Berita

Properti

Gudang Politik dan Kebijakan Sektor Kehutanan Perlu Dicuci

KAMIS, 07 SEPTEMBER 2017 | 06:48 WIB | LAPORAN:

Pemerintah dan pengembang diingatkan tidak bergantung pada material properti biasa seperti batubata ataupun material sejenisnya dalam membangun rumah.

Pasalnya, ada potensi bahan baku lain, seperti kayu dengan teknologi tinggi, yang bisa diaplikasikan. Apalagi Indonesia punya beragam jenis kayu yang banyak dan dari sisi produksi masih mencukupi.

Pakar kehutanan dan pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Ricky Avenzora mengemukakan, terobosan mutakhir perlu diterapkan untuk menuntaskan masalah backlog alias ketimpangan akses perumahan di Indonesia.


"Masih bergulirnya isu  backlog property dan kemahalan harganya menjadi salah satu indikator penting untuk menyatakan bahwa supremasi kayu untuk kebutuhan hidup manusia tidak bisa dipungkiri," tegas Ricky melalui rilis persnya, Kamis (7/9).
 
Kayu, tegas Ricky, bagi kehidupan manusia, punya peran tak terbantahkan. Untuk itu, harus dijadikan dasar untuk memperbaiki kekeliruan besar yang telah dibuat kurun waktu lima dekade lalu di saat politik-lingkungan telah dibiarkan "menghancurkan" wood-based industry dan ekonomi Indonesia.

"Atas dasar isu lingkungan yang dihembuskan para antek-antek ecoterorism, kita semua telah gegabah dan over-acting dalam membangun sektor kehutanan kita yang menjadi sumber material penting, murah dan bersifat renewable untuk membangun rumah bagi rakyat," terang Ricky.

Ia menambahkan, terlepas dari valid tidaknya angka ketimpangan pasokan rumah dan kebutuhan rumah yang dipakai banyak pihak saat ini, dalam hal supply-capacity ada dua hal penting yang tidak bisa dipungkiri yaitu pembangunan perumahan rakyat telah menjadi sangat mahal, dan pembangunan perumahan rakyat telah kehilangan hakekatnya sebagai salah satu wujud penting dari tanggung jawab pemerintah untuk menegakkan kesejahteraan serta keadilan sosial.

Aspek kemahalan harga material properti, menjadikan harga rumah menjadi semakin tidak terjangkau oleh rakyat, dan kemudian pada fase berikutnya pada banyak kasus  menyuburkan praktek-praktek pembangunan perumahan rakyat yang penuh dengan siasat-pemasaran yang tidak bertanggung jawab dan merugikam rakyat dalam hal kualitas rumah yang didapat.

Pada ruang lain, lanjut Ricky, menimbulkan efek persaingan usaha perumahan yang sangat tidak sehat. Akhirnya, kapitalisasi usaha perumahan hanya dikuasai oleh para pemilik modal besar; yang kemudian pada suatu fase menjadi sangat greedy untuk menguasai lahan, pasar dan mendikte harga perumahan. 

Menurut Ricky, dalam konteks membangkitkan wood-based-home-development, tidak perlu ada keraguan bahwa Indonesia memiliki potensi kayu yang lebih dari cukup untuk dipakai membangun perumahan rakyat setiap tahunnya.

Ia mengingatkan, jika dahulu kebutuhan kayu pertukangan selalu diorientasikan untuk dipasok melalui skema hard-wood yang umumnya menjadi ciri utama dari produk hutan alam, maka saat ini berbagai teknologi desain konstruksi, teknologi wood-compound, serta pengawetan kayu telah maju sangat pesat untuk mencapai efisiensi penggunaaan kayu secara luas dan murah.

"Jadi, tidak ada alasan lagi menafikan manfaat besar kayu dalam menyokong perumahan,' ujarnya. 

Adapun untuk memberdayakan sektor kehutanan bagi pembangunan perumahan rakyat, empat hal penting mendesak dilakukan dan diterapkan secara konsisten, yaitu reengineering politik dan kebijakan kehutanan, reengineering politik dan kebijakan tata ruang, reengineering politik dan kebijakan ekonomi kerakyatan, serta mendesain program transisi yang masif serta terukur.

Empat hal itu, ditegaskan Ricky, bukan hanya penting dilakukan untuk memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha dalam mendesain rencana kerja mereka secara berkelanjutan dan pasti, melainkan juga sangat diperlukan untuk mengangtisipasi cepatnya pertumbuhan populasi dan berbagai kebutuhannya.

"Politik dan kebijakan kehutanan perlu 'dicuci gudang' dan dibersihkan dari semua paradigma placebo benefit yang dicanangkan oleh para anasir ecoterorism," tegasnya.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya