Sri Mulyani Indrawati/Net
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meÂmastikan target pertumbuÂhan ekonomi tahun depan sebesar 5,4 persen sudah mempertimbangan faktor kehati-hatian.
"Pembahasan dengan dewan sebelumnya disetujui 5,2 persen sampai 5,6 persen, jadi 5,4 persen adalah titik seimbang antara optimisme dan kehati-haÂtian," kata Sri Mulyani di Jakarta, kemarin.
Ani-sapaan akrabnya menerangkan, asumsi perÂtumbuhan ekonomi di level 5,4 persen akan ditopang konsumsi rumah tangga yang diprediksi tumbuh 5,1 persen, investasi di level 6,3 persen, dan ekspor 5,1 persen.
"Ini asumsi penting mendasari kita assessÂment, dunia relatif stabil, sehingga kita bisa ekspor. Ekonomi dunia sebelumnya diproyeksi penuh dengan optimisme tetapi akhirnya optimisme itu dikurangi, itulah kenapa kita pakai 5,4 persen," jelasnya.
Anggota Badan Angggaran DPR Heri Gunawan mengatakan ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengejar target perÂtumbuhan tahun depan.
Pertama, pemerintah masih berharap pada konÂsumsi masyarakat, investasi, dan ekspor impor. Kedua, terkait inflasi 3,5 persen yang berhubungan kuat dengan daya beli masyarakat dan stabilitas harga. Masalahnya, saat ini ada tiga risiko yang masih terus mengancam, yakni daya beli masyarakat akibat masih lesunya ekonomi, proteksionisme perdagangan, harga komoditas yang masih lemah, dan investasi yang proporsinya masih di bawah 40 persen dari PDB (produk domestik bruto)
"Jika mengaca pada perÂtumbuhan ekonomi triwuÂlan II-2017 sebesar 5,01 persen dapat dilihat bahwa pertumbuhan itu masih ditopang oleh pengeluÂaran pemerintah. Artinya, belanja pemerintah akan sangat menentukan pertumÂbuhan ekonomi ke depan," ungkapnya.
Dia pesimistis target taÂhun depan akan tercapai jika mau mengandalkan konsumsi rumah tangga dan peningkatan ekspor, sebagai mesin kinerja ekonomi.
Namun demikian, poliÂtisi Gerindra tidak mau meÂmatahkan strategi pemerintah. Oleh karena itu, dia mengimbau agar pemerintah membuat instrumen khusus untuk meningkatÂkan daya beli masyarakat.
Selain itu, mencari solusi untuk memecahkan masalah ketimpangan ekonomi yang saat ini suÂdah lampu kuning. Sebab indeks gini sudah mencaÂpai 0,39. Artinya selama ini pertumbuhan ekonomi (pendapatan nasional) 1/3- nya dikuasai oleh 1 persen orang saja.
"Ada beberapa hal di ekonomi kita yang tidak bisa diserahkan ke swasta, minimal diatur secara ketat oleh pemerintah. Ekonomi harus untuk rakyat, bukan rakyat untuk ekonomi. Pemerintah harus berpihak kepada pemberdayaan," katanya. ***