Sri Mulyani Indrawati/Net
Menteri Keuangan (MenÂkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, ada sejumlah BUMN dibebaskan dari memÂbayar dividen ke negara. Hal tersebut karena perusahaan pelat merah tersebut menderita kerugian.
"Ada perusahaan rugi karena kalah bersaing seperti Garuda Indonesia, Perum Bulog, Krakatau Steel, PT PAL, PT DOK, Kimia Farma, Balai Pustaka, PFN, dan Berdikari. Perusahaan itu tidak membayar dividen," kata Sri Mulyani saat Rapat dengan Komisi VI DPR, Jakarta, kemarin.
Selain yang rugi karena kaÂlah bersaing, Ani-sapaan akrab Sri Mulyani mengungkapkan, banyak juga BUMN yang tidak setor dividen karena belum terbebas dari kerugian seperti Nindya Karya, Merpati, Kertas Kraft Aceh, Djakarta Lloyd, Kertas Leces, dan Industri Sandang Nusantara.
Soal target dividen tahun 2018, Ani mengaku sudah memperhitungkannya. Menurutnya, setoran dividen diproyeksikan berasal dari 26 BUMN yang sudah go publik sebesar Rp 23,14 triliun, seÂmentara yang belum go publik ada 81 BUMN Rp 19,5 triliun. Kemudian 18 BUMN dengan porsi pemerintah minoritas sebesar Rp 112 miliar, dan 5 BUMN yang berada di bawah Kementerian Keuangan sebeÂsar Rp 906 miliar.
Seperti diketahui, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2018, pemerintah menaikkan setoran BUMN menjadi Rp 43,697 triliun, atau 6,6 persen.
Lebih jauh, Ani menjelaskan, proyeksi dividen ditetapkan berasal dari laba bersih suatu perusahaan yang ditentukan dalam RUPS. Dividen bisa diberikan apabila perusahaan punya saldo laba yang positif atau tidak alami kerugian.
"Kenapa perlu bayar dividen? Pertimbangannya apa untuk bayar dividen? KebuÂtuhan pendanaan perusahaan sendiri, dividen mempertimÂbangkan kemampuan perusaÂhaan mendanai investasi dalam menjaga keberlangsungan usaha. Jangan sampai dividen melemahkan perusahaan sendiri," katanya.
Ani menuturkan, penyetoran dividen dibagi ke dalam tiga sektor. Yakni, pay out rendah, sedang dan tinggi dengan rata-rata sebesar 0-60 persen, yang ditentukan enam hal. Yakni, untuk 0 persen atau tidak baÂyar merupakan BUMN yang merugi atau memperoleh laba tapi masih ada akumulasi keruÂgian atau peroleh laba tanpa akumulasi rugi tetapi hadapi persoalan cash flow .
BUMN dengan payout raÂtio rendah, lanjut Ani, atau di bawah 20 persen adalah perusahaan pelat merah yang bidang usahanya memberi jaÂminan kepada layanan sosial. Mereka gunakan profit atau surplus untuk dikembalikan lagi dalam memberi layanan sosial atau jaminan hari tua di mana benefit dibanding dividen lebih besar ke peÂlayanan masyarakat dan jaÂminan hari tua seperti PT Taspen, Asbari, dan Perum Perhutani.
Kemudian, BUMN membaÂyar dividen yang moderat, Ani menyebut perusahaan pelat merah yang bersifat komersial tetapi dapat penugasan dari pemerintah. BUMN itu melakukan berbagai kegiatan atau misi pembangunan. Lalu, BUMN yang dividen payout rasio tinggi yakni BUMN yang sudah kompetitif dan punya likuiditas yang bagus. Menurutnya, BUMN ini punya fungsi dan peran penting yang diminta pemerintah, misalkan dalam hal infrastruktur baik konektivitas, energi, ketahanan pangan, perbankan dan jasa keuangan.
"Seperti konektivitas jalan tol Trans Sumatera, ini adalah misi ekonomi, dan efisiensi infrastruktur Indonesia," jelas Ani.
Ada juga BUMN yang melakukan fungsi khusus seperti Pertamina yang melakuÂkan BBM 1 Harga tentunya tidak untung sehingga pengaruhi pembayaran dividen. BeÂgitu juga di sektor ketahanan pangan seperti Bulog, dan juga ketenagalistrikan seperti PLN, hingga penguatan UMKM melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Jadi perlu diinjeksi capiÂtalnya karena mereka gunaÂkan neracanya untuk kegiatan untuk aspek nasional. Tapi tetap neraca dan tata kelola BUMN tersebut harus bisa diÂjaga sehingga efisiensi dan keÂmampuan gunakan resources bisa ditegaskan dengan baik," pungkasnya. ***