Pahala miris melihat program penggelontoran dana desa yang besaran mencapai Rp 60 triliun minim pengawasan. Kondisi itu jelas memunculkan kerawaÂnan. Berikut penuturan Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan selengkapnya;
Untuk penyaluran dana desa, apa sih yang semestinya diperkuat?
Kami usulkan bahwa dana desa segini besar ternyata tidak ada komponen untuk pengaÂwasan. Jadi ini mengusulkan leÂwat DPD juga untuk Kemenkeu alokasikan dana pengawasan buat operasional inspektorat, atau untuk operasional instansi lain untuk mengawasi dana desa, kan sekarang ini enggak ada daÂnanya. Jadi inspektorat enggak bisa ngawasi juga
Untuk pemenuhan dana pengawasan itu apakah harus diambil dari anggaran dana desa atau dari anggaran lain?
Untuk pemenuhan dana pengawasan itu apakah harus diambil dari anggaran dana desa atau dari anggaran lain?Nggak, kita usulkan itu dari yang lain. Bisa saja dua persen dari dana desa, kan di desa ada polisi, mungkin dikasih honornya, terus ada Kejari kita bantu operasionalnya, belum lagi kepala desanya. Ini bukan ditakuti-takutin, tapi ini kan pembinaan. Lha ini kami sepaÂkati di sini bahwa komponen pengawasan juga perlu didorong karena sampai sekarang kami belum lihat itu. Jadi diasumsikan inspektorat kita jalan sendiri.
Tapi bukankah untuk penÂgawasan kita sudah punya insÂpektorat hingga ke daerah?Inspektorat kabupaten itu punya 31 tugas, tambah dana desa jadi 32 karena jumlahnya cuma 16 ribu se-Indonesia, ideÂalnya 46 ribu, jadi kurang orang, ditambah tugasnya banyak bener ketambahan lagi tugas baru. Satu kabupaten paling sedikit itu 100 orang, kalau orangnya cuma 20 puluh, di lapangan kita dapat? Nggak mungkin. Jadi dana desa sekarang bergulir tanpa ada penÂgawasan dari inspektorat.
Sejauh ini apakah KPK sudah mengendus adanya potensi penyelewengan dana desa ini?Justru sejak tahun 2015 kita sudah bilang kalau begini modelÂnya maka tinggal ditunggu saja, kita lihat saja soal pelaporannya lemah, SDM-nya lemah dan penÂgawasannya tidak secara khusus didesain. Waktu itu kita bilang agar dikeluarkan pedoman supaya bisa mengaudit dana desa, lalu baÂru keluar oleh Irjen Kementerian Dalam Negeri pada Desember 2016, sudah dua tahun jalan dana desa, namun pedomannya baru keluar. Saya pikir masih banyak yang perlu diawasi. Potensi kalau seperti ini tidak ada perubahan struktural, ya kita tunggu saja kasusnya di sana-sini.
Sudah ada berapa laporan hingga saat ini?Kita sudah ada 459 laporan pada bulan pertama tahun ini. Kalau tahun lalu sekitar 300-an.
Laporannya soal apa saja?Ya macam-macam, ada yang inÂspektorat ikut memeras, ada yang fiktif, ya macam-macamlah, tapi kan itu tidak bisa kita apa-apain juga. Itu bukan skupnya KPK.
Kalau laporan ke KPK tidak diapa-apakan, lantas laporan terkait dana desa bagaimana?KPK kan ada namanya korÂsubda, ada di 23 provinsi dan 360 kabupaten kota. Kita salurkan baÂlik ke inspektorat, jadi kita minta laporan ini untuk pemeriksa di inÂspektorat. Di Kementerian Desa juga ada pelaporan gitu juga, mereka salurkan ke KPK, nah KPK bilang ini bukan skupnya KPK kalau dana desa.
Sebab kan ini di bawah Rp1 miliar, dan bukan penyelenggara negara. Karena kebetulan KPK ikut mengawal saja, jadi lapornya ke KPK, itu enggak bisa untuk yang dana desanya. Tapi kita kan harus tetap melakukan fungsi koordinasinya saja kan. Kami minta inspektorat di daerah ini eselonnya sama dengan Sekda, kan sekarang ini di bawah Sekda, jadi sungkan kalau periksa Sekda. Periksa dinas juga namanya di bawah Sekda.
Lantas bagaimana KPK memantau tindaklanjut dari laporan-laporan itu? Kami minta sekarang kelemÂbagaan dan operasional dan eselonnya harus pas, jadi kita tunggu saja, suratnya sudah dikirim ke Kemendagri sejak Juli akhir. Kalau Kemendagri kita dengar setuju untuk berjenjang itu. Tapi yang belum itu soal dana operasionalnya sebesar 1-3 persen diblok dari APBD untuk inspektorat agar tidak minta-minta. Itu digunakan untuk operasional pemeriksaan maupun untuk pelatihan, komÂpetensi mereka itu perlu untuk ditingkatkan.
Dana operasional 1-3 persen yang dialokasikan itu sumÂbernya dari mana?Kalau penguatan inspektorat dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), jadi APBD provinsi untuk penÂguatan inspektorat provinsi, APBD kabupaten untuk penguaÂtan inspektorat kabupaten. Nah kita usulkan kepada inspektorat kementerian untuk pergi entah ke presiden atau ke wapres, pokoknya harus lebih tinggi. Rasa-rasanya inspektorat bisa untuk diperkuat, caranya denÂgan itu.
Saat ini berdasarkan panÂtauan KPK daerah mana saja yang dinilai rawan penyeleÂwengan dana desa?Hampir semua ada kalau daerah yang rawan, memang tidak pernah kita petain daerah mana. Tapi ini kita lihat adanya kelemahan struktural gitu lho, bagaimana dana puluhuna triliun tapi pengawasan tidak didesain, koordinasi lemah di pusat.
Lalu rekomendasi yang akan diberikan KPK terkait dana desa ini apa saja?Belum, kita masih baru mau buat suratnya ke presiden, tapi kita mau koordinasi dulu dengan DPD, kan DPD lebih kuat karÂena DPD dari lapangan. Karena menurut saya fungsi koordinasi ini yang masih payah. ***