Berita

Zainal Bintang/net

Politik

KPK, Golkar Dan Novanto (4)

SELASA, 12 SEPTEMBER 2017 | 21:20 WIB | OLEH: ZAINAL BINTANG

ADA misteri apa sebenarnya yang terdapat di balik kasus megakorupsi E-KTP?

Yang mengenaskan masyarakat adalah kasus keterlibatan Setya Novanto (SN) Ketua Umum Golkar yang juga Ketua DPR RI. Di satu sisi pimpinan KPK meyakini keterlibatan SN.

Dalam pementasan proses pengadilan yang berlangsung sangat intensif dalam sepanjang tahun 2017, gonta ganti saksi dan tersangka ditampikan oleh KPK. Baik di dalam sidang Tipikor maupun dalam proses pemeriksaan di gedung KPK, Kuningan.


Di antara hiruk pikuk proses di KPK itu, memang banyak pejabat negara aktif yang diundang memberi keterangan. Paling banyak komunitas legislator Senayan, di samping yang masih aktif ada juga yang mantan. Dari jajaran eksekutif, kebanyakan mantan, seperti Gamawan Fauzi yang mantan Mendagri, misalnya.

Akan tetapi nama SN paling banyak menyita perhatian media.  

Namun di sisi lain, publik beranggapan, jangan-jangan KPK sebenarnya ragu dengan bukti permulaan keterlibatan SN. Nah untuk itulah seyogyanya ada ketegasan KPK: SN terlibat atau tidak!

Pencekalan dan penetapan tersangka yang disandangkan ke pundak SN sejak 17 Juli 2017 membuka dua makna. Pertama, menggambarkan ketegasan dan ketegaran KPK yang seakan akan sangat berani, karena yang dijerat adalah Ketua Umum parpol besar dan ketua lembaga prestisius, yaitu DPR RI.

Yang kedua, terkesan pihak KPK agak ragu memfollow up putusannya itu. Misalnya langsung menahan SN.

Interval antara penetapan dan penahanan itulah yang menjadi siksaan tersendiri bagi SN maupun partai Golkar. Karena statusnya itulah yang menjadi ruang lebar untuk "mengerjai" SN dan Golkar. Oleh siapa? Tentu saja dari kompetitor politik atau dari internal sendiri.

SN berketapan hati dan berkeyakinan penuh tidak bersalah. Merasa tidak pernah ikut "memainkan" proyek E-KTP dari sisi unsur mengakali untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain. Maka SN tegar mengambil langkah tegas: Melawan tuduhan itu melalui praperadilan. Akan tetapi, sehari sebelum sidang praperadilan yang diagendakan 12 September 2017, KPK melakukan manuver dengan mengirim undangan untuk memeriksa SN sebagai tersangka.

Ini pemeriksaan perdana pada Senin 11 September 2017. Kedua agenda peradilan itu terlihat berimplikasi dramatis. Dramatisasi kedua agenda spektakuler itu pula yang membuat jagat perpolitikan Indonesia menjadi hiruk pikuk.

Drama pertama berakhir antiklimaks, SN tidak datang ke gedung KPK pada Senin, 11 September 2017 dengan alasan sakit. Gula darahnya meningkat berpengaruh ke ginjal dan jatung. Jantung peradilan hari itupun ikut tidak berdegup.

Keesokan harinya, dramatisasi dunia peradilanpun  kembali menyodorkan lakon tragic-comedi.  Pihak KPK tidak bisa menghadiri sidang praperadilan karena harus memenuhi RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan Komisi III DPR RI di Senayan. Sebuah sandiwara politik "lari berputar' dimainkan para elite bangsa, yang jauh dari kata pantas untuk diteladani.

Sebuah lingkaran setan berwajah badut yang tidak lucu. Bahkan sangat melelahkan. Masyarakat hanya bisa terhenyak,  menyaksikan keajaiban demi keajaiban dunia hukum yang demikian telanjang dan dinamis di era demokrasi ini.

Jurus demi jurus dipertontonkan pihak yang bersengketa. Kiat para pendekar politik sekaligus pendekar hukum itu, dengan mudah dikonsumsi publik. Disebabkan, karena exposenya yang kolosal dibantu oleh agresivitas awak media yang bersemangat, mengemas dan menyajikan liputan, wawancara dan aneka macam angle panas. Menembus ke ruang tidur keluarga sepuh, rakyat marhaen non politik: Mereka yang hidup di sudut sudut pedesaan tak berlistrik penuh duapuluh empat jam  ; di daerah berpredikat nyaris miskin di sudut Indonesia bagian terluar.

Nampaknya sebuah satire politik telah terlanjur  mengangkangi kehidupan keseharian masyarakat bangsa ini,  sejak era reformasi. Khususnya mereka yang berpredikat "keluarga" besar berpayung kartu BPJS. Mereka kini yang nyaris tak terurus oleh wakil rakyat, - wakilnya - di lembaga legislatif, baik di pusat maupun di daerah.

Wakil rakyat itu tersita waktu dan kesehatannya, karena sibuk membersihkan diri dan nama baik yang tercoreng kasus korupsi. Kasus korupsi yang terjadi oleh ulah mereka sendiri. Mereka yang ciptakan sendiri dan sekarang mereka, para legislator itu, sibuk ramai-ramai menolak dan memerangi ciptaan mereka sendiri.

Buntutnya, rakyat yang dengan perut yang mual dipaksa jadi "penari latar", atas pertempuran hukum yang sedang berlangsung sengit: antara DPR RI si pembuat UU melawan KPK sang pelaksana UU tersebut.

Jika rakyat banyak itu, kini masih kita temukan bisa tersenyum, jangan-jangan senyuman itu sekedar menunda tangis, seperti kata Chairil Anwar dalam salah satu puisinya yang tragik.

Penulis adalah wartawan senior dan Anggota Dewan Pakar Golkar


Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya