Berita

Ilustrasi/Net

Pertahanan

Reklamasi Dipaksakan, Nelayan Makin Kecewa Kepada Jokowi

JUMAT, 01 SEPTEMBER 2017 | 02:46 WIB | LAPORAN:

Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menilai pemerintah semakin agresif untuk memuluskan proyek reklamasi di Jakarta. Sikap pemerintah tersebut didasari oleh kepentingan investasi yang mengatasnamakan kemajuan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sementara itu, koalisi melihat banyak hak rakyat yang diabaikan demi proyek reklamasi.
 
Ketua DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Marthin Hadiwinata, mengatakan sikap agresif tersebut tampak pada tindakan pemerintah yang membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) tanpa partisipasi publik dari nelayan dan organisasi lingkungan hidup, dorongan untuk pencabutan moratorium oleh KLHK, dan hingga upaya untuk mendorong pengesahan  Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil RZWP3K.
 
"Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi Jakarta cacat substansi karena tidak melalui proses yang benar dan tidak mempertimbangkan masalah sosial dan ekonomi, termasuk dampak yang akan timbul dan dialami oleh masyarakat pesisir Jakarta,” katanya dalam siaran persnya, Kamis (31/8).
 

 
Menurut dia, proses pembuatan KLHS cacat karena dilakukan secara tertutup tanpa pernah ada konsultasi kepada masyarakat dalam pembuatannya. KLHS secara substansi juga tidak mempertimbangkan seluruh hasil kajian yang telah ada sebelumnya dari hasil kajian sosial ekonomi yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP.
 
Pihaknya mencatat, Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat secara aktif menyurati Kemenko Kemaritiman dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendorong dicabutnya moratorium reklamasi. Pemerintah DKI Jakarta mengklaim telah memenuhi persyaratan KLHK saat moratorium dimulai pada 2016 lalu. "Padahal seperti disebut pada poin pertama, KLHS yang dilakukan cacat substansi dan hanya formalitas saja,” sebutnya.
 
Terkait dengan Putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi diduga telah melanggar etik. Koalisi menilai putusan tersebut janggal karena secara rentang waktu pencabutan kuasa seharusnya tidak berpengaruh terhadap proses kasasi yang dilakukan koalisi. Karena pencabutan kuasa dilakukan setelah penyerahan Memori Kasasi ke Mahkamah Agung, dan sangat jelas Hakim Agung yang berbeda pendapat (dissenting opinion) menjelaskan kejanggalannya.
 
"Dalam dissenting opinion tersebut putusan kasasi yang membenarkan putusan banding akan menjadi preseden buruk terhadap pembangunan serupa di tempat lain dan merupakan gagalnya judicial control terhadap kekuasaan eksekutif,” ujarnya.

Sementara itu, Nelayan di Jakarta Utara, Iwan menyayangkan penerbitan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) pulau reklamasi C dan D pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dari Presiden Joko Widodo. Penerbitan sertifikat itu memupus asa nelayan akan harapannya kepada Sang Presiden.
 
"Pak Jokowi juga sudah tidak memikirkan kami masyarakat kecil, hanya memikirkan pengusaha besar," kata Iwan, nelayan Muara Angke yang terdampak reklamasi.
 
Menurutnya, sebagian besar nelayan di daerahnya mengaku kaget ketika Jokowi memberikan sertifikat untuk pulau hasil reklamasi Teluk Jakarta. Mereka tak menyangka pemimpin yang dianggapnya dekat dengan rakyat sejak menjabat wali kota Solo itu justru berpihak ke yang lain.
 
"Yang dipikirkan sekarang orang besar yang merusak lingkungan dan hidup nelayan, Pak Jokowi sudah nggak berpihak ke nelayan dan masyarakat kecil," ujar Iwan.
 
"Nelayan mau berlindung ke siapa dan meminta bantuan siapa lagi, Pak Jokowi saja sudah begitu. Tamat riwayat nelayan di Teluk Jakarta."
 
Badan Pertanahan Wilayah (BPN) Provinsi DKI Jakarta menyatakan penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau D seluas 3,12 juta meter persegi kepada pengembang sudah sesuai aturan yang berlaku. Penerbitan sertifikat tersebut didasari dengan HPL yang terbit sebelumnya.
 
Sertifikat untuk Pulau 2A (Pulau D) itu diberikan kepada PT Kapuk Naga Indah sebagai pengembang pulau hasil reklamasi tersebut. Sertifikat HGB bernomor 6226 itu dikeluarkan tanpa ada tanggal berakhirnya hak. Sertifikat tersebut ditandatangani Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara Kasten Situmorang dengan nomor 23-08-2017.-1687/HGB/BPN-09.05/2017.- pada 24 Agustus 2017. [sam]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya