Berita

Foto/Net

Bisnis

Hapus Pajak Yang Bebani Konsumen

Saran Pengusaha Buat Dongkrak Daya Beli
SENIN, 04 SEPTEMBER 2017 | 10:19 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Pusat perbelanjaan belum mengalami perbaikan signifikan dari perlambatan daya beli. Pengusaha meyakini kondisi ini hanya bisa dipulihkan oleh kebijakan pemerintah khususnya dengan penghapusan beban pajak yang ditanggung konsumen.
 
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menegaskan, bahwa industri ritel sendiri sangat tergantung sekali den­gan daya beli konsumen. Jika menyerahkan perbaikan kondisi pada mekanisme pasar maka akan membutuhkan waktu yang panjang.

"Membuat bisnis berjalan mulus lagi membutuhkan waktu, pemulihan ritel itu tidak mudah dan prosesnya panjang apalagi dalam kondisi seperti saat ini," kata Tutum kepada Rakyat Merdeka, kemarin.


Secara umum dalam kondisi negara normal menurunnya daya beli terjadi karena dua faktor. Faktor pertama dari peritel dan kedua disebabkan regulasi pe­merintah. Faktor pertama daya beli kedodoran karena bisnis ritel tidak cocok dengan keinginan pasar. Kesimpulan per­tama karena kesalahan peritel. Namun penurunan daya beli saat ini sudah terasa lebih dari tiga tahun belakangan.

"Berbagai strategi dagang su­dah kami lakukan seperti diskon dan pemberian bonus sudah tapi belum mendongkrak industri," katanya.

Faktor kedua adalah regu­lasi dari pemerintah. Jika aturan main yang diberikan memberatkan pelaku usaha atau pun membebani konsumen otomatis daya beli turun.

"Di negara manapun semua indikator dan regulasi pendu­kung ada di tangan Kementerian terkait," katanya.

Pemerintah mesti sigap merespons ini. Dia mengingatkan, tutupnya toko-toko di Glodok, anjloknya bisnis tekstil hingga tutupnya gerai Sevel, mestinya jangan cuma menjadi bahan evaluasi pengusaha saja tapi juga pemerintah sebagai regulator.

"Pemerintah melalui regulasinya punya kemampuan meng­atur seperti menetapkan suku bunga, mengatur situasi, dan banyak lagi," tutur dia.

Ketua Umum Kadin Indone­sia Rosan P Roeslani meminta kepada pemerintah untuk mem­bebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi masyarakat yang berbelanja. "Cara ini untuk mendongkrak daya beli dan mendorong konsumsi rumah tangga bikin saja kebijakan pembebasan PPNuntuk orang yang makan dan belanja selama 1-2 minggu," terangnya.

Rosan mengaku telah me­nyarankan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati untuk memberikan stimulus perpajakan, seperti penurunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan maupun pembe­basan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi masyarakat.

"Sudah, saya sudah bicarakan langsung, pembebasan PPN untuk membuat lonjakan saja," sarannya.

Langkah stimulus berupa keringanan pajak, dinilai Ro­san mampu meningkatkan ke­percayaan masyarakat untuk kembali membelanjakan uang­nya. Dengan demikian, kon­sumsi rumah tangga tumbuh dan mampu mengerek pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. "Jangan malah pajak dikencengin yang bikin orang takut spending atau belanja," jelasnya.

Daya beli menurun tidak hanya karena masyrakat tak punya ke­mampuan membeli tapi karena faktor kenyamanan. Masyarakat merasa risih jika harus membeli barang dengan harga tinggi apalagi barang tersebut bukan kebutuhan primer. "Ini kan masalah nyaman, sebenarnya duit ada tapi semua lagi pada naruh di bank. Kalau mau per­ekonomian jalan, kita harus spending," tuturnya.

Jika hal ini terus dibiarkan, ekonomi tidak bertumbuh sesuai harapan. Sebab, sumber utama pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi rumah tangga.

Sedang Dikaji

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji, akan mengevaluasi penyebab pelemahan daya beli masyarakat, termasuk masalah perpajakan. "Nanti kita evaluasi sumber-sumber yang menyebabkan masalah pengurangan daya beli, apakah memang faktornya itu (pajak)," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah su­dah mengalokasikan anggaran atau belanja pemerintah, baik dalam bentuk dana desa, trans­fer tunai untuk program pengentasan kemiskinan dan kesenjangan yang diharapkan dapat memacu daya beli masyarakat. "Kan sudah banyak sekali dari belanja pemerintah yang diberi­kan langsung ke masyarakat, dalam bentuk transfer tunai, dana desa, Program Keluarga Harapan (PKH). Itu diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat," terangnya.  ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya