Komisi XI DPR dan pemerintah menyepakati sejumlah asumsi dasar ekonomi makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Antara lain, mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen.
Kemarin, pemerintah melakuÂkan rapat kerja (raker) denÂgan Komisi XI DPR. Setelah melakukan perdebatan panjang, akhirnya Komisi XI sepakat dengan usumsi pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang diusulÂkan pemerintah. Yang berubah hanya nilai tukar rupiah dan suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN).
"Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, masyarakat akan semakin senang, kita ingin melihat masyarakat sejahtera. Pertumbuhan ekonomi 5,4 persen dan, inflasi 3,5 persen. Disetujui ya? Setuju," ujar Ketua Komisi XI Melchias Markus Mekeng.
Untuk asumsi nilai tukar ruÂpiah disepakati 13.400 per dolar AS. Nilai tukar ini menguat dibandingkan usulan pemerintah Rp 13.500 per dolar AS. Kemudian, suku bunga SPN 3 bulan menjadi 5,2 persen dari usulan pemerintah sebesar 5,3 persen.
Untuk target pembangunan di tahun depan, diketok 9,5 persen sampai 10 persen untuk tingkat kemiskinan. Target Tingkat Pengangguran Terbukaa (TPT) ditargetkan 5 persen sampai 5,3 persen, tingkat kesenjangan antara orang kaya dan miskin (gini ratio) sebesar 0,38, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 71,5. Dalam rapat ini, hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala Badan Perencana PemÂbangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara, dan Kepala Badan Pusat StatisÂtik (BPS) Kecuk Suharyanto.
Rupiah Stabil Komisi XI menolak nilai tukar rupiah dipatok Rp 13.500 per dolar AS karena dewan meÂmandang tidak ada alasan kuat melemahnya rupiah tahun ini.
Mekeng menilai, aneh bila target petumbuhan ekonomi pada 2018 dinaikan tapi tidak memberikan dampak terhadap perbaikan kurs.
"Ekonomi AS berapa beÂsar sih ke komposisi terhadap kurs kita dan berapa besar ke performance Indonesia? KaÂlau rating kita bagus, masa kita menaikkan ekonomi tidak membawa dampak ke kurs?" cetusnya.
Apalagi, lanjut Mekeng, InÂdonesia belum lama ini mendaÂpat predikat layak investasi dari tiga lembaga pemeringkat dunia. Pemerintah seharusnya bisa mendorong investasi untuk menguatkan mata uang garuda ke level 13.400 per dolar AS.
Anggota Komisi XI lain, Kardaya Warnika juga heran dengan patokan kurs dalam RAPBN 2018. Menurutnya, ruÂpiah cukup stabil dan tak pernah mengecewakan selama 2017.
"Kurs selama ini stabil dan tidak pernah tembus angka 13.400 terhadap dolar. Cukup stabil. Disampaikan bahwa kegiatan terkait kurs ini menggemÂbirakan maka logikanya kurs paling tinggi sama dengan yang sekarang," cetusnya
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menerangÂkan, target Rp 13.500 ditetapÂkan karena mempertimbangkan faktor eksternal. Di antaranya kondisi perekonomian AS, Eropa, dan negara Asia lainÂnya.
"Faktor eksternal yang sulit, (kurs) bisa di atas 50 persen mempengaruhi aliran di InÂdonesia. Ini negeri yang perlu aliran modal, baik berupa ke surat utang negara, ke pasar modal atau pinjaman korporasi, terus meningkatnya suku bunga AS dan suku bunga Eropa," jelasnya.
Mirza mengaku memahami apabila asumsi kurs dibuat menguat menjadi Rp 13.400 per dolar AS. Asumsi itu masih masuk range, tapi lebih dari itu, rasanya kurang baik.
Sementara itu, Sri Mulyani mengapresiasi kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai. Menurutnya, dengan asumsi-asumsi tersebut, menuntut peÂmerintah untuk bekerja lebih keras lagi.
"Untuk mencapai target perÂtumbuhan 5,4 persen, butuh kebijakan dan tindakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk perbaiki iklim investasi, karena untuk capai pertumbuhan 5,4 persen adalah investasi harus tumbuh di atas 6,3 persen dengan daya beli yang terjaga," katanya. ***