Ratusan pengacara atau adÂvokat dan para aktivis membenÂtuk Tim Advokasi Penyelamat Danau Toba (Tapdatu).
Tim ini dibentuk untuk menÂgawal proses pengusutan tinÂdak pidana penganiayaan yang dilakukan sejumlah pengusaha bersama para preman kepada aktivis lingkungan Jhohannes Marbun dan Sebastian Hutabarat di Kawasan Danau Toba (KDT).
Ketua Tim Tapdatu Sandi Ebenezer Situngkir menyamÂpaikan, lambannya aparat huÂkum di Kawasan Danau Toba mengusut kasus ini membuat geram masyarakat di Sumatera Utara dan perantauan.
Selain itu, lanjut anggota Majelis Pertimbangan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta ini, kiÂnerja kepolisian yang meÂnangani persoalan ini sangat lamban, malah terkesan pro para penganiaya yang dikeÂtahui rombongan keluarga pejabat tertentu.
"Sudah ada ratusan advokat dan aktivis yang tergabung daÂlam Tim Advokasi Penyelamat Danau Toba atau Tapdatu ini yang akan melakukan penÂgawalan penyelesaian kasus ini. Juga akan melakukan adÂvokasi, litigasi dan nonlitigasi terhadap berbagai persoalan di Kawasan Danau Toba," tutur Sandi.
Dia pun meminta Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Utara Irjen Polisi Paulus Waterpaw agar tidak tutup mata dengan persoalan penganiayaan terhadap aktivis lingkungan. Menurunya, samÂpai saat ini, Kapolda terkesan tidak berbuat apa-apa.
"Pak Kapolda harus bertinÂdak tegas dan cepat. Tidak usah takut, kami rakyat Kawasan Danau Toba siap membela dan menegakkan kebenaran dan keadilan," ujar Sandi.
Bila kasus ini tidak ditangani dan tidak diusut tuntas, lanjutÂnya, sebaiknya Kapolda segera pulang dari Sumut dan berhenti dari jabatan Kapolda.
"Masa mengusut kejadian di depan mata, sudah di-BAP oleh Kepolisian setempat, malah melempem? Kapolda harus tegas dan berani menegakkan hukum dan keadilan dan pro rakyat," pungkas Sandi.
Hingga saat ini, aparat keÂpolisian di Sumut belum juga menangkap dan memroses para pelaku penganiayaan terhadap dua orang aktivis lingkungan dari Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) dan Gerakan Cinta Danau Toba (GCDT), yang terjadi pada Selasa (15/8) lalu.
Sandi mengingatkan Kapolres Samosir, AKBP Donald Simanjuntak dan Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Paulus Waterpauw agar segera meÂnangkap, menahan dan memÂproses secara hukum siapapun para pelaku yang melakukan tindak pidana kriminal berupa perbuatan tindak pidana penÂganiayaan/pemukulan (Pasal 351 KUHP), perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 KHUP), pengeroyokan (Pasal 170 KUHP) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Sebelumnya, dua aktivis dan pegiat lingkungan dari Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), yakni Sebastian Hutabarat dan Jhohannes Marbun alias Joe dianiaya oleh sejumlah pria di daerah Onanrunggu, Samosir, pada Selasa (15/8).
Saat memberikan keteranÂgan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kantor Polisi, Jhohannes Marbun yang juga meruÂpakan Sekretaris Eksekutif Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) itu menuturkan, dirinya bersama Sebastian Hutabarat berada di Onan Runggu, Samosir sejak Senin sore, untuk melihat potensi Kabupaten Samosir. Karena YPDT sedang menjalin kerja sama dengan relawan dari luar terkait pariwisata berbasis masyarakat.
"Kami baru tiba sore hari. Setelah diskusi, tidak mungÂkin langsung menyeberang ke Simalungun karena jadÂwal kapal ferry penyeberangan yang terbatas, kami berencana menyeberang dengan ferry jam 10.00 pagi esok harinya," jelas Jhohannes.
Lebih lanjut Jhohannes menÂjelaskan, mereka memasuki areal tambang batu milik JS, yang disebut-sebut keluarga Bupati Samosir.
"Di sana tidak ada pagar pembatas. Jadi saat kami masuk, JS sedang menerima teleÂpon. Kami salaman." ***