasi Malaysia dengan "New Economic Policy" merupakan langkah strategis-afirmatif dan
multy years plan untuk membangkitkan Puak Melayu yang selama ini terpuruk. Ini kesempatan Mahathir untuk menjawab dan menyelesaikan dilema Melayu sebagaimana yang sudah digambarkan dalam karya kontroversialnya.
Tak diragukan bahwa Mahathir adalah seorang pemimpin nasionalis progresif yang pembelaan dan dedikasinya kepada bangsa Melayu sangat kuat. Begitu kentalnya Kemelayuan Mahathir ini, banyak sarjana dan aktivis yang mengatakan bahwa Mahathir sebetulnya adalah penganut apa yang disebut dengan a Chauvinistic Nationalism. CN Inilah yang pernah digunakan oleh Anwar Ibrahim saat menggambarkan pandangan Mahathir. Meskipun sebetulnya Mahathir mengakomodasi komunitas Cina (MCA) dan India (MIC) dalam koalisi Barisan Nasional bersama UMNO sebagai the ruling party di Malaysia, tetap saja kesan diskriminatif Mahathir tak terhindar.
Ethnic based government atau ethnic based policy yang digerakkan Mahathir justru memperkokoh kecenderungan diskriminatif Mahathir. Tidak sedikit Puak Cina yang sebetulnya kecewa dan mengatakan bahwa apa yang disebut dengan Malaysia modern sebetulnya tak lebih adalah Melayu modern karena ternyata tidak mengikuti sertakan secara maksimal dan tulus Puak Cina dan lainnya. Malaysia di tangan Mahathir adalah bangsa yang masih menyimpan potensi sentiment etnis yang negatif yang satu saat bisa meledak kembali.
Kelompok Cina yang cenderung kritikal terhadap politik dan kebijakan diskriminatif ini bergabung dalam partai oposisi Democratic Action Party (DAP) yang dalam Bahasa Melayu disebut dengan Parti Tindakan Demokratik. DAP adalah sebuah partai multiras yang cenderung Kiri dan mengkampanyekan demokrasi sosial, sekularisme, liberalisme sosial, progresivisme dan multirasialisme. Berdiri pada tahun 1965, DAP hingga sekarang tetap konsisten menjadi partai oposisi dan saat ini berkoalisi dalam Pakatan Harapan (PH) setelah sebelumnya dalam koalisi Pakatan Rakyat yang dipimpin Anwar Ibrahim, Barisan Alternatif dan Gerakan Rakyat. Perolehan suara partai ini pada Pemilu 2013 cukup tinggi dan bahkan melebihi suara yang diraih oleh partai oposisi lainnya yaitu PAS dan PKR. DAP adalah partai terbesar setelah UMNO.
Secara umum dipimpin oleh tokoh Cina, DAP berjuang membangun demokrasi, kesejahteraan dan kemajuan di mana semua kelompok etnis, kebudayaan dan agama bisa bersatu berdasarkan kepada slogan atau konsep "the Malaysian Malaysia". Konsep ini menegaskan bahwa Malaysia harus menjadi sebuah bangsa multiras yang dilandasi oleh nilai nilai moral universal, menawarkan peluang yang adil kepada semua kelompok, menjaga dan mempertahankan pemerintah demokratis, penegakan hukum dan penciptaan kesejahteraan dan keadilan serta melawan segala bentuk korupsi. Bagi DAP melakukan pembelaan kepada puak Cina, sebagaimana membela puak lain yang terdiskriminasi berarti berjuang untuk demokrasi dan untuk kemajuan Malaysia.
Sikap NajibPerasaan terdiskriminasi terutama di kalangan masyarakat Cina masih terasa. Kenyamanan tinggal di Malaysiapun ditengarai mulai memudar karena berbagai bentuk diskriminasi dan alasan lain. Menurut kajian terkini hampir 50 persen penduduk Cina di Malaysia berkeinginan kuat untuk meninggalkan Malaysia karena alasan diskriminasi dan karena Islamisasi yang cukup kuat pemerintah Malaysia apalagi UMNO mengakomodasi soal Hudud yang senantiasa dikampanyekan oleh partai Islam PAS. Faktor lain yang membuat kelompok ini terkecewakan ialah skandal mega korupsi yang menerpa PM. Najib. Kasus terakhir Inilah yang mendorong kekuatan oposisi semakin memperkuat barisan untuk meruntuhkan kekuasaan Najib dan mengakhiri dominasi UMNO-Barisan Nasional. Puak Cina secara mayoritas bahkan sejak Pemilu 2013 mendukung oposisi.
Menghadapi Pemilu Agustus 2018 (bisa lebih cepat jika Najib siap) Najib tentu dihadapkan dengan tantangan berat tidak saja soal skandal korupsi, akan tetapi justru kemampuan Najib untuk secara terus menerus melakukan polical consolidation di internal kekuatan aliansinya. Trust yang semakin menipis dari kalangan Cina cukup menyulitkan posisi Najib. Karena itu, kampanye rekonsiliasi mulai dilakukan Najib. Najib mencoba meyakinkan agar Puak Cina tetap bersatu memperkuat Barisan Nasional dan bersama-sama duduk dalam pemerintahan. Karena itu, secara bersama-sama harus menyiapkan Pemilu dengan baik dan mengalahkan oposisi. Jika oposisi yang akan memegang kendali pemerintahan, maka Malaysia akan mengalami kemunduran. Tentu tidak mudah bagi Najib untuk secara efektif melakukan konsolidasi ini karena memang tidak ada jaminan trust puak Cina kepada Najib semakin kuat. Apalagi, kolega dekat Najibpun tidak sedikit yang sudah lari karena keluar dari UMNO dan karena dipecat terkait dengan petanyaan mereka tentang scandal korupsi.
Upaya Najib memperkuat hubungan kerjasama dengan Beijing antara lain dalam bidang ekonomi dan perdagangan juga dinilai skeptikal. Najib berbaik-baik dengan Beijing, tapi di dalam negeri Najib mengabaikan dan justru mendiskriminasi Puak Cina. Karena itu, Najib sebetulnya saat ini sedang dihadapkan dengan dilema Cina di Malaysia yang diwariskan paling tidak sejak pemerintahan Mahathir 40 tahun yang lalu menetapkan New Economic Policy.
Dilema puak Cina telah menjadi dilema Najib dan UMNO-BN. Nampaknya kekuatan oposisi memperoleh peluang besar untuk memenangkan pemilu sepanjang konsolidasi secara terus menerus dilakukan;
political trust di kalangan partai oposisi harus dibangun dan begitu juga
public trust. Oposisi harus meyakinkan bahwa partai-partai ini memang benar benar menjanjikan kemajuan bersama. Wallahu a'lam.
[***]
Penulis adalah pakar politik Malaysia