Berita

Eggi Sudjana/Net

Wawancara

WAWANCARA

Eggi Sudjana: Selidiki Dulu Keterlibatan Saya, Jangan Gampang Kait-kaitkan, Bikin Gondok Aja

SENIN, 28 AGUSTUS 2017 | 08:06 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Nama pria ini ikut terseret-seret isu kelompok saracen. Memang belakang Eggi kerap berhadap-hadapan dengan pe­merintah. Dulu saat demo anti-Ahok digelar dia rajin ikut demo. Dia menjadi Ketua Umum Tim Pembela Ulama dan Aktivis. Tiga temannya yang lain yang namanya juga masuk dalam daftar kelompok saracen yakni Mayjen (Purn) Ampi Tanujiwa, Rizal Kobar dan Efendi Harahap merupakan pengurus Alumni 212. Benarkah Eggi Sudjana terlibat dalam saracen, berikut penuturannya kepada Rakyat Merdeka;

Apa betul Anda menjadi Dewan Penasehat Saracen?
Itu tidak benar, itu adalah fitnah buat saya. Itu adalah pemberitaan yang menyudutkan saya. Perlu diketahui semua pihak bahwa saya dalam posisi di fitnah, dicemarkan nama bai­knya. Saya punya alasan hukum untuk menuntut dengan dasar Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana-red). Tapi sebelum itu saya lakukan, saya minta kepada kepolisian untuk bertindak pro­fesional dan proporsional.

Memang Anda sudah di­panggil untuk dimintai ket­erangan dalam kasus ini?

Memang Anda sudah di­panggil untuk dimintai ket­erangan dalam kasus ini?
Secara resmi belum, tapi ada berita yang bilang saya mau di­panggil. Nah ini kan sudah tidak proporsional.

Polisi mungkin punya bukti awal yang butuh dikonfirmasi?

Justru itu, itu yang saya tanya, ada enggak dokumen yang ada nama saya, ada enggak bukti rekaman kah, tanda tangan kah, atau segala macam bukti lain­nya yang menunjukan saya ada hubungan dengan mereka, dan bisa dinyatakan terlibat. Kalau enggak ada, ya enggak bener dong manggil-manggil saya. Saya enggak melihat, saya enggak mendengar, saya enggak menge­tahui, dan saya tidak mengalami. Lalu bagaimana saya mau di­panggil? Sebagai saksi saja saya enggak memenuhi syarat.

Kalau mau mengkonfirmasi silakan tunjukan ke saya, anda diduga terlibat karena ini, ini, dan ini. Baru itu saya bersedia untuk korfimasi.

Bahkan kalau memang bukti­nya cukup kuat untuk menjadi­kan saya tersangka, silakan saja. Kalau buktinya ada saya jabanin, dalam artian perlawanan hukum. Tapi kalau belum begitu saya lebih setuju ini disebut fitnah. Fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan.

Untuk mengetahui buktinya kan Anda harus datang untuk diperiksa?
Enggak perlu, polisi datangin saya memang kenapa? Kan bisa begitu. Silakan konfirmasi, ini bener enggak, ini bener enggak. Kalau saya enggak bisa bantah, saya langsung jadi tersangka juga enggak masalah. Tapi ka­lau fitnah begini kan gondok saya. Jatuhnya jadi pro kontra, sebagian orang bisa saja sudah menilai saya bersalah. Harus diubah cara penegakan hukum seperti ini.

Seandainya dipanggil ba­gaimana?
Saya enggak mau kalau belum jelas penyelidikannya. Saya in­gin jelas, kenapa ada nama saya di situ, siapa yang masukin nama saya di situ. Kan saya enggak tahu, peristiwa Saracen ini saya enggak ngalami, saya enggak pernah mendengar, saya tidak pernah melihat. Jadi bagaimana saya mau dipanggil?

