Pelaku usaha menilai positif target pemerintah mengerek penerimaan pajak dan bea cukai tahun depan. Namun demikian, dia menuntut kebijakan dilakukan dengan mempertimbangkan iklim usaha. Dan, teknisnya dilakukan dengan cara yang tidak memicu kegaduhan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani mengaku pihaknya tidak keberatan dengan target pemerintah mau mengejar penerimaan dari pajak dan bea cukai pada tahun depan.
"Target silakan saja dipatok tinggi. Tapi caranya jangan gaduh. Tidak perlu pemeriksaan wajib pajak digembar-gemborkan. Menakut-nakuti penguÂsaha. Jangan show of force-lah," kata Hariyadi kepada Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.
Hariyadi keberatan dengan cara kerja Direktorat Pajak melakukan penyanderaan terhadap wajib pajak.
Karena, langkah Ditjen Pajak itu bikin takut pebisnis. MenuÂrutnya, ketakutan yang dirasakan pelaku usaha telah sampai pada titik mereka menahan diri untuk melakukan ekspansi.
Selain itu, Hariyadi meminta, pemerintah mempertimbangkan iklim usaha dalam merumuskan kebijakan. Apalagi, saat ini perÂekonomian global masih penuh ketidakpastian.
"Sekarang pajak badan sebeÂsar 25 persen sudah cukup memÂbebani. Seharusnya peningkatan pajak diikuti dengan pemberian insentif. Tapi mana insentifnya? Jangan sampai pungutan pajak malah menjadi disinsentif," katanya.
Seperti diketahui, dalam ranÂcangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018, pemerintah menargetkan peneriÂmaan pajak dan bea cukai sebeÂsar Rp 1.609,4 triliun. Angka ini lebih tinggi 9,3 persen dari target APBNP tahun ini yang sebesar Rp 1.472,7 triliun.
Ketua Umum Indonesian NaÂtional Shipowners AssociaÂtion (INSA) Carmelita Hartoto juga tidak menilai positif target penerimaan pajak yang ditetapÂkan pemerintah. Menurutnya, memang sudah sewajarnya pemerintah mencari sumber-sumber pendapatan untuk mengurangi defisit anggaran.
"Tapi hanya berharap, tidak ada kejutan-kejutan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menarik penerimaan," katanya.
Butuh Kerja Ekstra
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo meÂnilai target pajak 2018 realistis. Dia memperkirakan target pajak pada tahun ini hanya akan tercapai maksimal 91 persen dari target APBNP 2017. ArtiÂnya, penerimaan yang mungkin terealisasi sekitar Rp 1.168 triliun.
"Untuk tahun depan, pemerinÂtah menaikkan target 9,3 persen. Apakah bisa tercapai? Bisa saja, asalkan ada usaha ekstra untuk mencari penerimaan pajak," ujar Yustinus kepada Rakyat Merdeka.
Dia melihat, sejauh ini beÂlum terlihat usaha yang cuÂkup getol dari pemerintah untuk mendorong penerimaan pajak. Misalnya, belum selesainya revisi regulasi untuk mendongÂkrak penerimaan seperti reÂvisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan regulasi lainnya.
Yustinus mengatakan, tanÂtangan untuk mengerek penerimaan tahun depan tentu lebih besar. Karena, tidak ada lagi penerimaan ekstra seperti tax amnesty (pengampunan pajak). Sementara, automatic exchange of information (AeoI) belum bisa diandalkan. Karena, proses sistem tersebut masih memerluÂkan proses yang cukup memakan waktu.
"Mulai dari penyidikan hingga penarikan potensi pajak melalui AEoI setidaknya butuh waktu 3 sampai 5 tahun," terangnya.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih juga menilai, tantangan pemerintah mencapai target penerimaan pajak cukup besar. Namun, dia melihat ada celah yang bisa dikejar pemerintah seperti sumber pajak pertambahan nilai (PPN).
"Penerimaan PPN baru sekitar 40 persen dari PDB (produk domestik bruto) masih bisa dikejar," jelasnya. ***