Hajriyanto menaruh rasa prihatin mendalam terhadap nasib etnis Rohingya di negara bagian Rakhine yang menjadi korban kekerasan. Dia menilai wajar kiranya jika masyarakat Indonesia ikut mengkutuk aksi kekejaman yang dilakuÂkan terhadap etnis Rohingya. Aksi demonstrasi masyarakat Indonesia merupakan bukti rasa solidaritas kemanusiaan. Berikut penuturan lengkap Hajriyanto Y Thohari, Bekas Wakil Ketua MPR;
Bagaimana tanggapan Anda terhadap aksi protes terseÂbut?
Meskipun bukan solidaritas agama, sebagai warga Indonesia kita harus punya solidaritas kemanusiaan terhadap derita etnis Rohingya. Hal itu jelas diterangkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada alinea keempat. Oleh kareÂna itu saya setuju dengan adanya aksi protes tersebut.
Tapi banyak pihak yang menilai aksinya kerap berÂlebihan gara-gara mau kepung Borobudur?
Tapi banyak pihak yang menilai aksinya kerap berÂlebihan gara-gara mau kepung Borobudur?Hanya harus kita akui, kalau rencana itu memang berlebihan. Masak protes candinya yang dikepung? Salah sasaran itu. Tapi saya bisa memaklumi, bahÂwa banyak kalangan dan pihak sangat mengingikan pemerintah mengambil kebijakan yang tegas terhadap krisis di Myanmar. Aksi protes berlebihan itu didorong oleh keinginan itu. Oleh karena itu kami juga mendesak agar peÂmerintah mengambill kebijakan yang tegas terhadap apa yang terjadi di Myanmar. Menurut kami itu tidak menyalahi.
Memang menurut Anda keÂbijakan yang diambil pemerÂintah saat ini masih kurang tegas?Sejauh ini saya anggap sudah tepat. Saya justru mengapreÂsiasi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang sudah bertemu dengan pemerintah Myanmar dan juga pemerintah Bangladesh. Akibatnya, Indonesia bisa jadi satu-satunya negara yang diberi akses untuk menyalurkan banÂtuan kemanusiaan kepada etnis muslim Rohingya. Kita tidak bisa membayangkan kalau tidak ada bantuan kemanusiaan untuk Rohingya.
Lalu kebijakan apa lagi yang harus diambil?Indonesia bisa menggunakan beberapa langkah untuk lebih membantu dalam menuntaskan masalah ini. Pertama melalui organisasi negara-negara di Asia Tenggara, atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Indonesia bisa menÂgajak negara-negara anggota ASEAN untuk ikut mengaÂtasi persoalan kemanusiaan itu. Apalagi Myanmar adalah salah satu negara anggota ASEAN.
Tapi menurut Piagam ASEAN bukan kah tidak boleh ada intervensi?Memang ada kendala pada piagam ASEAN yang sudah dirativikasi, terutama dalam hal prosedur mekanisme pengambiÂlan keputusan. Tapi ada klausul setiap keputusan diambil, konÂsensus, dan tidak boleh ada satu negara yang menolak. Ini bisa diÂmanfaatkan untuk melakukan loÂbi-lobi diplomatik antaranggota ASEAN, guna membahas aksi penyelesaian konflik Rohingya. Meski hasilnya hingga saat ini belum membanggakan, tapi patut dicoba.
Apa lagi langkah selanjutÂnya?Kedua, dengan menggunakan jalur Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Indonesia adaÂlah salah satu negara anggota dari OKI. Ketiga, melalui jalur Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Alhamdulillah PBB sudah mulai membentuk tim pencari fakta untuk mengusut tuntas kasus ini.
Sampai saat ini OKI kan beÂlum menujukan tanda-tanda akan bertindak?Memang, sampai sekarang kita belum mendengar apa yang dilakukan OKI terhadap adanya penyiksaan dan pembataian etnis Rohingya. Bahkan pertemuan tingkat menlu juga belum kelihaÂtan. Mungkin karena istilahnya. Dalam bahasa Inggris, OKI itu disebut OIC yang dapat dibaca dengan '
oh Isee'. Artinya, "oh aku melihatnya (ada konflik Rohingya-red)". Dengan kata lain, anggota-anggota OKI sekeÂdar melihat konflik Rohingya tanpa berusaha melakukan tinÂdakan nyata dalam konflik keÂmanusiaan di sana.
Lalu apa yang harus dilakuÂkan oleh pemerintah terkait OKI ini?Pemerintah harus terus menÂdorong para anggota OKI, agar mau ikut membantu menyeleÂsaikan konflik Rohingya. Sebagai bangsa yang memiliki kewajiban menjaga ketertiban dunia, Indonesia perlu turun tangan langsung menyelesaikan krisis kemanusiaan tersebut. Secara bahasa agama juga menÂgajarkan kita punya ukhuwah Islamiyah. Tidak ada yang salah dengan solidaritas ini. Apalagi kita dulu juga gunakan semangat agama dalam berjuang dan menÂjaga perdamaian dunia sesuai pembukaan UUD 1945. ***