Sebetulnya Anda kenal enggak dengan orang-orang Saracen ini?
Yang saya kenal di nama-nama itu hanya Mayjen Ampi Tanujiwa yang juga jadi penasehat. Yang saya kenal lagi Efendy Harahap, dia itu peneliti. Kemudian yang saya kenal lagi Rizal Kobar. Selain itu saya enggak kenal. Dari ketiga orang tadi, Pak Ampi itu tetanggaan dengan saya. Kami sama-sama tinggal di Perumahan Villa Indah Bogor. Setiap subuh saya ketemu beliau, karena dia Ketua DKM Masjid Al-Hikmah.

Kalau dari ketiga tersangka, apakah ada yang Anda kenal?

Enggak ada yang saya kenal. Kalau mereka kenal dengan saya sih wajar ya. Tapi saya sama sekali enggak kenal mereka. Bendaraha dan segala macam­nya itu enggak ada yang saya tahu. Makanya saya juga jadi bingung, saya enggak tahu me­nahu kok ada namanya? Nah ini lah makanya dugaan saya krimi­nalisasi tadi. Kriminalisasi itu adalah suatu tindakan kriminal yang dilakukan, tapi sesungguh­nya tidak ada tindakan itu. Jadi diciptakan tindakan-tindakan yang dianggap kriminal, padahal sesungguhnya tidak ada. Itu lah yang disebut kriminalisasi.

Sebelumnya Anda tahu eng­gak kelompok Saracen ini?
Kami enggak tahu tentang Saracen. Kami juga enggak per­nah bicara Saracen, dengar ten­tang Saracen saja baru kemarin. Jadi logikanya, bagaimana saya dan Pak Ampi ngerti Saracen? Saya kira ini adalah suatu model kriminalisasi baru lagi.

Apa alasannya Anda be­ranggapan begitu?
Karena saya ini kan Ketua Umum Tim Pembela Ulama dan Aktivis. Pak Ampi juga termasuk Dewan Pembina Alumni 212, dan Dewan Pembina Gerakan Indonesia Sholat Subuh. Nah, Rizal Kobar kemarin baru di­tangkap, kaitannya dengan hate speech juga. Rizal ini juga Alumni 212. Begitu juga Efendi Harahap. Nah, dugaan saya, nama-nama kami dimasukin ke situ untuk mendeskreditkan kami.

Itu kan hanya dugaan Anda?
Pada waktu tingkat awal itu, nama saya sama sekali enggak ada di website. Nama Pak Ampi dan Efendi Hararap juga enggak ada. Maka jadi pertanyaan, kena­pa sekarang tiba-tiba ada? Kok nama Pak Ampi juga ada? Maka dalam kesempatan ini, saya mengklafikasi bahwa ini fitnah yang terstruktur, sistematis, dan membuat saya terpojok dalam pergerakan.

Lantas apa yang akan Anda lakukan?
Jadi dalam fitnah ini, kami justru meminta kepada kepoli­sian supaya betul-betul melaku­kan yang disebut penyelidikan. Kalau sudah jelas itu masuk kategori tindak pidana, maka tingkatan berikutnya namanya penyidikan, untuk menemukan tersangkanya. Kok tiba-tiba ada nama saya? Ini kan masalah yang serius secara ilmu hukum. Jadi saya pastikan enggak mau datang kalau diundang, enggak mau dipanggil, jika penyelidikan­nya belum selesai. Selidiki dulu hingga tuntas. Kalau awalnya enggak ada nama saya, lalu tiba-tiba ada tapi mereka enggak bisa menjelaskan hasil penyelidikan­nya, ngapain manggil saya?

Anda enggak mengajukan gugatan karena merasa di­fitnah?

Saya akan tempuh langkah hu­kum kalau polisi sudah memberi tahu, ini orangnya, kelakuan­nya begini, ini datanya, baru saya bisa melapor. Kalau enggak tahu begitu saya mau laporin siapa? Apanya yang saya laporin? Begitu logika hukumnya. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya