Bekas Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ini menyebut kasus Saracen yang membuat dan menyebarkan konten ujaran kebencian sebagai bentuk ancaman nyata bagi Indonesia. Jika memang ada aktor politik di belakangnya, Wiranto menegaskan, pemerÂintah akan mengejar terus sampai tuntas. Dia menilai, Saracen menjadi contoh sebuah ancaman dari non miliÂter yang menyerang bangsa Indonesia.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim telah menangkap tiga orang pengelola grup ‘Saracen’ yang diduga menyebarkan ujaran kebencian. Ketiganya, berinisial JAS (32), MFT(43), dan SRN (32).
Tiga orang itu ditangkap di tiÂga lokasi berbeda, yakni Jakarta Utara, Cianjur (Jawa Barat), dan Pekanbaru (Riau) dalam rentang waktu 21 Juli hingga 7 Agustus. Mereka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Selain itu, Wiranto mengoÂmentari sikap Korea Utara yang menembakkan satu rudal balistik pada Senin (28/8) lalu. Rudal itu melewati pulau Hokaido, Jepang dan akhirnya jatuh di Samudera Pasifik. Tak hanya itu, Wiranto juga menyatakan bahwa pemerintah tidak menuÂtup mata dari kasus Firts Travel. Berikut penjelasan selengkapnya dari Menteri Koodinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam Wiranto) saat ditemui di beberapa kesempatan.
Bagaimana dengan kasus Saracen? (Saracen, red) itu ancaman baÂru yang menggunakan teknologi maju seperti menggunakan inÂternet untuk mempengaruhi pikiran-pikiran publik, memecah belah pikiran publik, memecah belah persatuan.
Jika saracen ini sebuah anÂcaman untuk negara, tindakan seperti apa yang akan diambil oleh pemerintah? Ada sandaran undang-undang yang mengatakan kalau ada satu usaha memecah belah bangsa, usaha untuk masuk dalam kegiatan SARA, itu pasti ditindak dengan keras. Apakah ada juga latar belakang politik? Kalau ada tokohnya siapa? Kami keÂjar terus, kami enggak biarkan. Merusak perjuangan yang seÂdang kita lakukan, janganlah.
Oh ya, bagaimana dengan kelanjutan sikap pemerintah terhadap organisasi masyarakat yang dinilai berideologi radikal? Ancaman militer saya jamin tidak akan terjadi karena biayanya mahal. Tapi sekarang ada cara yang lebih murah untuk menyerang suatu negara, yaitu ancaman ideologis yang pelan-pelan menggerogoti jalan pikiran masyarakat kita. Misalnya saja kemarin pemerintah mengambil langkah yang sangat tegas untuk secara dini mencegah pengaruhideologi yang mengingkari Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Kita sikat dulu jangan sampai mereka berkembang menjadi ancaman nyata.
Ada pihak yang menilai langkah tegas membubarkan ormas ini sebagai bentuk kediktatoran pemerintah? Masyarakat harus paham ini bukan langkah diktator, bukan sewenang-wenang. Bukan meÂmusuhi Islam, yang mengambil keputusan juga orang Islam. Enggak mungkin. Tapi ini betul-betul kami menjaga keuÂtuhan NKRI. Menjaga ideologi Pancasila. Serangan ideologi harus dijawab dengan cara-cara yang benar dan tepat.
Apa benar Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tenÂtang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah ditandatangani? Sudah ya, saya kira sudah ditandatangani semua. Jadi itu kan isinya tentang pembinaan. Jadi eks HTI itu saat jadi angÂgota atau pengurus mereka harus diarahkan dan masuk lagi ke ideologi yang benar, ideologi Pancasila.
Terus tindak lanjut dari SKB itu seperti apa? Itu nanti kementerian dan lembaga terkait kalau masalah teknisnya.
Soal lain. Bagaimana sikap pemerintah atas kasus peniÂpuan biro perjalanan umroh PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel yang mengakibatkan banyak calon jamaahnya tertipu? Pendek kata pemerintah tidak menutup mata terhadap masalah ini ya. Artinya pemerintah menÂcoba mengamankan konsumen atau publik terhadap perusahaan yang nyata-nyata merugikan pemerintah.
Apa saja yang sedang diÂlakukan pemerintah? Kita koordinasi. Polisi masih menghitung jumlah nasabah yang dirugikan, sampai sekaÂrang belum pasti juga. Memang ada angka sekitar 58 ribu lebih, tapi itu masih dijajaki. Aset juga masih dijajaki. Kepada PPATK juga saya minta untuk menelusuri transaksi keuanganÂnya, sehingga kita tahu aliran dana yang keluar masuk dari perusahaan itu ya.
Itu harus kita lakukan terus menerus ya. Kedua kita juga mengingatkan kembali kepada Kemenkumham agar regulasi-regulasi yang masih punya ruang untuk perusahaan-perusahaan melakukan manipulasi ke pubÂlik, itu diteliti kembali ya.
Karena beberapa kali ini terjadi kan, perusahaan yang melakukan transaksi dengan publik ternyata ada kecendÂerungan penipuan. Barangkali regulasinya ada kelemahan, kita teliti lagi di situ.
Informasi yang didapat apa saja? Sekarang lagi dilihat asetnya bagaimana. Uang itu kan cuma pindah tempat. Enggak ada itu uang menguap. Tiba-tiba uang hilang menguap begitu saja. Mesti pindah tempat. kita cari di mana uang itu untuk mengganti (uang) jemaah.
Berarti sudah memiliki daÂtanya? Sedang digarap. Kami rapat kemarin, buat tim kecil untuk mengkaji mengenai First Travel itu sekarang asetnya berapa yang masih ada, lalu berapa jemaahÂnya. Kami tidak bisa sembaranÂgan, harus lengkap dulu baru ada tindakan dari kepolisian.
Oh ya. Tanggapan Anda mengenai peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara pada Senin (28/8) lalu? Kami melihat bahwa upaya-upaya untuk memprovokasi suatu kawasan, saya kira tidak dibenarÂkan dan kita tidak setuju itu.
Berarti, ada kemungkinan Indonesia akan mengirimkan surat ke Dewan Keamanan PBB terkait aksi Korut itu? Nanti tanya ke Menteri Luar Negeri sudah kirim atau belum. Tapi yang jelas kita tidak sepakat dan tidak mendukung sepenuhÂnya itu. ***